Sepatu Untuk Milea
Anak wanita dengan warna seragam yang mulai memudar itu melangkah pelan. Rambutnya yang dikuncir kuda bergoyang-goyang mengikuti irama langkah kakinya. Tas bergambar Barbie yang sudah lama tersampir dipundaknya.
Milea, anak wanita itu, melompati sebuah kubangan air. Kemarin hujan turun sangat deras, menciptakan jalanan sepanjang gang sempit itu becek dan penuh kubangan berisi air berwarna coklat. Sekali lagi, Milea melompati kubangan, sandal lusuh yang ia gunakan, sekarang telah penuh lumpur. Milea bersekolah memakai sandal jepit. Ia telah menerima teguran beberapa kali oleh Bu Guru, tapi tetap saja Milea tiba dengan memakai sandal jepit keesokan harinya. Bukannya Milea tidak mendengarkan perkataan Bu Guru, tapi uang ayah tidak pernah cukup untuk membeli sepasang sepatu hitam bekas.
Waktu sudah menawarkan jam 12 siang, saatnya belum dewasa Sekolah Dasar kembali ke rumah masing-masing. Termasuk Milea, gadis yang duduk di kelas empat itu gres saja pulang dari sekolahnya. Melewati gang sempit yang berbau pesing sudah menjadi kebiasaan Milea. Ia akan mampir ke warung Bi Eem terlebih dahulu, untuk mengambil hasil jualannya yang ia titipkan.
“Bi Eem, ini Milea!” seru anak wanita itu sambil meloncat-loncat berusaha mengintip apa yang ada dibalik etalase.
Tak berapa lama, terdengar bunyi sahutan dari dalam. “Oh, Milea, ya? Jualanmu tadi cuma terjual sepuluh, kata orang-orang mereka bosan sama jajanan yang kau jual.”
Bi Eem menyerahkan uang kepada Milea tanpa mempedulikan perasaan gadis cilik itu. “Juga, warung aku tampaknya sudah mulai penuh deh, jadi sementara waktu jajananmu enggak sanggup dititipin ke saya.”
Milea yakin itu hanya alasan Bi Eem, tapi ia hanya mengangguk dan pamit pergi tanpa banyak komentar. Gadis dengan lesung pipi itu menghela napas, pikirannya melayang ke mana-mana. Sebuah ember besar berisi sisa gorengan itu sekarang berada dalam genggaman Milea.
Hingga akibatnya Milea hingga di rumah. Rumah itu hanya sebuah gubuk reyot yang menjadi daerah tinggal Milea dan ayahnya 6 tahun terakhir. Ayah Milea, Husein, yaitu pekerja serabutan, pekerjaan yang tak menentu menciptakan perekonomian keluarga mereka tak menentu pula. Ibu Milea pergi tak diketahui keberadaannya semenjak berpisah dengan Ayah 7 tahun lalu.
Awalnya sebelum kedua orang renta Milea berpisah, hidup mereka begitu bahagia. Canda tawa senang menghiasi rumah kecil kontrakan mereka. Hingga pada suatu ketika timbul sebuah dilema yang menciptakan ayah menggugat cerai ibu sehingga meninggalkan Milea tumbuh di bawah asuhan ayah.
Keesokan harinya, ketika Milea sedang dalam perjalanan menuju rumah bersama ayahnya, rintik-rintik hujan jatuh dari langit. Mereka segera menepi ke salah satu toko. Anak berjulukan lengkap Milea Adnan Husein itu menoleh ke etalase milik toko yang terasnya digunakannya untuk berteduh. Etalase itu berisi sepatu-sepatu dengan aneka macam macam bentuk dan ukuran. Ia menelan ludah, menatap lekat sepatu berwarna pink yang tampak begitu pas dikakinya.
Ingin rasanya ia menjadi salah satu anak yang di dalam toko sepatu itu. Menjadi anak orang kaya yang bebas menentukan sepatu kesukaannya. Husein melihat anak perempuannya sedang terdiam sambil menatap sesuatu di dalam toko. Laki-laki itu mengikuti arah pandang anak perempuannya.
“Milea ingin membeli sepatu itu?” tanya ayah lirih.
Milea yang tersadar dari lamunannya, buru-buru mengalihkan pandangan. “Tidak Ayah, Milea tidak ingin membeli sepatu. Sandal jepit dukungan Ayah sudah lebih dari cukup.”
“Baiklah, ayo.” Ayah menggamit tangan Milea. Husein bergotong-royong tahu jikalau anak semata wayangnya sangat menginginkan sepatu. Ia berbicara dalam hati “Tunggulah, Nak, akan ayah bawakan sepatu paling anggun yang pernah kau punya.”
Seminggu kemudian, sang raja siang muncul sangat terik, sebentar lagi jam pulang Milea. Ayah ingin memberi kejutan besar dengan membelikan sepatu pink yang Milea inginkan. Tapi ketika ayah tiba ke toko sepatu itu dan melihat harganya, ia sangat kaget mengetahui enam digit angka yang terpampang jelas.
Mata elang milik pria itu mengikuti anak seusia Milea yang sekarang sedang dituntun orang tuanya keluar toko. Di tangan sang anak terdapat kantung kresek berisi sepatu berwarna pink. Tanpa pikir panjang, ayah terus mengikuti keluarga senang itu. Berbagai rencana tersusun di otaknya. Jantung ayah berpacu lebih cepat, keringat cuek mulai membasahi kening.
Langkah ayah semakin cepat ketika sang anak mendekati kendaraan beroda empat kijang, hingga sempurna ketika tangan kecil itu menyentuh kenop pintu mobil, ayah meloncat. Sebelum menyadari apa yang terjadi, sang anak telah mendapati bahwa tangannya telah kosong. Tidak ada kresek yang tadi ia bawa. Tak jauh dari ia berdiri, sosok pria tampak berlari pontang-panting.
“PENCURI!!!” Teriakan pilu mengiringi langkah ayah, puluhan cowok yang mendengar teriakan dari ayah sang anak segera berlari mengejar. Ayah terus berlari, melewati aneka macam tikungan. Hingga akhirnya, keseimbangan ayah menghilang. Ia terjatuh. Lututnya berdebam keras, punggung ayah bergesekan dengan aspal kasar.
Akhirnya sang ayah yang lemah tak berdaya berhasil ditangkap dan dihakimi warga. Milea yang telah pulang tak menjumpai ayahnya sama sekali. Gadis kecil itu terus menunggu hingga ia tertidur pulas.
SUMBER:WATTPAD Sumber http://santikajeng.blogspot.com/
0 Response to "Sepatu Untuk Milea"
Posting Komentar