-->

iklan banner

Ahli Waris Dan Macam-Macamnya

Adapun kriteria sebagai andal waris tercantum didalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171 abjad c , yang berbunyi:
“Ahli waris ialah orang yang pada dikala meninggal dunia memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang lantaran aturan untuk menjadi andal waris.” (Ditbinbapera Islam Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, 1999/2000:81).
Makara berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, andal waris yaitu seseorang yang dinyatakan memiliki hubungan kekerabatan baik hubungan darah (nasab), hubungan lantaran semenda atau perkawinan dan beragama Islam serta tidak terhalang mewarisi ibarat yang disebutkan dalam pasal 173. Meskipun demikian tidak secara otomatis setiap anggota keluarga sanggup mewarisi harta peninggalan pewarisnya, meskipun kriteria dalam pasal 173 telah terpenuhi. Karena ada andal waris yang lebih bersahabat hubungannya dengan si mati dan ada juga yang hubungannya lebih jauh dengan si mati. Dalam hal ini, para andal waris harus mengingat urutannya masing-masing. Dan dalam urut-urutan penerimaan harta warisan seringkali yang bersahabat menghalangi yang jauh, atau ada juga yang bersahabat hubungannya dengan pewaris akan tetapi tidak tergolong sebagai andal waris lantaran dari garis keturunan wanita (dzawil arham). Apabila dicermati, aturan waris Islam membagi andal waris menjadi dua macam, yaitu:
1. Ahli waris nasabiyah, yaitu andal waris yang hubungan kekeluargaannya timbul lantaran adanya hubungan darah. Maka lantaran nasab memperlihatkan hubungan kekeluargaan antara pewaris dengan andal waris.
2. Ahli waris sababiyah, yaitu: hubungan kewarisan yang timbul lantaran karena tertentu:
a. Perkawinan yang sah (al-musoharoh)
b. Memerdekakan hamba sahaya (al-wala’) atau lantaran adanya perjanjian tolong menolong (Ahmad Rofiq, 2001:59).

Macam-macam andal waris sanggup di golongkan menjadi beberapa golongan yang ditinjau dari segi jenis kelaminnya, dan dari segi haknya atas harta warisan. Jika ditinjau dari jenis kelaminnya, maka andal waris terbagi menjadi dua golongan, yaitu andal waris pria dan andal waris perempuan. Dan kalau ditinjau dari segi hak atas harta warisan, maka andal waris terbagi menjadi tiga golongan, yaitu dzawil furudl, ashobah, dzawil arham (Ahmad Azhar Basyir, 2001:34).
Ditinjau dari jenis kelamin andal waris terbagi menjadi dua golongan, yaitu andal waris pria dan andal waris wanita dengan pembagian sebagai berikut:
Ahli waris dari pihak pria ialah:
a. Anak pria (al ibn).
b. Cucu laki-laki, yaitu anak pria dan seterusnya kebawah (ibnul ibn) .
c. Bapak (al ab).
d. Datuk, yaitu bapak dari bapak (al jad).
e. Saudara pria seibu sebapak (al akh as syqiq).
f. Saudara pria sebapak (al akh liab).
g. Saudara pria seibu (al akh lium).
h. Keponakan pria seibu sebapak (ibnul akh as syaqiq).
i. Keponakan pria sebapak (ibnul akh liab).
j. Paman seibu sebapak.
k. Paman sebapak (al ammu liab).
l. Sepupu pria seibu sebapak (ibnul ammy as syaqiq).
m. Sepupu pria sebapak (ibnul ammy liab).
n. Suami (az zauj).
o. Laki-laki yang memerdekakan, maksudnya yaitu orang yang memerdekakan seorang hamba apabila sihamba tidak memiliki andal waris.
Sedangkan andal waris dari pihak wanita adalah:
a. Anak wanita (al bint).
b. Cucu wanita (bintul ibn).
c. Ibu (al um).
d. Nenek, yaitu ibunya ibu ( al jaddatun).
e. Nenek dari pihak bapak (al jaddah minal ab).
f. Saudara wanita seibu sebapak (al ukhtus syaqiq).
g. Saudara wanita sebapak (al ukhtu liab).
h. Saudara wanita seibu (al ukhtu lium).
i. Isteri (az zaujah).
j. Perempuan yang memerdekakan (al mu’tiqah) (Jatimmurah, 2012).
Ditinjau dari segi hak atas harta warisan, maka andal waris terbagi menjadi tiga golongan, yaitu dzaul furudh, ashabah, dzawil arham dengan klarifikasi sebagai berikut:

a. Ahli Waris Dzaul Furudh
1. Ahli waris dengan penggalan tertentu.
Didalam Quran dan hadits Nabi disebutkan bagian-bagian tertentu dan disebutkan pula ahli-ahli waris dengan penggalan tertentu itu. Bagian tertentu itu dalam Quran yang disebut Furudh yaitu dalam bentuk angka pecahan yaitu ½, ¼, 1/8, 1/6, 1/3, dan 2/3. Para andal waris yang menerima berdasarkan angka-angka tersebut dinamai andal waris dzaul Furudh (Amir Syarifuddin, 2004:225).
2. Ahli waris dengan penggalan yang tidak ditentukan.
Dalam aturan kewarisan islam, disamping terdapat andal waris dengan penggalan yang ditentukan atau dzaul furudh yang merupakan kelompok terbanyak, terdapat pula andal waris yang bagiannya tidak ditentukan secara Furudh, baik dalam Quran maupun dalam hadits Nabi. Mereka mendapatkan seluru harta dalam kondisi tidak adanya andal waris dzaudh furudh atau sisa harta sehabis dibagikan terlebih dahulu kepada dzaul furudh yang ada. Mereka menerima penggalan yang tidak ditentukan, terbuka, dalam arti sanggup banyak atau sedikit, atau tidak ada sama sekali.
Dasar aturan andal waris dengan penggalan terbuka ini yaitu firman Allah dalam surah an-Nisa (4) ayat 11 dan 176. Dalam ayat 11 disebutkan adanya hak kewarisan anak laki-laki, namun berapa haknya secara niscaya tidak dijelaskan. Bila ia bersama dengan anak perempuan, yang disebutkan hanyalah perbandingan perolehannya yaitu seorang pria sebanyak hak dua orang anak perempuan. Dapat dipahami dari ketentuan tersebut bahwa bila anak pria bersama dengan anak perempuan, maka mereka mendapatkan seluruh harta bila tidak ada andal waris lain atau mereka akan menerima seluruh harta bila ada andal waris lain yang berhak, lalu hasil yang mereka peroleh dibagi dengan bandingan 2:1. Hal demikian berlaku pula bila anak dari pewaris hanyalah anak pria saja.
Dalam ayat 176 disebutkan hak kewarisan saudara pria dan saudara perempuan. Adapun saudara wanita disebutkan furudhnya yaitu ½ bila sendirian dan 2/3 bila dua orang atau lebih, sedangkan saudara pria sama sekali tidak dijelaskan bagiannya, kecuali hanya bandingannya dengan saudara wanita yaitu dua banding satu.
Dengan klarifikasi di atas sanggup ditetapkan bahwa Hukum Kewarisan Islam mengenal andal waris yang berhak atas seluruh harta bila sendirian atau sisa harta sehabis diberikan lebih dahulu kepada andal waris lain yang terperinci bagiannya. Bagian yang diterimanya bersifat terbuka (Amir Syarifuddin, 2004:230).

b. Ahli Waris Ashabah.
Adanya ketentuan andal waris yang menerima penggalan seluruh harta atau sisa harta secara pembagian terbuka, yang pada umumnya yaitu laki-laki, dikembangkan kepada andal waris pria yang lain yang tidak disebutkan dalan Quran atau hadits Nabi. Anak pria dikembangkan kepada cucu laki-laki, ayah dikembangkan kepada kakek atau kepada paman dan seterusnya anak paman, saudara dikembangkan kepada anak saudara, sampai komplitlah kerabat dalam garis laki-laki.
Kelompok kerabat garis pria ini dalam penggunaan Bahasa Arab biasa disebut ashabah. Oleh lantaran yang berhak atas seluruh harta atau sisa harta itu berdasarkan Ahlu Sunnah intinya yaitu laki-laki, maka untuk selanjutnya kata ashabah itu dipakai untuk andal waris yang berhak atas seluruh harta atau sisa harta sehabis diberikan kepada andal waris dzaul Furudh.
Karena dalam bentuk kewarisan ibarat ini tidak ada penggalan yang tertentu selain dari bandingan bahwa pria memperoleh penggalan dua kali wanita dalam pembagian anak atau saudara, maka pembagian di sini yaitu secara rata-rata.
Oleh lantaran kekerabatan itu bertingkat-tingkat dari segi keutamaannya, maka mustahil dilaksanakan metode bagi rata bagi seluruh tingkat kekerabatan yang berbeda. Maka yang berhak atas sisa harta mustahil terdiri dari dua tingkat yang berbeda. Oleh lantaran itu, ashabah yang berhak atas sisa harta itu hanya terdiri satu selevel saja. Kesimpulan itu mengakibatkan pemikiran perihal keutamaan sebagaimana telah dijelaskan sebelum-nya. Hanya bedanya bahwa keutamaan dalam kedudukan sebagai ashabah tidak mesti menutup andal waris yang keutamaannya berada dibawah, tetapi menggesernya dari kedudukannya sebagai ashabah. Dalam keadaan ini ia hanya berkedudukan sebagai andal waris dzaul furudh. Umpamanya bila ayah bersama anak pria dalam kelompok andal waris, ia tetap berhak atas warisan, tetapi hanya sebagai andal waris dzaul furudh sedangkan yang berhak atas sisa harta dalam keadaan ini yaitu anak laki-laki. Seandainya anak laki-laki, ayahlah yang menjadi andal waris sisa harta.
Ulama golongan Ahlu Sunnah membagi ashabah itu kepada tiga macam yaitu ashabah bi nafsihi, ashabah bi ghairihi, ashabah ma’a ghairihi (Amir Syarifuddin, 2004:231).

c. Ahli Waris Dzaul Arham.
Ahli waris dzaul arham secara etimologi diartikan andal waris dalam hubungan kerabat. Namun pengertian hubungan kerabat itu begitu luas dan tidak semuanya tertampung dalam kelompok orang yang berhak mendapatkan warisan sebagaimana dirinci sebelumnya. Sebelum ini suda dirinci andal waris yang berhak mendapatkan sebagai dzaul furudh dan andal waris ashabah, dengan cara pembagian mula-mula diberikan kepada dzaul Furudh lalu kemudian harta yang selebihnya diberikan kepada andal waris ashabah. Seandainya masi ada harta yang tertinggal, maka kelebihan harta itu diberikan kepada kerabat lain yang belum mendapat. Kerabat lain yang belum menerima itulah yang dinamai andal waris dzaul arham (Amir Syarifuddin, 2004:247).
Bagian-bagian Masing-masing Ahli Waris. Dalam aturan kewarisan banyak mengandung perkara yang sensitif, terutama pada dikala pembagian harta warisan. Karena pada dikala pembagian harta tidak jarang mengakibatkan konflik antar anggota keluarga yang berkepanjangan sampai putusnya tali silaturrahmi. Maka untuk menghindari konflik antar anggota keluarga, aturan kewarisan Islam telah memperlihatkan pedoman-pedoman bagi pelaksanaan pembagian harta waris. Dan dalam pembagian harta waris ini harus dilakukan dengan cermat, penuh kehati-hatian dan seadil-adilnya.
1. Bagian anak pria adalah:
a. Apabila hanya seorang anak pria saja, maka beliau mengambil semua warisan sebagai ashabah, kalau tidak ada andal waris dzawil furudz, namun kalau ada andal waris dzawil furudz maka ia hanya memperoleh ashabah (sisa) sehabis dibagikan kepada andal waris dzwil furudz (ashabah bin nafsih).
b. Apabila anak pria dua orang atau lebih, dan tidak ada anak perempauan, serta andal waris dzwil furudz yang lain, maka ia membagi rata harta warisan itu, namun kalau ada anak perempuan, maka dibagi dua banding satu (ashabah bil ghair), berdasarkan surat an-Nisa’ ayat 11 dan 12.
2. Bagian anak wanita adalah:
a. Seorang anak perempauan menerima 1/2 bagian, apabila pewaris memiliki anak laki-laki.
b. Dua anak perempauan atau lebih, menerima 2/3 bagian, apabila pewaris tidak memiliki anak laki-laki.
c. Seorang anak wanita atau lebih, apabila bersama dengan anak laki-laki, maka pembagiannya dua berbanding satu (anak pria menerima dua penggalan dan anak wanita menerima satu bagian), hal ini berdasarkan firman Allah dalam Surat An-Nisa’ Ayat 11 yang artinya:
“Jika anakmu, yaitu penggalan seorang anak pria sama dengan penggalan dua orang anak perempuan” (Jatimmurah, 2012).

Sumber http://handarsubhandi.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Ahli Waris Dan Macam-Macamnya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel