Lebaran Keluarga Cemara
Hari ini hari terakhir puasa Ramadan. Semua orang mempunyai rencana dan kegiatannya masing-masing. Orang-orang di kawasan tempat tinggal aku biasanya menyibukkan diri dengan ‘menyempurnakan’ kebutuhan keluarga menyambut lebaran. Mengecat rumah, menyapu, mengepel, memotong rumput dan lain sebagainya, yang pada pada dasarnya mempercantik tampilan hunian, lantaran akan dikunjungi oleh tetangga dan para kerabat pada hari lebaran nanti. Hal lain yang tidak kalah penting ialah memasak sajian utama lebaran: ketupat atau lontong dan opor ayam. Juga menjalani tradisi ke makam sanak saudara yang di sini dikenal dengan istilah ‘nyekar’. Hari lebaran, keluarga dan sanak saudara menjadi prioritas utama bagi kebanyakan orang.
Sebagai momentum tahunan yang paling identik dengan suasana keluarga, lebaran dinanti setiap orang, terutama bagi mereka yang dalam kesehariannya jauh dengan keluarga baik lantaran menuntut ilmu ataupun bekerja. Momentum lebaran dan kumpul keluarga ialah satu hal yang tidak terpisahkan. “lebaran itu ya kumpul bareng keluarga”, begitu kira-kira ucapan yang biasa kita dengar. Maka masuk akal bila sering kita temui orang mengeluh, menyesal serta dengan pasrahnya berucap: “lebaran tahun ini tidak sanggup bareng keluarga”. Seolah-olah mendapati sebuah kehilangan besar, kehilangan harta berjuta-juta atau bahkan bermilyar-milyar. Sejak tahun 90an, Keluarga Cemara telah memproklamirkan: “harta yang paling berharga ialah keluarga, istana yang paling indah ialah keluarga, puisi yang paling bermakna ialah keluarga, mutiara tiada tara ialah keluarga.”
Mari kita melihat keluarga sebagai sebuah institusi terkecil dari keseluruhan kehidupan sosial yang luas. Namun, meminjam konsep Simmel perihal fungsi laten dan manifest-nya, keluarga mempunyai dampak dan efek yang begitu besar baik pada individu maupun masyarakat. Bahkan hingga kini seringkali keluarga menjadi contoh penting untuk melihat apakah seseorang itu dikatakan “orang baik-baik” atau tidak, meskipun banyak pula yang keliru membangun persepsi demikian. Bagaimanapun, tugas keluarga bagi masyarakat di Indonesia masih begitu sentral. Setidaknya kita sanggup lihat gambarannya pada momentum lebaran. Mudik dengan tujuan utamanya berkumpul bersama keluarga menjadi “kewajiban” tiap orang. Bagi mereka yang bukan perantau tetap saja berkumpul bersama keluarga pada momentum menyerupai ini juga menjadi sebuah ‘kewajiban’. “Selamat pagi Emak, selamat pagi Abah, mentari hari ini berseri indah!”
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
0 Response to "Lebaran Keluarga Cemara"
Posting Komentar