Makalah Kultur Padi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perjuangan mempertahankan kelangsungan hidupnya, insan berusaha, memenuhi kebutuhan primer yaitu makanan. Dalam sejarah hidup insan dari tahun ketahun mengalami perubahan yang diikuti pula oleh perubahan kebutuhan materi kuliner pokok. Hal ini dibuktikan dibeberapa daerah yang semula kuliner pokoknya ketela, sagu, jagung akhimya beralih makan nasi. Nasi merupakan salah satu materi kuliner pokok yang gampang diolah, mudah disajikan, yummy dan nilai energi yang terkandung didalamnya cukup tinggi sehingga kuat besar terhadap kesehatan.
Padi merupakan materi kuliner yang menghasilkan beras. Bahan kuliner ini merupakan kuliner pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun padi sanggup digantikan oleh kuliner lainnya, namun padi mempunyai nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak sanggup dengan gampang digantikan oleh materi kuliner yang lain.
Padi ialah salah satu materi kuliner yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi badan manusia, alasannya didalamnya terkandung materi yang gampang diubah menjadi energi. Oleh lantaran itu padi disebut juga kuliner energi.
Menurut Collin Clark Papanek, nilai gizi yang diharapkan oleh setiap orang sampaumur ialah 1821 calori yang apabila disetarakan dengan beras maka setiap hari diharapkan beras sebanyak 0,88 kg. Beras mengandung banyak sekali zat kuliner antara lain: karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, bubuk dan vitamin. Disamping itu beras mengandung beberapa unsur mineral antara lain: kalsium, magnesium, sodium, fosphor dan lain sebagainya.
Padi termasuk genus Oryza L yang mencakup lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik menyerupai Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika barat.
Padi yang ada kini ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya tumbuhan padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistim ladang, risikonya orang berusaha memantapkan kuman usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang sanggup tumbuh dengan baik didaerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak diusakan didaerah sub tropika.
1.2 Tujuan
1.2.1 Memperoleh perbanyakkan yang unggul dari tumbuhan padi
1.2.2 Mempeoleh bibit yang mempunyai batang yang kuat dan tidak gampang rebah
BAB II
ISI
Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture ialah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan cuilan tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tumbuhan pada kondisi pengatur tumbuh tumbuhan pada kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut sanggup memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tumbuhan tepat kembali (Gunawan, 1987).
Perbanyakan tumbuhan memakai cuilan jaringan tumbuhan (jaringan akar, tunas, pollen dsb.) menjadi tumbuhan utuh (sempurna) dikondisi invitro (didalam gelas), memakai media buatan yang dilakukan di tempat steri. Kultur jaringan (tissue culture), penanaman sel-sel yang telah diisolasi dari jaringan atau potongan kecil jaringan secara in vitro dalam medium biakan (Gunawan,1987).
Keunggulan bibit hasil kultur jaringan, antara lain (Smith, 2000):
· Identik dengan induknya,
· Massal & irit tempat ,
· Waktu yang relatif singkat, waktu yang relatif singkat,
· Lebih seragam,
· Mutu bibit lebih terjamin
· Kecepatan tumbuh bibit lebih cepat
Padi merupakan tumbuhan pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam
Klasifikasi botani tumbuhan padi ialah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae
Keluarga : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza spp.
Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal ialah O. sativa dengan dua subspecies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan. Varietas padi gogo lokal yang berasal dari Kalimantan yang masih diminati oleh petani lantaran daya adaptifnya yang baik antara lain : varietas Buyung, Cantik, Katumping, Sabai dan Sasak Jalan. Demikian pula di Sumatera varietas lokal menyerupai Arias, Simaritik, Napa, Jangkong, Klemas, Gando, Seratus Malam, dll. Varietas-varietas lokal umumnya selain berumur panjang, potensi hasilnya rendah sekitar 2 ton GKG/ha. Namun kelebihannya varietas lokal mempunyai rasa yummy yang sesuai dengan etnis daerah setempat. Selain itu varietas lokal toleran terhadap keadaan lahan yang marjinal, tahan terhadap beberapa jenis hama dan penyakit, memerlukan masukan (pupuk dan pestisida) yang rendah, serta pemeliharaan gampang dan sederhana.
Varietas unggul padi gogo telah dilepas semenjak tahun 1960-1994. Varietas Danau Atas, Danau Tempe dan Laut Tawar merupakan varietas yang cocok dibudidayakan pada lahan podsolik merah kuning. Varietas Gajah Mungkur dan Kalimutu yang dilepas tahun 1994 cocok dikembangkan pada lahan-lahan kering yang tersebar di tempat Nusa Tenggara.
Padi gogo memerlukan air sepanjang pertumbuhannya dan kebutuhan air tersebut hanya mengandalkan curah hujan. Tanaman sanggup tumbuh pada derah mulai dari daratan rendah hingga daratan tinggi. Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 450 LU hingga 450 LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan animo hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik ialah 200 mm/bulan selama 3 bulan berturut-turut atau 1500-2000 mm/tahun. Padi sanggup ditanam di animo kemarau atau hujan. Pada animo kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di animo hujan, walaupun air melimpah prduksi sanggup menurun lantaran penyerbukankurang intensif. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperature 22-27 derajat C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperature 19-230 C.
Tanaman padi memerlukan penyinaram matahari penuh tanpa naungan. Di Indonesia mempunyai panjang radiasi matahari ± 12 jam sehari dengan intensitas radiasi 350 cal/cm2/hari pada animo penghujan. Intensitas radiasi ini tergolong rendah kalau dibandinkan dengan daerah sub tropis yang sanggup mencapai 550 cal/cm2/hari. Angin kuat pada penyerbukan dan pembuahan tetapi kalau terlalu kencang akan merobohkan tanaman.
Padi gogo harus sanggup tumbuh pada banyak sekali jenis tanah, sehingga jenis tanah tidak begitu kuat terhadap pertumbuhan dan hasil padi gogo. Sedangkan yang lebih kuat terhadap pertumbuhan dan hasil ialah sifat fisik, kimia dan biologi tanah atau dengan kata lain kesuburannya. Untuk pertumbuhan tumbuhan yang baik diharapkan keseimbangan perbandingan penyusun tanah yaitu 45% cuilan mineral, 5% materi organik, 25% cuilan air, dan 25% cuilan udara, pada lapisan tanah setebal 0 – 30 cm. Struktur tanah yang cocok untuk tumbuhan padi gogo ialah struktur tanah yang remah. Tanah yang cocok bervariasi mulai dari yang berliat, berdebu halus, berlempung halus hingga tanah garang dan air yang tersedia diharapkan cukup banyak. Sebaiknya tanah tidak berbatu, kalau ada harus < 50%. Keasaman (pH) tanah bervariasi dari 5,5 hingga 8,0. Pada pH tanah yang lebih rendah pada umumnya dijumpai gangguan kekahatan unsur P, keracunan Fe dan Al. sedangkan bila pH lebih besar dari 8,0 sanggup mengalami kekahatan Zn.
Meningkatnya prasarana yang menunjang dalam usahatani budidaya padi, menyerupai : ketersediaan air yang lebih baik tanggapan perbaikan dan ekspansi irigasi, tersedianya herbisida dengan harga relatif murah, varietas padi modern yang berumur pendek dan naiknya upah tenaga kerja, telah mendorong para petani di Malaysia, Philippina dan Thailand beralih dari padi tapin (tanam pindah) ke sistem padi tabela (tanam benih lansung) (De Datta dan Nanta Somsaran, 1991). Di Indonesia sendiri teknologi tersebut pernah dilakukan pengkajian melalui sistem usahatani berbasis padi dengan alih teknologi padi sistem tabela (Manti, et. al., 1996).
Saat ini varietas –varietas modern yang dibentuk untuk sistem tapin juga digunakan untuk tabela. Varietas-varietas tersebut seringkali berpenampilan sama, tetapi kadang kala memperlihatkan hasil gabah lebih rendah bila ditanam secara tabela (De Datta, Nanta Somsaran, 1991). Dingkuh et al. (1996) mengetengahkan syarat-syarat fundamental tipe tumbuhan untuk sisten tabela, diantaranya adalah, (a) ketegaran bibit (seedling vigor) tinggi, (b) batang kuat (stiff straw) dan (c) daya cengkeram (root an chorage) kuat. Jika varietas padi mempunyai ketiga abjad tersebut dipastikan bahwa varietas tersebut mempunyai sifat tahan rebah.
Penilaian ketahanan terhadap rebah, IRRI telah merekomendasikan kriteria suatu varietas dikatakan tahan dengan memperlihatkan indeks angka dari 0-9. Nilai nol berarti sangat tahan rebah dan nilai 9 ialah sangat rentan terhadap rebah.
Nilai indeks di atas sangat dipengaruhi oleh umur varietas. Pada varietas-varietas umur pendek cenderung lebih gampang rebah daripada varietas-varietas umur panjang, terutama kalau berbunga ketika hujan. Hasil penelitian sangat bervariasi tergantung pada dampak lingkungan. Meskipun kemampuan membedakan secara tepat diharapkan untuk menseleksi tumbuhan tahan rebah, kemampuan menentukan dengan tepat dan cepat yang dimiliki pemulia tumbuhan tidak membantu dalam melaksanakan seleksi ketahanan rebah, kalau lingkungan tumbuh yang diharapkan untuk ekspresinya tidak ada (Allard, 1967).
Untuk itu diharapkan alat bantu seleksi supaya pemulia sanggup melaksanakan seleksi ketahanan rebah. Pengukuran ketahanan rebah yang banyak digunakan ialah mengukur ketahanan pelengkungan (bending resistance) (O’ Toole, 1984), dengan melengkungkan batang setengah jalan, kemudian melepaskannya, dan diukur kecepatan lurus kembali (Jennings, 1979). Dengan cara sederhana ini pemulia dengan gampang dan cepat dalam melakukannya.
Di IRRI, Amanda dan Mac Kill (1988) melaporkan bahwa tumbuhan dengan ketahanan pelengkungan tinggi kurang cenderung rebah dari pada tumbuhan dengan ketahanan pelengkungan rendah. Di samping tinggi tanaman, Wong dan Hoshikawa (1991) dan Okawa dan Ishihara (1993) menyebutkan faktor-faktor lain yang menunjang ketahanan terhadap rebah, antara lain ketebalan kulit batang (straw ring thickness), diameter batang (straw diameter), tingkat penutupan buku batang oleh pelepah daun dan densitas lignin.
Batang besar cenderung mempunyai tangkai malai yang besar, untuk memperkecil rebah dan menyangga malai. Batang yang besar cenderung lebih banyak jaringan pembuluh (vascular bundles) (Vergara et al., 1996). Berdasarkan pertimbangan yang telah diungkapkan, penelitian ini dirancang untuk menseleksi varietas-varietas padi yang berpeluang mempunyai ketahanan rebah (indeks rebah 0 atau 1) dan mempelajari sifat-sifat batang yang sanggup digunakan sebagai kriteria seleksi untuk ketahanan rebah.
BAB III
PENUTUP
Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture ialah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan cuilan tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tumbuhan pada kondisi pengatur tumbuh tumbuhan pada kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut sanggup memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tumbuhan tepat kembali.
Faktor-faktor yang menghipnotis pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur in vitro, diantaranya: faktor genetik, media tumbuh, faktor lingkungan, dan zat pengatur tumbuh. Menurut Wattimena (1992) zat pengatur tumbuh (ZPT) di dalam tumbuhan mengatur pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan pada setiap tingkat pertumbuhan dan perkembangan. Di dalam tumbuhan terdapat fitohormon yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan, serta fitohormon yang menghambat. ZPT akan bekerja secara aditif (sinergis) dengan fitohormon (pendorong) atau antagonis dengan fitohormon yang menghambat. Resultan dari interaksi ini akan tampil dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Gunawan (1988) tumbuhan pada kultur jaringan tidak sanggup menghasilkan karbohidrat sendiri dalam jumlah cukup sehingga perlu diberikan sumber energi karbon dalam media.
Menurut Wattimena, dalam perbanyakan mikro ada dua teknik yang telah dikembangkan untuk memproduksi propagul kentang, yaitu stek mikro dan umbi mikro. Stek mikro berasal dari perbanyakan stek buku tunggal pada media MS tanpa ZPT. Media yang digunakan untuk pengumbian ialah satu macam media (padat atau cair) dan dua macam media (padat-cair atau cair-cair, yang dianjurkan ialah sistem cair-cair.
Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal ialah O. sativa dengan dua subspecies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan.
Padi gogo memerlukan air sepanjang pertumbuhannya dan kebutuhan air tersebut hanya mengandalkan curah hujan. Tanaman sanggup tumbuh pada derah mulai dari daratan rendah hingga daratan tinggi. Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 450 LU hingga 450 LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan animo hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik ialah 200 mm/bulan selama 3 bulan berturut-turut atau 1500-2000 mm/tahun. Padi sanggup ditanam di animo kemarau atau hujan. Pada animo kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di animo hujan, walaupun air melimpah prduksi sanggup menurun lantaran penyerbukankurang intensif. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperature 22-27 derajat C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperature 19-230 C.
Tanaman padi memerlukan penyinaram matahari penuh tanpa naungan. Di Indonesia mempunyai panjang radiasi matahari ± 12 jam sehari dengan intensitas radiasi 350 cal/cm2/hari pada animo penghujan. Intensitas radiasi ini tergolong rendah kalau dibandinkan dengan daerah sub tropis yang sanggup mencapai 550 cal/cm2/hari. Angin kuat pada penyerbukan dan pembuahan tetapi kalau terlalu kencang akan merobohkan tanaman.
Padi gogo harus sanggup tumbuh pada banyak sekali jenis tanah, sehingga jenis tanah tidak begitu kuat terhadap pertumbuhan dan hasil padi gogo. Sedangkan yang lebih kuat terhadap pertumbuhan dan hasil ialah sifat fisik, kimia dan biologi tanah atau dengan kata lain kesuburannya. Untuk pertumbuhan tumbuhan yang baik diharapkan keseimbangan perbandingan penyusun tanah yaitu 45% cuilan mineral, 5% materi organik, 25% cuilan air, dan 25% cuilan udara, pada lapisan tanah setebal 0 – 30 cm. Struktur tanah yang cocok untuk tumbuhan padi gogo ialah struktur tanah yang remah. Tanah yang cocok bervariasi mulai dari yang berliat, berdebu halus, berlempung halus hingga tanah garang dan air yang tersedia diharapkan cukup banyak. Sebaiknya tanah tidak berbatu, kalau ada harus < 50%. Keasaman (pH) tanah bervariasi dari 5,5 hingga 8,0. Pada pH tanah yang lebih rendah pada umumnya dijumpai gangguan kekahatan unsur P, keracunan Fe dan Al. sedangkan bila pH lebih besar dari 8,0 sanggup mengalami kekahatan Zn.
DAFTAR PUSTAKA
Allard,R.W., 1067. Principles of Plant Breeding. John Wiley J. Son. New York.
Amante, M. M. and Mac Kill, D. J., 1988. Performance of rice breeding lines under medium deep water conditions. Int. Rice. Res. News. 13 (5) : 17-18.
De Datta and P.J. Nantansomsaran., 1992. Status and prospects of direct seeded flooded rice in tropical Asia. In : Direct seeded flooded rice in the tropics. IRRI. Los Banos. Laguna.
Dingkuhn M., F.W.T. Penning de Vries, S.K. De Datta and H.H. Van Laar., 1991. Concepts for a new plant type for direct seeded flooded tropical rice. In : Direct seeded flooded rice in the tropics.
Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor
IRRI - International Rice Research Institute. 1988. Standard Evaluation System for Rice. Los Banos. Philippines
Jeinnings, P. R., Coffman, W. R. and Kauffman H. E. 1979. Rice Improvement, International Rice Research Institute. P. 0. Box. 933. Manila Philippines.
Mac Kill, D. J., 1986. Varietal improvement for rainfed lowland rice in south and south east Asia : result of survey. Pages : 115-144 in Progress in rainfed lowland rice. IRRI. Manila. Philippines.
Mac Kill, D. J., W. R. Coffman, and D. P. Garrity., 1996. Rainfed lowland rice improvment. IRRI. Manila. Philippines.
Manti, I, N. Hosen, dan A Taher . 1966. Sutpa Sumatera Barat. Lokakarya Manajemen Peneitian : Analisis Keragaan Pengkajian Teknologi Sistem Usaha Tani Berbasis Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Moentono, M. D., E. Sumadi, M. Suherman, A Somad, dan Toyib, S.M., 1998. Penelitian Perakitan Varietas Padi Sawah untuk Sistem Tabela. Balitpa.
Ookawa,T. And Ishihara K., 1993. Varietal difference of the cell wall components affecting the bending stress of the culm in relation to the locking resistance in paddy rice. Jpn. J. Crop sci. 62:578-384.
0’ Toole, J. C., 1984. Lodging resistance in cereal - review. Mimea available from International Rice Research Institute P. 0. Box 933. Manila. Philippines.
Smith, R.H. 2000. Plant Tissue Culture: Techniques and Experiments. Academic press, London.
Vergara, B. S. , B. Verkateswarlu, M. Janoria, J. K. Ahn, J. K. Kim, dan R. M. Visperas. 1991. Concept for a new plant type for direct seed flooded tropical rice In : Direct seeded flooded rice in the tropics.
Wang, S. B. and Hoshikawa K. 1991. Studies on lodging in rice plants : 2. Morphological characteristics of the stem at the breaking position. Jpn. J. Crop sci. 60 : 506 - 573.
Yong, T. C. 1995. Panicle stability for yield improvement in direct seeded rice. 18th. Advisory Committee Meeting. 12-13 November 1955. IRRI. Philippines.
Sumber http://luqmanmaniabgt.blogspot.com
0 Response to "Makalah Kultur Padi"
Posting Komentar