-->

iklan banner

Makalah Kelebihan Dan Kekurangan Penggunaan Teori Formil Dalam Pembentukan Produk Hukum

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
             Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3 sengcara tegas dinyatakan, bahwa negara republik Indonesia ialah negara hukum. Ein Rechtstaat, a State based on Law, a State governed by Law. Itu berarti, aturan bukanlah produk yang dibuat oleh lembaga-lembaga tinggi negara saja melainkan juga yang mendasari dan mengarahkan tindakan-tindakan lembaga-lembaga negara tersebut. aturan ialah dasar dan pemberi petunjuk bagi semua acara kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan.[1]
              Menurut Prof Muchsan, Indonesia yang merupakan negara aturan bergerak dinamis, peranan produk-produk aturan pemerintah sangat mayoritas lantaran aturan berperan sebagai panglima. Cara membuat produk aturan yang baik ialah yang bersifat populis artinya berpihak kepada kepentingan rakyat. Suatu produk aturan yang baik tentunya akan berlaku dengan baik artinya daya ikat dan kepatuhan masyarakat terhadap produk aturan itu sangat tinggi dan tahan lama.  Menurut Rick Dickerson seorang sarjana Inggris dalam bukunya “Legal Drafting Theory”, menyebutkan bahwa syarat aturan yang baik terdiri dari 3 (tiga) hal yaitu : 1) Tuntas mengatur permasalahan; 2) Sedikit mungkin memuat delegasi perundang-undangan; dan 3) Tidak memuat ketentuan pasal yang bersifat lentur atau fleksibel (pasal karet)
              Masyarakat sebagai obyek dari produk aturan yang dibuat oleh aparat, tentulah harus memahami betul peraturan-peraturan apa yang mengatur hidupnya sehari-hari. Namun kenyataannya banyak sekali masyarakat kita yang masih belum memahami apa yang disebut dengan produk hukum, apa saja produk-produk aturan yang dibuat oleh pemerintah, syarat-syarat biar suatu produk aturan dikatakan sebagai produk aturan yang baik, kapan dan dalam hal apa suatu keputusan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi serta bentuk produk aturan mirip apa yang ideal dan sanggup mengakomodir keinginan seluruh masyarakat dan diwujudkan dalam suatu produk aturan tertulis.
              Sebelum memasuki tahapan yuridis, proses pembentukan suatu peraturan harus sudah melalui tahapan sosio/politis secara final. Disanalah kita akan sanggup memahami bahwa suatu peraturan itu gotong royong lahir melalui suatu proses yang membutuhkan waktu yang cukup panjang. Dari proses ini pula kesudahannya sanggup diprediksikan, mirip norma yang akan lahir dikala peraturan itu dibuat, terutama mengenai substansi dari norma-norma aturan terebut.[2]
              Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman bahwa komponen sistem aturan mencakup 3 hal, yaitu: 1). Strukur; 2). Substansi dan; 3). Kultur aturan (budaya hukum). Dimana diantara ketiganya harus berjalan beriringan yaitu struktur harus kuat, kredibel, akuntabel dan capabel. Substansi harus selaras dengan rasa keadailan masyarakat sedang budaya hukumnya harus mendukung tegaknya aturan jikalau salah satunya timpang, tidak mungkin aturan sanggup ditegakkan.
              Menyangkut substansi, terdapat sebuah teori yang dikemukakan oleh  Rick Dickerson dalam bukunya “Legal Drafting Theory”, dimana dalam pembentukan produk aturan di Indonesia teori ini seringkali tidak tercermin dalam banyak sekali produk aturan di Indonesia. Oleh lantaran itu, penyusun tertarik membahas lebih dalam mengenai teori formil tersebut.

B.     Rumusan Masalah
                Berdasarkan uraian di atas, penyusun bermaksud membahas lebih lanjut rumusan masalah berikut “Keunggulan Dan Kelemahan Penggunaan Teori Formil Dalam Pembentukan Produk Hukum” ?






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Metode Pembuatan Produk Hukum Yang Baik (Legal Drafting Theory)
              Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat suatu produk hukum, yaitu: isi, bentuk dan filosofi yang mendasari produk aturan itu dibuat. Untuk menjawab semua masalah itu, terdapat 3 teori yang relevan untuk dijadikan aliran dalam membentuk suatu produk aturan biar produk aturan yang dihasilkan menjadi produk aturan yang baik. Adapun ketiga teori tersebut, yakni:[3]
1.              Teori Materiil
           Teori ini disampaikan oleh Leopold Pospil, seorang sarjana dari Amerika Latin yang menyatakan dalam bukunya “Anthropologycal of Law” bahwa aturan dimanapun terpecah menjadi 2, yaitu:
a.    Authoritarian Law
           Yakni aturan dari penguasa. Contoh dari aturan ini ialah peraturan perudang-undangan dan peraturan tertulis lainnya.



b.    Common Law
           Yakni aturan yang dibuat atau tercipta dari masyarakat sendiri (hukum yang hidup di dalam masyarakat). Contoh dari aturan ini ialah aturan watak atau aturan yang tidak tertulis
             
              Kedua kelompok aturan di atas, masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Dimana keunggulan dan kelemahan tersebut berbanding terbalik. Keunggulan dan kelemahan tersebut ialah sebagaimana berikut:
a.       Authoritarian Law
Ø  Keunggulannya:
1)  Kepastian aturan tinggi
2)  Daya paksa tinggi (disertai hukuman yang jelas)
Ø  Kekurangannya:
1)  Bersifat statis (tidak berubah meski masyarakat berkembang)
2)  Keadilan yang obyektif sulit diwujudkan
b.      Common Law
Ø  Kekurangannya:
1)      Kepastian aturan rendah (tidak konsisten)
2)      Daya paksa rendah
Ø  Kelebihannya:
1)   Bersifat dinamis
2)   Obyektifitas keadilan gampang diwujudkan, lantaran ukurannya ialah kacamata masyarakat

              Dari teori materil tersebut pospisil mengambil sebuah kesimpulan yaitu : Hukum yang baik ialah aturan yang materinya sebanyak mungkin diambil dari aturan tidak tertulis (common law) namun memakai wadah aturan tertulis (authoritarian law).

2.              Teori Formil
            Disampaikan oleh Rick Dickerson seorang sarjana Inggris dalam bukunya “Legal Drafting Theory”, menyebutkan bahwa syarat aturan yang baik adalah:[4]
a.    Tuntas mengatur permasalahan
           kitab undang-undang hukum pidana dan BW dianggap baik lantaran ia tuntas menuntaskan permasalahan masyrakat.
b.    Sedikit mungkin memuat delegasi perundang-undangan
           Sebagai tumpuan pendelegasian Perda perihal parkir motor yang nominal tarifnya didelegasikan kepada bupati harus dihilangkan, lantaran ini wewenang DPRD.
c.    Tidak memuat ketentuan pasal yang bersifat lentur atau fleksibel (pasal karet)
           Contoh pasal karet ialah pasal yang mempunyai ketidak jelasan makna, sebagai tumpuan kewenangan pemerintah Pusat dalam Undang-Undang mencakup kerjasama Internasional (Diplomasi), Hankam, keuangan dan Agama. Pasal mirip ini menimbulkan pengertian bahwa pasal-pasal di luar itu merupakan kewenangan di luar pemerintah pusat, atau mungkin kemudian dianggap sebagai kewenangan pemerintah daerah.

3.              Teori Filsafat
           Teori ini disampaikan oleh Jeremy Bentham (USA) pada bukunya “Legal Theory”, yang menyebutkan bahwa syarat aturan yang baik jikalau ia memenuhi 3 sifat berlaku:
a.    Berlaku secara filosofis
           Produk aturan harus mencerminkan falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila.
b.    Berlaku secara sosiologis
           Hukum yang baik ialah aturan yang sesuai dengan kesadaran aturan masyarakat.
c.    Berlaku secara yuridis
           Hukum diibaratkan sebagai tombak yang mempunyai dua ujung runcing, yaitu adil dan benar. Adil ialah keseimbangan antara hak dan kewajiban. Benar ialah kecocokan antara peraturan dan perbuatan. Apabila adil dan benar bertemu, maka disebut dengan damai.
              Jika suatu keputusan atau produk aturan dibuat dengan mengacu pada salah satu metode pembuatan produk aturan diatas, maka pastilah keputusan atau produk aturan yang diciptakan sanggup mengakomodasi segala kebutuhan masyarakat, sehingga tujuan untuk membuat masyarakat adil dan makmur sanggup terwujud.


B.     Keunggulan Dan Kelemahan Penggunaan Teori Formil Dalam Pembentukan Produk Hukum 
                Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman bahwa komponen sistem aturan mencakup 3 hal, yaitu: 1). Strukur; 2). Substansi dan; 3). Kultur aturan (budaya hukum). Dimana diantara ketiganya harus berjalan beriringan yaitu struktur harus kuat, kredibel, akuntabel dan capabel. Substansi harus selaras dengan rasa keadailan masyarakat sedang budaya hukumnya harus mendukung tegaknya aturan jikalau salah satunya timpang, tidak mungkin aturan sanggup ditegakkan.  
              Substansi suatu produk aturan yang dibuat juga ikut memilih apakah produk aturan yang dibuat baik atau tidak secara keseluruhan. Teori formil yang di kemukakan oleh Rick Dickerson telah memilih syarat-syarat biar substansi dari produk aturan yang dibuat menjadi produk aturan yang baik, yaitu : 1) Tuntas mengatur permasalahan; 2) Sedikit mungkin memuat delegasi perundang-undangan; dan 3) Tidak memuat ketentuan pasal yang bersifat lentur atau fleksibel (pasal karet).
              Kelebihan dari penggunaan teori formil dalam pembentukan produk aturan adalah:
1.      Dengan  mengatur secara tuntas permasalahan yang ada, maka tidak akan terjadi kekosongan aturan dikemudian hari.
2.      Dengan sedikit mungkin memuat delegasi perundang-undangan, akan menghindarkan terjadinya tumpang tindih kewenangan dalam menjalankan produk aturan tersebut.
3.      Dengan tidak memuat ketentuan pasal yang bersifat lentur atau pasal karet, maka produk aturan yang dibuat mempunyai daya ikat yang kuat, tidak menimbulkan mutitafsir dan menhindarkan penyalahgunaan ketentuan yang bersifat lentur tersebut.
             
              Sedangkan kekurangan dari teori formil ini ialah bahwa teori formil ini bangkit sendiri artinya teori ini hanya mementingkan substansi atau isi dari produk aturan yang dibuat saja, teori ini tidak memperhatikan bentuk produk aturan yang dibuat sehingga kepastian aturan dan kekuatan mengikatnya akan ditentukan oleh bentuk dari produk aturan tersebut.
              Menurut Lon Fuller, ada 8 prinsip legalitas yang harus diikuti dalam membuat aturan mencakup :[5]
1.      Harus ada peraturannya terlebih dahulu;
2.      Peraturan itu harus diumumkan;
3.      Peraturan itu dihentikan berlaku surut;
4.      Perumusan peraturan harus sanggup dimengerti oleh rakyat;
5.      Hukum dihentikan meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin;
6.      Diantara sesama peraturan dihentikan terdapat kontradiksi satu sama lain;
7.      Peraturan harus tetap dan dihentikan sering diubah-ubah;
8.      Harus terdapat kesesuaian antara tindakan para pejabat aturan dengan peraturan yang telah dibuat.
                 
              Oleh lantaran itu, dalam membentuk suatu produk aturan harus memperhatikan banyak sekali aspek baik dalam proses pembentukan, perumusan substansi, hingga bentuk produk aturan yang akan dibentuk. Sebab produk aturan merupakan salah satu alat negara untuk mencapai tujuan yang telah di cita-citakan.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
              Kelebihan dari penggunaan teori formil dalam pembentukan produk aturan adalah:
1.      Dengan  mengatur secara tuntas permasalahan yang ada, maka tidak akan terjadi kekosongan aturan dikemudian hari.
2.      Dengan sedikit mungkin memuat delegasi perundang-undangan, akan menghindarkan terjadinya tumpang tindih kewenangan dalam menjalankan produk aturan tersebut.
3.      Dengan tidak memuat ketentuan pasal yang bersifat lentur atau pasal karet, maka produk aturan yang dibuat mempunyai daya ikat yang kuat, tidak menimbulkan mutitafsir dan menhindarkan penyalahgunaan ketentuan yang bersifat lentur tersebut.

              Sedangkan kekurangan dari teori formil ini ialah bahwa teori formil ini bangkit sendiri artinya teori ini hanya mementingkan substansi atau isi dari produk aturan yang dibuat saja, teori ini tidak memperhatikan bentuk produk aturan yang dibuat sehingga kepastian aturan dan kekuatan mengikatnya akan ditentukan oleh bentuk dari produk aturan tersebut.


B.     Saran
                    dalam membentuk suatu produk aturan harus memperhatikan banyak sekali aspek baik dalam proses pembentukan, perumusan substansi, hingga bentuk produk aturan yang akan dibentuk




[1] Esmi Wirasih, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sisologis, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2010, hlm. 35

[2] Esmi Wirasih, Pranata Hukum, Sebuah Telaah SisologisOp.Cit., hlm. 41
[3] Disampaikan oleh Prof. Muchsan dalam  Perkuliahan Politik Hukum Magister Hukum UGM, (Yogyakarta. Jum’at 8 November 2013)

[4] Disampaikan oleh Prof. Muchsan dalam  Perkuliahan Politik Hukum Magister Hukum UGM, (Yogyakarta. Jum’at 15 November 2013)

[5] Lon Fuller, 1971, hlm 38-39, Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, Bandung: Angkasa, 1980, hlm 78 Dalam Esmi Wirasih, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sisologis, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2010, hlm. 82

Sumber http://ziaulmuhammad.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Makalah Kelebihan Dan Kekurangan Penggunaan Teori Formil Dalam Pembentukan Produk Hukum"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel