√ Teori Konflik Dan Kekerasan
Teori Konflik dan Kekerasan - Kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok seringkali dikatakan sebagai bentuk lanjutan dari konflik social yang terjadi di masyarakat. Untuk itu mari kita lihat beberapa teori yang memfokuskan perhatian pada bentuk konflik dan kekerasan ini.
1. Teori Faktor Individual
Menurut beberapa ahli, setiap sikap kelompok, termasuk kekerasan dan konflik selalu berawal dari tindakan perorangan atau individual. Teori ini menyampaikan bahwa sikap kekerasan yang dilakukan oleh individu ialah agresivitas yang dilakukan oleh individu secara sendirian, baik secara impulsif maupun direncanakan, dan sikap kekerasan yang dilakukan secara bersama atau kelompok.
Menurut MacPhail, kekerasan atau kerusuhan missal walaupun terjadi di daerah ramai dan melibatkan banyak orang, namun bantu-membantu hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Tidak semua orang dalam kelompok itu ialah pelaku kerusuhan. Misalnya kerusuhan para suporter sepak bola yang bantu-membantu hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, namun alhasil bisa memengaruhi pihak lain untuk melaksanakan hal serupa.
2. Teori Faktor Kelompok
Teori ini bantu-membantu lahir dari kekurangsepakatan beberapa orang jago terhadap Teori Faktor Individual, sehingga muncullah kelompok jago yang mengemukakan pandangan lain, yaitu individu membentuk kelompok dan tiap-tiap kelompok mempunyai identitas. Identitas kelompok yang sering dijadikan alasan pemicu kekerasan dan konflik ialah identitas rasial atau etnik. Contohnya kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina dan Lebanon, yang dipicu oleh permasalahan rasial dan sedikit berbau agama.
3. Teori Deprivasi Relatif
Teori ini berusaha menjelaskan bahwa sikap bergairah kelompok dilakukan oleh kelompok kecil maupun besar. Para jago menyampaikan bahwa negara yang mengalami pertumbuhan yang terlalu cepat menimbulkan rakyatnya harus menghadapi perkembangan perekonomian masya-rakat yang jauh lebih maju dibandingkan perkembangan ekonomi dirinya sendiri. Keterkejutan ini akan menimbulkan deprivasi relatif. Mengapa? Karena kemampuan setiap anggota masyarakat untuk mengikuti pertumbuhan yang sangat cepat ini berbeda-beda, dan ini akan menjadi awal terjadinya pergolakan sosial yang sanggup berujung pada kekerasan.
4. Teori Kerusuhan Massa
Kemunculan teori ini bantu-membantu untuk melengkapi Teori Deprivasi Relatif yang tidak menyinggung tahapan-tahapan yang menyertai munculnya kekerasan atau konflik. Ahli yang mengemukakan teori ini ialah N.J. Smelser yang menjelaskan tahap-tahap terjadinya kekerasan massa. Menurutnya, ada lima tahapan yang menyertai munculnya kekerasan ini, yaitu sebagai berikut.
a. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan atau kekerasan akhir struktur sosial tertentu, menyerupai tidak adanya kanal yang terperinci dalam masyarakat, tidak adanya media untuk mengungkapkan aspirasi-aspirasi, dan komunikasi antarmereka.
b. Kejengkelan atau tekanan sosial, yaitu kondisi alasannya ialah sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai-nilai dan norma yang sudah dilanggar.
c. Berkembangnya prasangka kebencian yang meluas terhadap suatu target tertentu. Sasaran kebencian ini berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu kejadian tertentu yang mengawali atau memicu suatu kerusuhan.
d. Mobilisasi massa untuk beraksi, yaitu adanya tindakan aktual dari massa dan mengorganisasikan diri mereka untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap tamat dari akumulasi yang memungkinkan pecahnya kekerasan massa. Sasaran aksi ini bisa ditujukan kepada pihak yang memicu kerusuhan atau di sisi lain sanggup dilampiaskan pada objek lain yang tidak ada hubungannya dengan pihak lawan tersebut.
e. Kontrol sosial, yaitu kemampuan pegawanegeri keamanan dan petugas untuk mengendalikan situasi dan menghambat kerusuhan. Semakin berpengaruh kontrol sosial, semakin kecil kemungkinan untuk terjadi kerusuhan.
5. Teori Ideologi
Menurut T.R Gurr, kekerasan yang terjadi di masyarakat sangat dipengaruhi oleh ideologi. Kekerasan yang sangat besar pengaruhnya mungkin saja hanya dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai ideologi berbeda. Perbedaan ideology antarkelompok kecil dalam masyarakat sanggup memunculkan kekerasan, apabila tidak ada media atau wahana yang dipakai untuk menyalurkan kiprah sertanya dalam kelompok yang lebih luas.
6. Teori Cultural Lag
Teori ini dikemukakan oleh William Ogburn dan merupakan modifikasi dari teori perubahan sosial. Cultural lag ialah suatu keadaan tidak adanya sinkronisasi dalam perkembangan suatu kebudayaan, di mana ada aspek yang berkembang sangat cepat, sementara itu ada aspek yang jauh tertinggal. Ketertinggalan aspek yang satu atas aspek yang lain ini terutama dalam hal kebudayaan materiil dengan nonmateriil. Aspek yang berkembang sangat cepat umumnya yang berkaitan dengan budaya materiil atau teknologi. Sedangkan aspek yang tertinggal yang bekerjasama dengan kebudayaan nonmateriil. Karena kebudayaan itu dipandang sebagai kesatuan yang organik, maka cultural lag menimbulkan problem sosial.
7. Teori Disorganisasi Sosial
Menurut teori ini, perubahan sosial akan menimbulkan keretakan sosial yang lama. Keretakan ini merupakan problem sosial, mengingat masyarakat ialah suatu kesatuan yang bersifat organik. Namun demikian, dalam perubahan social itu mungkin terjadi proses reorganisasi sosial dan disorganisasi sosial. Kedua proses itu sukar dipisahkan dan pemisahan keduanya biasanya bersifat normatif. Kaum konservatif memandang perubahan sosial sebagai dis-organisasi sosial yang bisa memunculkan kekerasan dan kerusakan, sedangkan kaum reformis memandang perubahan sosial sebagai reorganisasi sosial.
Versi materi oleh Bondet Wrahatnala
0 Response to "√ Teori Konflik Dan Kekerasan"
Posting Komentar