-->

iklan banner

Pasang Surut


ACARA V
PASANG SURUT

I.              TUJUAN
Mengukur pasang surut air laut.
II.           ALAT DAN BAHAN
1.    Alat pertukangan ( palu, kayu)
2.    Bambu seperlunya
3.    Karung beras plastik
4.    Palem pasut yaitu papan kayu dengan panjang 4 meter, lebar 15 cm dan tebal 3 cm yang berskala tiap 20 cm
5.    Papan kayu 15 cm dan panjang 3 meter
6.    Tali nylon
III.        PROSEDUR KERJA
Metode Tide Pole ( Palem Pasut )
Metode yang digunakan untuk mengukur pasang surut yaitu dengan Tide Pole yang merupakan alat pengukur pasut yang paling sederhana yang berupa papan dengan tebal 1 – 2 inci dan lebar 4 – 5 inci. Sedangkan panjangnya harus lebih dari tunggang pasut. Dimana pemasangan tide pole ini haruslah pada kondisi muka air terendah (lowest water) skala nolnya masih terendam air, dan ketika pasang tertinggi skala terbesar haruslah masih terlihat dari muka air tertinggi (highest water). Dengan demikian maka tinggi rendahnya muka air bahari sanggup kita ketahui dengan melihat memakai teropong atau melaksanakan pengamatan secara pribadi mendekati pelem pasuttersebut, kita sanggup mengetahui contoh pasang surut pada suatu kawasan pada waktu tertentu.Lokasi pemasangan palem pasut harus berada pada lokasi yang kondusif dan gampang terlihat dengan jelas, tidak bergerak-gerak akhir gelombang atau arus laut. Tempat tersebut tidak pernah kering pada ketika kedudukan air yang paling surut. Oleh lantaran itu panjang rambu pasut yang digunakan sangat tergantung sekali pada kondisi pasut air bahari di tempat tersebut. Pada prinsipnya bentuk rambu pasut hampir sama dengan rambu digunakan pada pengukuran sifat datar (leveling). Perbedaannya hanya dalam mutu rambu yang dipakai. Mengingat serpihan bawah palem pasut harus dipasang terendam air laut, maka palem dituntut pula harus terbuat dari materi yang tahan air laut. Biasanya titik nol skala rambu diletakkan sama dengan muka surutan setempat, sehingga setiap ketika tinggi permukaan air bahari terhadap muka surutan tersebut atau kedalaman bahari sanggup diketahui menurut pembacaan pada rambu.
Pencatatan data pasut :
1.    Mengamati tinggi air yang dilaksanakan setiap 5 menit sekali dengan memakai palem.
2.    Mencatat data pasut dilakukan dengan membaca ketinggian permukaan air yang ditunjukan oleh skala palem.
IV.        KAJIAN TEORI
A.       Pengertian Pasang Surut Air Laut
            Pasang bahari ialah naik atau turunnya posisi permukaan perairan atau samudera yang disebabkan oleh efek gaya gravitasi bulan dan matahari. Ada tiga sumber gaya yang saling berinteraksi: laut, matahari, dan bulan. Pasang bahari mengakibatkan perubahan kedalaman perairan dan mengakibatkan arus pusaran yang dikenal sebagai arus pasang, sehingga asumsi insiden pasang sangat dibutuhkan dalam navigasi pantai. Wilayah pantai yang terbenam sewaktu pasang naik dan terpapar sewaktu pasang surut, disebut mintakat pasang, dikenal sebagai wilayah ekologi laut yang khas. Periode pasang bahari ialah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Panjang periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit.
Karena sifat pasang surut yang periodik, maka ia sanggup diramalkan. Untuk sanggup meramalkan pasang surut, dibutuhkan data amplitudo dan beda fasa dari masing-masing komponen pembangkit pasang surut. Seperti telah disebutkan di atas, komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan harian. Namun demikian, lantaran interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai, superposisi antar komponen pasang surut utama, dan faktor-faktor lainnya akan mengakibatkan terbentuknya komponen-komponen pasang surut yang baru.
Gelombang–gelombang bahari yang paling panjang ialah yang berafiliasi dengan pasang surut, dan dikarakterisasi oleh naik dan turunnya permukaan bahari yang berirama sesudah periode beberapa jam. Pasang naik biasanya disebut sebagai aliran/flow (atau flood), sedangkan sedangkan pasang turun dinamakan (ebb). Istilah surut dan fatwa pada pasang surut juga biasa digunakan untuk mengartikan arus – arus pasang itu sendiri (dan, tentu saja, pasang ‘flood’ lebih sering digunakan daripada ‘aliran/flow’). Dari awal mulanya telah diketahui bahwa ada hubungan antara pasang surut dengan matahari dan bulan. Pasang surut dalam keadaan tertinggi pada ketika bulan purnama atau baru, dan waktu – waktu pasang surut yang tinggi pada lokasi tertentu sanggup diperkirakan (tapi tidak sempurna sekali) dihubungkan dengan posisi bulan di langit. Karena pergerakan relatif bumi, matahari, bulan cukup rumit, maka mengakibatkan efek mereka akan insiden pasang surut menghasilkan contoh – contoh kompleks yang sama. Meskipun begitu, jarak gaya – gaya yang ditimbulkan oleh pasang surut sanggup dirumuskan dengan tepat, walaupun respon lautan atas gaya – gaya ini dimodifikasi oleh imbas – imbas permanen topografi dan imbas sementara dari contoh – contoh cuaca (Dr. Agus Supangat, Pengantar Oseanografi. ITB).
B.       Tenaga Penggerak Pasang Surut
            Pasang surut terutama dihasilkan oleh adanya gaya tarik-menarik antara dua tenaga yang terjadi di lautan. Gaya-gaya tersebut ialah gaya sentrifugal bumi dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan dan matahari. Gaya sentrifugal ialah dorongan ke arah luar sentra rotasi bumi yang besarnya kurang lebih sama dengan tenaga yang ditarik ke permukaan bumi. Gaya sentrifugal lebih besar lengan berkuasa pada daerah-daerah yang terletak akrab dengan bulan. Gaya gravitasi bervariasi secara pribadi dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Jadi, Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut bahari lantaran jarak bulan lebih akrab daripada jarak matahari ke bumi.
Gaya tarik gravitasi menarik air bahari ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) massa air. Lintang dari bulge pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. Bulge pertama terbentuk pada serpihan bumi yang terletak paling akrab dengan bulan lantaran gaya gravitasi bulan yang relatif besar lengan berkuasa menarik massa air. Bulge kedua terletak paling jauh dengan bulan. Hal ini terjadi lantaran gaya gravitasi bulan sangat lemah dibanding dengan gaya sentrifugal bumi sehingga massa air terdorong keluar oleh gaya sentrifugal bumi. Dua tonjolan massa air ini merupakan kawasan yang mengalami pasang tertinggi. Akibat dari rotasi bumi, maka tempat-tempat yang mengalami pasang tertinggi akan bergerak bergantian secara perlahan. Gravitasi matahari juga turut menghipnotis pasang surut, walaupun kontribusinya hanya sekitar 47% dari tenaga gravitasi bulan. Selain itu, pasang surut juga dipengaruhi oleh revolusi bulan terhadap bumi dan revolusi bumi terhadap matahari serta faktor-faktor non astronomi ibarat perairan semi tertutup, garis pantai dan topografi dasar perairan.
C.       Pengaruh Gravitasi Bulan Terhadap Pasang Surut
       Berdasarkan faktor pembangkitnya, pasang surut sanggup dibagi dalam dua tipe yaitu: pasang purnama (pasang besar, spring tide) dan pasang perbani (pasang kecil, neap tide).
1.    Spring Tides
Pasang bahari purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis lurus. Pada ketika itu akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang bahari purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.
2.    Neap Tides
Pasang bahari perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus. Pada ketika itu akan dihasilkan pasang naik yang rendah dan pasang surut yang tinggi. Pasang bahari perbani ini terjadi pada ketika bulan seperempat dan tigaperempat.
            Type
            Perairan bahari menawarkan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang sanggup diketahui, yaitu :
1.    Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi dilaut sekitar katulistiwa. 
2.    Pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3.    Pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jikalau deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
D.       Pengaruh Revolusi Bulan Terhadap pasang Surut
       Bulan mengitari bumi bukan berbentuk bundar dengan jari-jari yang konstan tetapi berbentuk elips (ada yang terjauh dan ada jarak terpendek). Jarak panjang dan pendeknya pun tidak konstan. Akibatnya ukuran penampakan bulan pada ketika purnama Apogee (jarak terjauh) dan Perigee (jarak terdekat) tidaklah sama. Bulan purnama kali ini akan memperlihatkan ukuran bulan yang paling besar di tahun 2007 ini, lantaran jaraknya merupakan jarak terpendek tahun ini. Jarak rata-rata Bumi-Bulan ialah 384401 km. Pada ketika Perigee nanti jaraknya hanya 356754 km (sumber Fourmilab).
Jarak bumi bulan ini memang berulang-ulang demikian juga bulan purnama, demikian juga pergerakan bulan, bintang dll. Namun periodisitas ini tidaklah semudah dirumuskan dengan matematika biasa. Karena eksentrisitasnya, maka pergerakan bulan, matahari, bumi dan bintang-bintang ini perlu diamati tidak sekedar dihitung.



V.           HASIL
Palem pasut yaitu papan kayu dengan panjang  PASANG SURUT
Gambar 5.1. Proses pengukuran pasang surut laut
Waktu : dimulai dari pukul 11:05 WITA
Setiap 5 menit
11:05 WITA : 40 cm
11:10 WITA : 49 cm
11:15 WITA : 15 cm
11:20 WITA : 40 cm
11:25 WITA : 45 cm
VI.        PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yang dilakukan ialah mengukur pasang surut air laut. Pengukuran ini dilakukan oleh beberapa orang yang pribadi mengukur di lautan. Pengukuran pasang surut air bahari ini dilakukan mulai dari pukul 11:05 WITA hingga dengan selesai lantaran percobaan ini dilakukan sebanyak 5 kali dengan selisih waktu 5 menit. Pada waktu yang pertama pengukuran pasang surut didapatkan 40 cm. Setelah pasut pertama ditemukan, dengan tetap selang waktu 5 menit dilanjutkan dengan pengukuran pasut kedua pada pukul 11:10, yang kesannya ialah 49 cm. Kemudian untuk pasang surut air bahari yang ke tiga didapatkan 15 cm pada pukul 11:15 WITA. Pengukuran pasut berlanjut ke empat, pada waktu pukul 11:20 didapatkan pasut air bahari sekitar 40 cm. Dengan selang waktu 5 menit dari waktu-waktu sebelumnya pada pengukuran terakhir/ke lima (pukul 11:25) ini pula dilakukan dan kesannya ialah 45 cm. Dalam proses pengukuran gelombang ini juga bervariasi lantaran adanya faktor angin.

VII.     KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum wacana pasang surut air bahari didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1.    Pasang surut sangat dipengaruhi oleh gravitasi bulan dan matahari.
2.    Pasang surut disuatu tempat berubah-ubah dari waktu ke waktu walaupun dengan selang waktu yang sama.
3.    Waktu-waktu pasang surut  yang tinggi pada lokasi tertentu sanggup diperkirakan yaitu dihubungkan dengan posisi bulan dilangit ( tapi tidak sempurna sekali).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. arus-laut. http://thebloghub.com/pages/Aku-Cinta-Bahari/arus         laut. Diakses hari kamis/2014/01/02.
Anonim, 2010. Praktikum-oseanografi.          http://dhamadharma.wordpress.com/2010/10/07/laporan-praktikum-            oseanografi-    fisika/ diakses hari kamis/2014/01/02.
Effendie. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan             perairan. Kanisius.:Jogjakarta
Gunawan, Totok, dkk. (2005) Pedoman Survei Cepat Terintegrasi Wilayah            Kepesisiran. Badan Penerbit Dan Percetakan Fakultas Geografi Ugm:   Yogyakarta.
Hutabarat, Sahala Dan Stewart M Evans. 1985. Pengantar Oseanografi.     Universitas Indonesia: Jakarta.
M. Ghufra H. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan, Bhnineka Cipta : Jakarta.
Nontji, Anugerah, Dr. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta
Supangat, Agus. (2000) Pengantar Oseanografi, ITB : Bandung.
Triatmadja , Radianta. 2010. Teknik Pantai. http://elisa.ugm.ac.id/ teknik pantai.
Wibisono, M.S. (2005) Pengantar Ilmu Kelautan, Grasindo : Jakarta


Sumber http://hendrilune.blogspot.com/

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Pasang Surut"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel