√ Undang Undang Gula (Suiker Wet)
Undang Undang Gula (Suiker Wet) - Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa tebu dihentikan diangkut ke luar Indonesia, tetapi harus diproses di dalam negeri. Pabrik gula milik pemerintah akan dihapus secara sedikit demi sedikit dan diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta juga diberi kesempatan yang luas untuk mendirikan pabrik gula baru.
Sejak itu Hindia Belanda menjadi negara produsen hasil perkebunan yang penting. Apalagi setelah Terusan Suez dibuka, perkebunan tebu menjadi bertambah luas, dan produksi gula juga meningkat. Terbukanya Indonesia bagi swasta abnormal berakibat munculnya perkebunanperkebunan swasta abnormal di Indonesia ibarat perkebunan teh dan kina di Jawa Barat, perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Timur, perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan perkebunan karet di Serdang. Selain di bidang perkebunan, juga terjadi penanaman modal di bidang pertambangan, ibarat tambang timah di Bangka dan tambang kerikil bara di Umbilin.
Khusus perkebunan di Sumatera Timur yakni Deli dan Serdang, tenaga kerjanya didatangkan dari Cina di bawah sistem kontrak. Dengan hapusnya sistem perbudakan, maka sistem kerja kontrak kelihatan sebagai jalan yang paling logis bagi perkebunan-perkebunan Sumatera Timur, untuk memperoleh jaminan bahwa mereka sanggup memperoleh dan menahan pekerja-pekerja untuk beberapa tahun. Dalam tahun 1888 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan pertama mengenai persyaratan kekerabatan kerja kuli kontrak di Sumatera Timur yang disebut (Koelie Ordonnantie). Koeli Ordonnantie ini, yang mula-mula hanya berlaku untuk Sumatera Timur tetapi lalu berlaku pula di semua wilayah Hindia Belanda di luar Jawa, memberi jaminan-jaminan tertentu pada majikan terhadap kemungkinan pekerja-pekerja melarikan diri sebelum masa kerja mereka berdasarkan kontrak kerja habis.
Di lain pihak juga diadakan peraturan-peraturan yang melindungi para pekerja terhadap tindakan otoriter dari sang majikan. Untuk memberi kekuatan pada peratuan-peraturan dalam Koeli Ordonnantie, dimasukkan pula peraturan mengenai hukuman-hukuman yang sanggup dikenakan terhadap pelanggaran, baik dari pihak majikan maupun dari pihak pekerja. Dalam kenyataan ternyata bahwa bahaya eksekusi yang sanggup dikenakan terhadap pihak majikan hanya merupakan peraturan di atas kertas jarang atau tidak pernah dilaksanakan. Dengan demikian bahaya eksekusi untuk pelanggaran-pelanggaran hanya jatuh di atas bahu pekerja-pekerja perkebunan.
Ancaman eksekusi yang sanggup dikenakan pada pekerja-pekerja perkebunan yang melanggar ketentuanketentuan kontrak kerja lalu populer sebagai poenale sanctie. Poenale sanctie menciptakan ketentuan bahwa pekerja-pekerja yang melarikan diri dari perkebunan-perkebunan Sumatera Timur sanggup ditangkap oleh polisi dan dibawa kembali ke perkebunan dengan kekerasan kalau mereka mengadakan perlawanan. Lain-lain eksekusi sanggup berupa kerja paksa pada pekerja-pekerja umum tanpa pembayaran atau perpanjangan masa kerja yang melebihi ketentuan-ketentuan kontrak kerja.
Pada tamat masa ke -19 di negeri Belanda mulai timbul kontroversi mengenai Poenale Sanctie. Akibatnya pemerintah Hindia Belanda mulai mengadakan usahausaha untuk memperbaiki keadaan di lingkungan para pekerja di Sumatera Timur.
Sekian mengenai Undang-Undang Gula (Suiker Wet) biar ini sanggup bermanfaat.
Sumber http://www.ssbelajar.net/
0 Response to "√ Undang Undang Gula (Suiker Wet)"
Posting Komentar