-->

iklan banner

Makalah Metode Dan Teknik Supervisi



BAB 1
PENDAHULUAN
Lembaga pendidikan sanggup dikategorikan sebagai organisasi nirlaba yang melayani masyarakat. Meski pun sifatnya nirlaba, namun bukan berarti sekolah tidak dituntut untuk terus meningkatkan mutu proses maupun output pendidikannya. Sebaliknya, sekolah sangat diharapkan  benar-benar memer-hatikan mutu, sebab kiprah suci yang diembannya yakni turut mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan kualitas sumber daya insan Indonesia.
            Dalam menjaga mutu proses tersebut, dibutuhkan adanya quality controll yang mengawasi jalannya proses dan segala komponen pendukung- nya. Meski demikian pengawasan mutu dalam dunia pendidikan tentu berbeda dengan peruasahaan yang memproduksi barang/jasa. Sekolah yakni sebuah people changing institution, yang dalam proses kerjanya selalu berhadapan dengan uncertainty and interdependence (McPherson, Crowson and Pitner, 1986: 33-40). Maksudnya prosedur kerja (produksi) di lembaga pendidikan secara teknologis tidak sanggup dipastikan sebab kondisi input dan lingkungan yang tidak pernah sama. Selain itu proses pendidikan di sekolah juga tidak terpisahkan dengan lingkungan keluarga maupun pergaulan penerima didik.
            Dalam situasi demikian, maka pengawasan terhadap sekolah niscaya berbeda model dan pendekatannya. Peran seorang pengawas pendidikan pun tentu berbeda dengan pengawas pada perusahaan produksi. Untuk sanggup melaksanakan tugasnya tersebut pengawas tentu harus menguasai aneka macam prinsip, metode dan teknik supervisi sehingga ia sanggup memilih strategi, pendekatan atau model supervisi yang cocok untuk menuntaskan suatu permasalahan atau program. Materi ini merupakan salah satu materi yang ditujukan bagi supervisor untuk menguasai kompetensi tersebut.



Baca Juga

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Metode Supervisi Pendidikan
1.  Monitoring dan Evaluasi
Metode utama yang mesti dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan dalam supervisi tentu saja yakni monitoring dan evaluasi.
a. Monitoring/Pengawasan
  Monitoring yakni suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah, apakah sudah sesuai dengan rencana, program, dan/atau standar yang telah ditetapkan, serta menemukan hambatan-hambatan yang harus diatasi dalam pelaksanaan agenda (Rochiat, 2008: 115). Monitoring lebih berpusat pada pengontrolan selama agenda berjalan. Melalui monitoring, sanggup diperoleh umpan balik bagi sekolah atau pihak lain yang terkait untuk menyukseskan ketercapaian tujuan. Aspek-aspek yang dicermati dalam monitoring yakni hal-hal yang dikembangan dan dijalankan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Dalam melaksanakan monitoring ini tentunya pengawas harus melengkapi diri dengan parangkat atau daftar isian yang memuat seluruh indikator sekolah yang harus diamati dan dinilai.
Secara tradisional pelaksanaan pengawasan melibatkan tahapan: (a) memutuskan standar untuk mengukur prestasi, (b) mengukur prestasi, (c) menganalisis apakah prestasi memenuhi standar, dan (d) mengambil tindakan apabila prestasi kurang/tidak memenuhi standar (Nanang Fattah, 1996: 102).
b. Evaluasi
                  Kegiatan penilaian ditujukan untuk mengetahui sejauhmana kesuksesan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah atau sejauhmana keber- hasilan yang telah dicapai dalam kurun waktu tertentu. Tujuan penilaian utamanya yakni untuk (a) mengetahui tingkat keterlaksanaan program, (b) mengetahui keberhasilan program, (c) mendapat bahan/masukan dalam perencanaan tahun berikutnya, dan (d) memperlihatkan penilaian (judgement) terhadap sekolah.
2. Refleksi dan Focused Group Discussion
Sesuai dengan paradigma gres administrasi sekolah yaitu pemberdayaan dan partisipasi, maka judgement keberhasilan atau kegagalan sebuah sekolah dalam melaksanakan agenda atau mencapai standar bukan hanya menjadi otoritas pengawas. Hasil monitoring yang dilakukan pengawas hendaknya disampaikan secara terbuka kepada pihak sekolah, terutama kepala sekolah, wakil kepala sekolah, komite sekolah dan guru. Secara tolong-menolong pihak sekolah sanggup melaksanakan refleksi terhadap data yang ada, dan menemukan sendiri faktor-faktor penghambat serta pendukung yang selama ini mereka rasakan. Forum untuk ini sanggup berbentuk  Focused Group Discussion (FGD), yang melibatkan unsur-unsur stakeholder sekolah. Diskusi kelompok terfokus ini sanggup dilakukan dalam beberapa putaran sesuai dengan kebutuhan. Tujuan dari FGD yakni untuk menyatukan pandangan stakeholder mengenai realitas kondisi (kekuatan dan kelemahan) sekolah, serta menentukan  langkah-langkah strategis maupun operasional yang akan diambil untuk memajukan sekolah. Peran pengawas dalam hal ini yakni sebagai fasilitator sekaligus menjadi narasumber apabila diperlukan, untuk memperlihatkan masukan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.
3. Metode Delphi
Metode Delphi sanggup digunakan oleh pengawas dalam membantu pihak sekolah merumuskan visi, misi dan tujuannya. Sesuai dengan konsep MBS, dalam merumuskan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sebuah sekolah harus mempunyai rumusan visi, misi dan tujuan yang terang dan realistis yang digali dari kondisi sekolah, penerima didik, potensi daerah, serta pandangan seluruh stakeholder.
Sejauh ini kebanyakan sekolah merumuskan visi dan misi dalam  susunan kalimat “yang bagus”, tanpa dilandasi oleh filosofi dan penda- laman terhadap potensi yang ada. Akibatnya visi dan misi tersebut tidak realistis, dan tidak memperlihatkan pandangan gres kepada warga sekolah untuk mencapainya.
Metode Delphi merupakan cara yang efisien untuk melibatkan banyak stakeholder sekolah tanpa memandang faktor-faktor status yang sering menjadi kendala  dalam sebuah diskusi atau musyawarah. Misalnya sekolah mengadakan pertemuan bersama antara sekolah, dinas pendidikan, tokoh masyarakat, orang murid dan guru, maka biasanya pembicaraan hanya didominasi oleh orang-orang tertentu yang percaya diri untuk berbicara dalam forum. Selebihnya penerima hanya akan menjadi pendengar yang pasif.
Metode Delphi sanggup disampaikan oleh pengawas kepada kepala sekolah saat hendak mengambil keputusan yang melibatkan banyak pihak. Langkah-langkahnya berdasarkan Gorton (1976: 26-27) yakni seba- gai berikut:
      a. Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami duduk masalah dan hendak dimintai pendapatnya mengenai pengembangan sekolah;
      b.      Masing-masing pihak diminta mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai nama/identitas;
      c.       Mengumpulkan pendapat yang masuk, dan menciptakan daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang beropini sama.
      d.      Menyampaikan kembali daftar rumusan pendapat dari aneka macam pihak tersebut untuk diberikan urutan prioritasnya.
      e.       Mengumpulkan kembali urutan prioritas berdasarkan peserta, dan memberikan hasil tamat prioritas keputusan dari seluruh penerima yang dimintai pendapatnya.
4. Workshop
            Workshop atau lokakarya merupakan salah satu  metode yang sanggup ditempuh pengawas dalam melaksanakan supervisi manajerial. Metode ini tentunya bersifat kelompok dan sanggup melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah. Penyelenggaraan workshop ini tentu diubahsuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan sanggup diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah atau organisasi sejenis lainnya.  Sebagai contoh, pengawas sanggup mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop ihwal pengembangan KTSP, kiprah serta masyarakat, sistem penilaian dan sebagainya.
B. Supervisi Akademik
Di muka telah dijelaskan bahwa supervisi akademik ditujukan untuk membantu guru meningkatkan pembelajaran, sehingga pada balasannya sanggup meningkatkan berguru siswa. Sesuai dengan tujuannya tersebut maka istilah yang sering digunakan yakni supervisi pengajaran (instructional supervision).
Teknik supervisi yang dipandang bermanfaat untuk merangsang dan mengarahkan perhatian guru-guru terhadap kurikilum dan pengajaran. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang bertalian dengan mengajar dan belajar, kemudian untuk menganalisis kondisi-kondisi yang mengelilingi mengejar dan belajar. Tekniksupervisi terdiri dari ; (1) teknik individual, dalam rangka pengembangan proses berguru mengajar mencakup kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, seling mengunjungi kelas, dan menilai diri sendiri; dan (2) teknik supervisi kelompok dalam menbangun staf melipiti pertemuan orientasi bagi guru baru, panitia penyelenggara, rapat guru, studi guru, diskusi sebagai proses kelompok, tukar menukar pengalaman, seminar organisasi jabatan.
Teknik supervisi individual di sini yakni pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada guru tertentu yang mempunyai kasus khusus dan bersifat perorangan. Supervisor di sini hanya berhadapan dengan seorang guru yang dipandang mempunyai duduk masalah tertentu. Teknik-teknik supervisi yang dikelompokkan sebagai teknik individual meliputi: kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan individual, kunjungan antarkelas, dan menilai diri sendiri. Berikut ini dijelaskan pengertian-pengertian dasarnya secara singkat satu persatu.
      a. Kunjungan Kelas
Kunjungan kelas yakni teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah, pengawas, dan pembina lainnya dalam rangka mengamati pelaksanaan proses berguru mengajar sehingga memperoleh data yang dibutuhkan dalam rangka pembinaan guru. Tujuan kunjungan ini yakni semata-mata untuk menolong guru dalam mengatasi kesulitan atau kasus mereka di dalam kelas. Melalui kunjungan kelas, guru-guru dibantu melihat dengan terang masalah-masalah yang mereka alami. Menganalisisnya secara kritis dan mendorong mereka untuk menemukan alternatif pemecahannya. Kunjungan kelas ini bisa dilaksanakan dengan pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dan bisa juga atas dasar permintaan dari guru itu sendiri.

Empat tahap kunjungan kelas. Pertama, tahap persiapan. Pada tahap ini, supervisor merencanakan waktu, sasaran, dan cara mengobservasi selama kunjungan kelas. Kedua, tahap pengamatan selama kunjungan. Pada tahap ini, supervisor mengamati jalannya proses pembelajaran berlangsung. Ketiga, tahap tamat kunjungan.  Pada tahap ini, supervisor bersama guru mengadakan perjanjian untuk membicarakan hasil-hasil observasi, sedangkan tahap terakhir yakni tahap tindak lanjut. Ada beberapa kriteria kunjungan kelas yang baik, yaitu: (1) mempunyai tujuan-tujuan tertentu; (2) mengungkapkan aspek-aspek yang sanggup memperbaiki kemampuan guru; (3) memakai instrumen observasi tertentu untuk mendapat daya yang obyektif; (4) terjadi interaksi antara pembina dan yang dibina sehingga menjadikan perilaku saling pengertian; (5) pelaksanaan kunjungan kelas tidak menganggu proses berguru mengajar; (6) pelaksanaannya diikuti dengan agenda tindak lanjut
      b. Observasi Kelas
Observasi kelas secara sederhana bisa diartikan melihat dan memperhatikan secara teliti terhadap tanda-tanda yang nampak. Observasi kelas yakni teknik observasi yang dilakukan oleh supervisor terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Tujuannya yakni untuk memperoleh data seobyektif mungkin mengenai aspek-aspek dalam situasi berguru mengajar, kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam perjuangan memperbaiki proses berguru mengajar. Secara umum, aspek-aspek yang diamati selama proses pembelajaran yang sedang berlangsung adalah:
      1) usaha-usaha dan kegiatan guru-siswa dalam proses pembelajaran
      2) cara penggunaan media pengajaran
      3) reaksi mental para siswa dalam proses berguru mengajar
      4) keadaan media pengajaran yang digunakan dari segi materialnya.
Pelaksanaan observasi kelas ini melalui beberapa tahap, yaitu: (1) persiapan observasi kelas; (2) pelaksanaan observasi kelas; (3) penutupan pelaksanaan observasi kelas; (4) penilaian hasil observasi; dan (5) tindak lanjut. Dalam melaksanakan observasi kelas ini, sebaiknya supervisor memakai instrumen observasi tertentu, antara lain berupa evaluative check-list, activity check-list.
c. Pertemuan Individual
Pertemuan individual yakni satu pertemuan, percakapan, dialog, dan tukar pikiran antara pembina atau supervisor guru, guru dengan guru, mengenai perjuangan meningkatkan kemampuan profesional guru. Tujuannya adalah: (1) memperlihatkan kemungkinan pertumbuhan jabatan guru melalui pemecahan kesulitan yang dihadapi; (2) berbagi hal mengajar yang lebih baik; (3) memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan pada diri guru; dan (4) menghilangkan atau menghindari segala prasangka yang bukan-bukan.
Swearingen (1961) mengklasifikasi jenis percakapan individual ini menjadi empat macam sebagai berikut
       a. classroom-conference, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di dalam kelas saat murid-murid sedang meninggalkan kelas (istirahat).
       b. office-conference. Yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di ruang kepala sekolah atau ruang guru, di mana sudah dilengkapi dengan alat-alat bantu yang sanggup digunakan untuk memperlihatkan klarifikasi pada guru.
      c. causal-conference. Yaitu percakapan individual yang bersifat informal, yang dilaksanakan secara kebetulan bertemu dengan guru
       d. observational visitation. Yaitu percakapan individual yang dilak- sanakan sesudah supervisor melaksanakan kunjungan kelas atau observasi kelas
Dalam percakapan individual ini supervisor harus berusaha mengem- bangkan segi-segi kasatmata guru, mendorong guru mengatasi kesulitan-kesulitannya, dan memperlihatkan pengarahan, hal-hal yang masih mencurigai sehingga terjadi kesepakatan konsep ihwal situasi pembelajaran yang sedang dihadapi.
d. Kunjungan Antar Kelas
Kunjungan antarkelas sanggup juga digolongkan sebagai teknik supervisi secara perorangan. Guru dari yang satu berkunjung ke kelas yang lain dalam lingkungan sekolah itu sendiri. Dengan adanya kunjungan antarkelas ini, guru akan memperoleh pengalaman gres dari sobat sejawatnya mengenai pelaksanaan proses pembelajaran pengelolaan kelas, dan sebagainya.
Agar kunjungan antarkelas ini betul-betul bermanfaat bagi pengembangan kemampuan guru, maka sebelumnya harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh supervisor apabila memakai teknik ini dalam melaksanakan supervisi bagi guru-guru.
       a. Guru-guru yang akan dikunjungi harus diseleksi dengan sebaik-baiknya. Upayakan mencari guru yang memang bisa memperlihatkan pengalaman gres bagi guru-guru yang akan mengunjungi.
       b. Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi.
       c. Sediakan segala kemudahan yang dibutuhkan dalam kunjungan kelas.
       d. Supervisor hendaknya mengikuti agenda ini dengan cermat. Amatilah apa-apa yang ditampilkan secara cermat, dan mencatatnya pada format-format tertentu.
       e. Adakah tindak lanjut sesudah kunjungan antarkelas selesai. Misalnya dalam bentuk percakapan pribadi, penegasan, dan pemberian tugas-tugas tertentu.
       f. Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru bersangkutan, dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi yang dihadapi.
       g. Adakan perjanjian-perjanjian untuk mengadakan kunjungan antar kelas berikutnya.
e.  Menilai Diri Sendiri
Menilai diri sendiri merupakan satu teknik individual dalam supervisi pendidikan. Penilaian diri sendiri merupakan satu teknik pengembangan profesional guru (Sutton, 1989). Penilaian diri sendiri memperlihatkan informasi secara obyektif kepada guru ihwal peranannya di kelas dan memperlihatkan kesempatan kepada guru mempelajari metoda pengajarannya dalam mensugesti murid (House, 1973). Semua ini akan mendorong guru untuk berbagi kemampuan profesionalnya (DeRoche, 1985; Daresh, 1989; Synder & Anderson, 1986).
Nilai diri sendiri merupakan kiprah yang tidak gampang bagi guru. Untuk mengukur kemampuan mengajarnya, di samping menilai murid-muridnya, juga menilai dirinya sendiri. Ada beberapa cara atau alat yang sanggup digunakan untuk menilai diri sendiri, antara lain sebagai berikut.

-          Suatu daftar pandangan atau pendapat yang disampaikan kepada murid-murid untuk menilai pekerjaan atau suatu aktivitas. Biasanya disusun dalam bentuk pertanyaan baik secara tertutup maupun terbuka, dengan tidak perlu menyebut nama.
-          Menganalisa tes-tes terhadap unit kerja.
-          Mencatat kegiatan murid-murid dalam suatu catatan, baik mereka bekerja secara perorangan maupun secara kelompok.
Teknik supervisi kelompok yakni satu cara melaksanakan agenda supervisi yang kebutuhan, mempunyai kasus atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi. Ada empat teknik supervisi kelompok, sebagai berikut;
a. Mengadakan pertemuan atau rapat (metting)
Fungsi komunikasi dalam administrasi sekolah mdapat terealisasi dengan baik hanya apabila masing-masing warga sekolah mem[unyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapat, dan segala informasi yang ada sanggup dengan segera hingga ke semua warga dengan cepat, dan dengan isi yang sempurna pula. Seorang kepala sekolah yang memenuhi fungsinya dengan baik, fungsi pengarahan(directing), pengkoordinasian (coordinating) dan pengkomunikasian (communicating), dan staf TU secara rutin, tentu saja beberapa waktu jarak antara pertemuan tergantung dari pertimbangan dan kepentingansekolah masing-masing.
b. Mengadakan diskusi kelompok
Seperti sudah dikemukakan pada pecahan terdahulu, diskusi kelompok ini sangat baik dilakukan sebagai metode untuk mengumpulkan data. Meskipun sudah dikelompokan dalam wawancara tersebut sanggup digabung atau dikombinasikan dengan kelompok diskusi. Diskusi kelompok sanggup juga digunakan untuk mempertemukan pendapat antar pemimpin dalam bentuk pertemuan khusus antar staf pemimpin saja. Barangkali juga sekolah sanggup mengadakan semacam pertemuan khusus yang dihadiri oleh guru-guru mata pelajaran tertentu, atau kelompok dengan kiprah khusus, contohnya panitia pembangunan. Didkusi kelompok sanggup diselenggarakan dengan mengundang atau mengumpulkan guru-guru bidang studi sejenis atau yang berlainan sesuai dengan keperluannya.
c. Mengadakan penataran-penataran
Salah satu wadah untuk meningkatkan kemampuan guru dan staf sekolah yakni penataran. Dalam penjabaran pendidikan, penataran dikategorikan sebagai in-service training, sebagai jenis lain dari preservice training, yang merupakan pendidikan sebelum yang bersangkutan diangkat jadi pegawai yang resmi. Peraturan semacam ini sanggup dilakukan di sekolah sendiri dengan mengundang narasumber, tetapi sanggup siselenggarakan bersama antar beberapa sekolah, bila diinginkan biaya yang lebih irit.
d. Seminar
Sejak diberlakukan kenaikan pangkat dengan jabatan fungsional, banyak guru yang membutuhkan akta yang sanggup diakui sebagai angka kredit. Apabila tujuannya hanya mencari sertifikat, dan sesudah mendaftar kemudian tidak mendatangi seminarnya dan hanya titip sobat untuk mengembalikan sertifikatnya, itu bukanlah tindakan yang terpuji. Cara yang baik dalam mengikuti agenda seminar adalah apabila dilakukandengan sungguh-sungguh, serius, dan cermat mengikuti persentasi dan agenda tanya jawab.











BAB III
PENUTUPAN

Supervise yakni kegiatan yang bersifat membina dan memperlihatkan bantuan, sehingga “alam” yang tercipta di dalamnya harus mendukung terjadunya kegiatan yang betul-betul mencapat tujuannya.
Metode supervisi:
-          Mentoring dan Evaluasi
-          Refleksi dan Focused Group Discussion (FGD)
-          Metode Delphi
-          Workshop
Teknik Sepervisi:
1. Teknik Perseorangan
-          Kunjungan kelas
-          Observasi kelas
-          Pertemuan individual
-          Kunjungan antar kelas
2. Teknik Supervisi Kelompok
-          Mengadakan Pertemuan atau Rapat (meeting)
-          Mengadakan Diskusi Kelompok
-          Mengadakan Penataran-penataran
-          Seminar









Daftar Pustaka

Suharsimi Arikunto 2004, Dasar-dasar Supervisi. Jakarta. Pt Rideka Cipta.
Syaiful sagala. 2009. Administrasi Pendidikan Kontomporer. Alfabeta. Bandung.


Sumber http://luqmanmaniabgt.blogspot.com

Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Makalah Metode Dan Teknik Supervisi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel