Upaya Menanamkan Nilai-Nilai Luhur Terhadap Anak
Asslamuallaikum wr,wb sahabat
Apakabarnya?
Semoga dalam keadaan sehat dan dalam lindungan ALLAH SWT.
Masih mengenai anak Melayu yang keren, begitu besar tugas orang renta terhadap anak-anaknya, bukan di orang Melayu saja, niscaya di suku-suku se Indonesia melaksanakan hal yang terbaik untuk anak-anaknya semoga menjadi yang terbaik namun disini saya lebih dahulu membahas Tentang Orang Melayu sebab apa? Disini lah kampung halaman ku. Tercinta………….berikut ulasannya
Karena pentingnya nilai-nilai luhur ini, banyak sekali cara dan budaya dilakukan untuk orang melayu menanamkannya kepada anaknya semenjak dini. Upaya ini bahkan sudah dilakukan semenjak anak masih berada dalam kandungan ibunya. Berbagai “pantang larang”, upaya dan lambing-lambangnya, member petunjuk adanya upaya untuk menanamkan nilai-nilai luhur itu kepada anak.
ü Upaya pra kelahiran anak

Salah satu upacara yang amat umum ialah upacara “menujuh bulan” yang disebut juga upacara “menyihir” atau “melenggang perut”. Upacara inni dilakukan setelah kandungan berusaha tujuh bulan.
Upacara ini dilaksanakan dengan banyak sekali bentuk da variasinya, melibatkan hamper lapisan masyarakat. Tujuan pokok upacara ini ialah unutk mendoakan kesalamatan ibu dan anaknya ketika melahirkan, dan mendoakan semoga anak yang berbeda dalam kandungan itu kelak dilahirkan dalam keadaan sehat dan tepat serta menjadi “orang” setalah ia dewasa.
Berbagai kegiatan dan lambing yang diberlakukan dalam upacara itu selain mengacu kepada keselamatan ibu, juga mengacu kepada anak dalam kandungannya. Pembacaan Berzanji dan Marhaban, secara implicit bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam yang dianut masyrakat kepada anak dalam kandungan. Sirih dengan perangkat kelengkapannya, mengisyaratkan penanan nilai-nilai sopan santun, ramah tamah, dan berbudi pekerti mulia. Pemotongan rambut ibu (secara simbolik) dan “melenggang perut” ibu menggambarkan penanaman nilai kebersihan dan kesucian lahiriah dan batiniah. Penyajian hidangan nasi kunyit beserta kelengkapannya,, selain bertujuan untuk keselamatan ibu, juga melambangkan penanaman nilai-nilai kedermawanan, tenggang rasa, dan tolong menolong (di dalam sebutan sehari “murah hati dan terbuka tangan”). Upacara Penepung Tawaran terhadap Ibu, selain untuk keselamatan Ibu, juga melambangkan penanaman nilai-nilai luhur adab dan tradisinya. Pembacaan doa selamat, selain untuk keselamatan ibu dan anak , sekaligus menanamkan nilai-nilai keagamaan.

“Pantang larang”, ialah pantang dan larangan bagi setiap orang untuk melaksanakan sesuatu sebab sanggup menimbulkan hal-hal yang tidak baik bukan saja terhadap dirinya sendiri, tetapi sanggup pula merembet kepada orang lain.
Khusus mengenai upaya menanamkan nilai-nilai luhur dan keselamatan anak yang masih di dalam rahim ibunya, “pantang larang ” itu antara lain:
“Pantang bacar mulur”, yakni suka mengata-ngatai orang, memaki-maki, mengupat dan berbicara seenaknya tanpa memikirkan akibatnya.
Apabila seorang ibu hamil bersifat “bacar mulut” ini, maka anak dikandungannya, kelak akan bersifat mirip itu pula. Bahkan mungkin, lebih parah lagi.
Sebab itu, seorang ibu yang hamil dituntut untuk menjaga mulutnya, bersifat sabar dan lapang dada. Sifat-sifat ini akan menempel ke dalam jiwa anak yang dikandungnya.
“Pantang menganiaya binatang”, yakni dihentikan menyakiti segala jenis hewan, apalagi hingga menimbulkan cacat. Apabila ibu, ayah atau keluarga bersahabat melaksanakan perbuatan yang dipantangkan itu, maka anak yang berada di dalam kandungan kelak akan bersifat suka menganiaya orang, kejam, dan tidak berprikemanusiaan. Akibat lainnya, anak itu jikalau lahir akan “tertekan”, yakni fisiknya akan ibarat binatang yang dianiya tersebut (buta, bengkok, cacat dll). Sebaliknya, orang renta dituntut untuk bersikap pengasih dan penyayang, suka membantu, memberi pertolongan, dan sebagainya. Orang melayu percaya, sifat ini akan menempel pula ke jiwa anak yang berada dalam kandungan ibunya.
“Pantang membengkak”, yakni berkata bohong. Bila ibu dalam hamilnya suka berbohong, maka anak yang dikandungnya pun kelak akan menjadi pembohong pula. Sebab itu, ibu haruslah bersifat jujur,berkata benar dan berhati ikhlas. Sifat-sifat ini akan tertanam dan menempel pada jiwa anak yang dikandungnya.
Di dalam adab dan tradisi Melayu, “Pantang” dan “Larang” yang bertujuan untuk keselamat ibu berserta anaknya dan sekaligus menanamkan nilai-nilai luhur itu cukup banyak jumlahnya. Mereka percaya, dengan mematuhi “Pantang larang” itu, berarti mereka sudah menanamkan nilai-nilai luhur agama, budaya dan norma-norma sosial masyarakat kepada anak yang dikandungnya.
Di dalam ungkapan disebut:
“Taat memegang pantang larang
Yang pantang dibuang jauh
Yang larang ditanam dalam
Yang kebijaksanaan ditanam tumbuh
Yang niat dihajat dapat
Yang pintak turun ke anak”
Sebaliknya, orang renta yang tidak mengikuti, “Pantang larang” dianggap menyia-yiakan hidup anaknya. Bila kelak anaknya tidak menjadi “orang”, maka kegagalan itu selalu dikaitkan dengan perilaku orang tuanya yang melanggar “Pantang larang” itu.
Di dalam ungkapan disebut:
“Terlarang ke pantang larang
Yang pantang menjadi hutang
Yang larang membawa larang
Yang jahat tak berkesampaian
Yang niat tak berkabulkan”

Upaya menanamkan nilai-nilai luhur kepada anak, tercermin pula dalam banyak sekali lambing yang mereka warisi turun temurun.
Diantaranya adalah:
“Bedak langgir”, ibu yang hamil, diharuskan berbedak dan berlanggir. “Berbedak”, ialah membedaki seluruh tubuhnya dengan ramuan tradisional (seperti “bedak benang silo”, “Bedak dingin”, dan lain-lain). Lahiriah, berbedak ini membersihkan seluruh tubuh ibu dari segala kotoran. Hakekatnya, merupakan lambing membersihkan jiwa anak dari “daki” dunia, yakni semua sifat-sifat kotor duniawi.
Di dalam ungkapan disebut:
“Emak yang berbedak
Daki dunia yang mengelak”
“Langir”, ialah membersihkan kepala (rambut) atau keramas yang dilakukan ibu dengan ramuan tradisional (seperti: rebusan air pandan anyir yang dicampur dengan akar-akaran lain). Secara lahiriah, merawat rambut ibu, tetapi hakekatnya, merupakan lambing membersihkan jiwa dan pikiran anak dari “Kutu” dunia.
Di dalam ungkapan disebut:
“Berlangir mencuci rambut
Kutu dunia yang tecabut”
Lambing-lambang yang mencerminkan upaya menanamkan nilai-nilai luhur pada anak dalam kandungan, cukup banyak pula jumlahnya dalam adab dan tradisi Melayu. Dalam tata rias misalnya, terdapat pula lambing-lambang seperti:
“Bercelak”pada mata, melambangkan supaya anak “bermata tajam”, tahu melihat jelek dan baik. “Berpupur” pada bibir, melambangkan supaya anak “bermulut manis” berani berkata benar.
Lambing-lambang ini selain menimbulkan ibu selalu dalam keadaan higienis dan terawatt, juga mengingatkan ibu dan orang renta supaya memperhatikan anak yang berada di dalam kandungannya. Prilaku mereka (terutam ibunya) amatlah besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak yang berada di kandungan.
ü Upaya setelah lahir

Orang melayu umumnya beragama islam. Beberapa ketika setelah bayi lahir, jikalau ia laki-laki, segara diazankan oleh ayah, datuk, atau orang renta yang dituakan keluarga itu. Kalau anak itu perempuan, maka di Qamatkan. Azan dan Qamat itu dibisikkan ke pendengaran anak yang gres lahir sebagai upaya menanamkan pedoman Agama Islam pada si anak.

Selanjutnya, bayi yang gres lahir itu, bibirnya dioleskan madu (Lazimnya madu lebah), sebagai lambing menanamkan cita-cita semoga anak itu kelak “bermulut manis”, bijak berkata-kata dan berani berkata benar.

Untuk menidurkan bayi, ibu atau siapa saja menidurkannya dengan senandung (lagu-lagu) yang lirik-lirik pantunnya berisi doa, petuah, dan beraneka ragam nasehat. Upaya ini merupakan penggalan dari upaya menanamkan nilai-nilai luhur agama, budaya dan norma-norma sosial masyarakat kepada anak.
Di antara lirik senandung itu ialah:
“Ya Allah Malikul Rahman
Anak ku ini berilah dogma
Amal ibadat minta kuatkan
Setan iblis minta jauhkan”
“Dari kecil cencilak padi
Sesudah besar cencilak padang
Darilah kecil duduk mengaji
Sesudah besar tegak sembahyang”
“Pucuk dedap selera dedap
Sudah bertangkai setapak jari
Duduklah anak membaca kitab
Sesudah bakir tegak sendiri”
“Apa berdebuk seberang pecan
Buli-buli yang kena jerat
Buah yang mabuk jangan dimakan
Batang berduri usah dipanjat”
“Jangan suka mematahkan parang
Tangan luka gagangnya rusak
Jangan suka menyusahkan orang
Tuhan marah orang pun muak”
“Mencabut tebu tidaklah gampang
Banyak sekali duri lalangnya
Menuntut ilmu tidaklah mudah
Banyak sekali logika halangnya”
“Petang jumat memukul beduk
Sesudah Adzan orang pun Qamat
Peganglah amanat elok-elok
Supaya tubuh hidup selamat”
Pantun-pantun yang penuh dengan pedoman agama, petuah , nasehat, dan tunjuk didik amatlah banyak dimiliki orang Melayu. Pantun-pantun ini ada yang didendangkan melalui senandung dan lagu-lagu, ada pula yang ditengahkan dalam upacara-upacara adat, berbalas pantun dan sebagainya. Tujuan semuanya mengacu kepada menanamkan nilai-nilai luhur terhadap anak khususnya dan seluruh anggota masyarakat umumnya.

Apabila anak mulai mengerti, upaya menanamkan nilai-nilai luhur itu dilakukan pula dengan tradisi bercerita sebelum atau menjelang tidur. Orang tua, nenek atau siapa saja, sebelum tidur bercerita kepada anak atau cucunya dengan banyak sekali kisah (cerita rakyat) yang isinya penuh dengan tunjuk ajar. Berbagai tema dongeng diceritakan kepada anak, sehingga anak menyerap nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Didalam masyarakat Melayu, dongeng cerita rakyat amatlah banyak jumlahnya. Ada dongeng yang dituturkan dengan bahasa percakapan biasa, ada pula yang disampaikan dengan irama tertentu (Seperti : Koba, kayat, nyanyi panjang dan sebagainya). Cerita-cerita ini lazimnya dilengkapi lula dengan banyak sekali ungkapan adat, pantun-pantun dan sebagainya.
ü Permainan rakyat
Upaya lain yng dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai luhur itu ialah melalui permainan rakyat. Diantaranya ialah “Pencak silat”. Belajar bersilat, menjadi pujian anak laki-laki. Berbagai ketentuan, persyaratan dan lambing-lambangnya mengacu kepada persyaratan pembentukan jiwa dan prilaku yang terpuji. Dengan berguru silat, belum dewasa bukan saja sehat jasmaninya, tetapi rohaniahnya pun dituangkan pula dengan tunjuk didik yang amat bermanfaat untuk bekal hidupnya.
Sebenarnya, jikalau diuraikan satu persatu bagaimana upaya orang Melayu menanamkan nilai-nilai luhur itu kepada anaknya, amatlah panajng uraiannya, sebab banyaknya ragam upaya yang mereka lakukan.
Contoh-contoh ini hanya sekedar menunjukkan, bahwa dalam masyarakat, adab dan tradisi Melayu, upaya menanamkan nilai-nilai luhur itu amatlah diperhatikan dan diutamakan dalam kehidupa mereka.
Sumber http://ajstyle13.blogspot.com
0 Response to "Upaya Menanamkan Nilai-Nilai Luhur Terhadap Anak"
Posting Komentar