-->

iklan banner

√ Sejarah Sosial

Versi materi oleh Marwan S


Sejarah sosial yaitu sejarah wacana masyarakat. Menurut pendapat sejarawan Belanda, P.J Blok, bahwa sejarah sosial ialah the history of the people. Ia mengkaji mengenai pola-pola kebudayaan masyarakat manusia, terutama yang memperlihatkan aspek-aspek sosial di dalamnya. Antara aspek-aspek yang termasuk dalam bidang ini mencakup kebudayaan, kesenian, kesusastraan, agama, ekonomi, pendidikan, perundangan, pemikiran, keluarga, perempuan, etnik, dan sebagainya. Masyarakat dilihat sebagai suatu keseluruhan, sebagai bentukan sosial atau sebagai struktur dan proses. Bagaimanakah suatu struktur masyarakat berubah dalam suatu kurun waktu tertentu, merupakan kajian sejarah sosial. Berbagai aspek kehidupan bisa dilihat sebagai penggalan dari kenyataan sosial hidup manusia.

Nana Supriatna (1997), mengemukakan bahwa sejarah sosial merupakan sejarah yang mengkaji masalah-masalah sosial ibarat kemiskinan, kelaparan, kebodohan, keterbelakangan dan kemerosotan moral. Masalah-masalah yang bekerjasama dengan kepincangan-kepincangan dalam pengadaan pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan pendidikan menjadi fokus kajian sejarah sosial. Demikian juga dengan masalah-masalah yang bekerjasama dengan perubahan sosial, perubahan tata nilai, agama dan tradisi kebudayaan yang juga ikut kuat terhadap timbulnya persoalan sosial.


Dengan demikian sejarah sosial merupakan suatu kajian sejarah tidak hanya menyoroti persoalan kontradiksi atau gerakan sosial, melainkan aneka macam fenomena yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Kelahiran sejarah social pada mulanya merupakan respon terhadap penulisan sejarah yang lebih menekankan pada pendekatan politik. Maksud dari pendekatan ini yaitu sejarah yang hanya menampilkan “orang-orang” besar, contohnya para raja, penguasa, negara, kerajaan, dan lain-lain. Pendekatan yang bersifat politik memperlihatkan kesan bahwa “orang-orang besarlah” yang berperan dalam sejarah. “Orang-orang kecil” dianggap kurang penting dalam sejarah.

Sartono Kartodirdjo (1993) memperlihatkan citra yang lebih terang mengenai tipologi gerakan sosial, yaitu:

1. Gerakan Millenarianisme merupakan gerakan petani yang mengharapkan kehidupan yang lebih baik pada masa yang akan datang. Mereka yakin bahwa gerakannya akan berhasil, maka akan tercipta perdamaian dan kebahagiaan yang tepat bahwa akan tercipta negara yang maju adil dan makmur yang berada di bawah kepemimpinan yang adil dan jujur percaya ramalan Jayabaya yang kelak akan tercipta negara yang kondusif dan makmur di bawah seorang ratu adil yang akan membebaskan para petani dari segala penderitaan yang dialami sekarang.

2. Gerakan mesianisme merupakan gerakan petani yang memperjuangkan datangnya seorang juru selamat, ratu adil yang akan menegakkan keadilan dan perdamaian dalam sebuah negara yang makmur dipengaruhi oleh mitos Jawa wacana munculnya ratu adil yang merupakan raja kebenaran, yang akan membebaskan rakyat dari segala penyakit, kelaparan dan setiap jenis kejahatan yang percaya kedatangan raja yang adil ini ditandai dengan tragedi alam, menurunnya martabat, kemelaratan, dan penderitaan.

3. Gerakan nativisme merupakan gerakan petani yang menginginkan bangkitnya kejayaan masa lampau yang dipimpin oleh raja yang adil dan memperhatikan kesejahteraan rakyat. Gerakan ini lebih kepribumian dengan menginginkan tampilnya seorang pribumi sebagai penguasa yang adil ibarat terjadi pada masa sebelum datangnya penjajah.

4. Gerakan fisabilillah/perang jihad dimana unsur Islam menjadi dasar bagi gerakan radikalisme agraria. Motivasi untuk membuat kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang menurut pemikiran agama Islam serta mengusir penjajah aneh yang kafir. Gerakan ini sangat radikal lantaran selalu mengantagoniskan lawan sebagai musuh yang bertentangan dengan pemikiran Islam. Gerakan ini yakin bahwa apabila mereka mati dalam perlawanan terhadap penguasa kafir maka kelak mereka akan mati syahid dan masuk syurga.


Michael Adas (1988) mengemukakan bahwa terjadinya gerakan sosial itu disebabkan oleh:

1. Adanya ketidakpuasan yang timbul dari pengalaman pribadi dan dendam partisipan yang dihasilkan oleh kondisi kehidupan mereka sehari-hari (dianalisis dengan teori deprivasi relatif) yaitu adanya persepsi atas penyimpangan antara impian dan kapasitas ini menjadikan deprivasi perasaan (sense of deprivation) yang secara relatif dan kolektif telah dialami yang membandingkan status dan kemampuan mereka satu sama lain terhadap orang-orang yang ada pada zaman sebelumnya sehingga tercipta standar gres yang menimbulkan tekanan dan keputusasaan yang berat dan merata sehingga timbul gerakan protes kolektif yang direncanakan untuk memperbaiki ketegangan dengan menutup kesenjangan antara pengharapan partisipan dan kapasitas mereka. Tuntutan ekonomi sebagai sentra dalam satu kasus, tetapi bahaya terhadap kepercayaan keagamaan/status sosial pun penting.

2. Adanya birokrasi kolonial dan pergantian di kalangan elit yaitu persoalan keabsahan sebagai dampak manajemen kolonial yang meluas jauh di luar efek yang paling kasatmata terhadap para pemimpin pribumi pada tingkat yang berbeda-beda.

3. Adanya Pergantian kekuasaan, legitiminasi dan deprivasi relatif yaitu munculnya perasaan terdeprevisasi secara cepat dirasakan oleh kelompokkelompok elit yang digantikan kekuasaan atau dipilih kembali sekadar sebagai pemanis bagi biro kolonial yang menggantikan dan merampas kekuasaan mereka.

4. Adanya paksaan bagi koloni untuk membayar tanah, buruh dan pajak yang disebabkan lantaran pembentukan sistem administratif dan aturan colonial yang merupakan respon dari kebutuhan kapitalisme Laissez-Faire sangat penting bagi tujuan memaksa koloni untuk membayar salah satunya dengan tanam paksa.

5. Adanya pemerasan, pertikaian etnik dan deprivasi relatif. Gerakan revolusioner yang disebabkan lantaran terjadinya penindasan yang kejam dan kemiskinan yang menghimpit tidak selalu menggerakkan orang untuk memberontak lantaran potensi protes sosial dengan kekerasan lebih bekerjasama dengan defrivasi relatif daripada absolut. Penguasa colonial Eropa, melalui pengunaan kekuasaan militer dan teknologi komunikasi yang lebih unggul sanggup meningkatkan aneka macam tuntutan yang dibebankan kepada rakyat petani dalam bentuk jasa buruh dan sejumlah produk. Di bawah pemerintahan kolonial kerangka pemikiran ekonomi yang berorientasi swasembada dipertahankan dan orang Eropa selalu bertindak secara tidak eksklusif melalui mediator orang pribumi non-Eropa dan imigran.

Sumber http://www.ssbelajar.net/

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "√ Sejarah Sosial"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel