√ Sejarah Dan Perkembangan Origami (Seni Melipat Kertas)
Origami merupakan sebuah cabang seni yang sudah ada semenjak jaman dahulu dan terus berkembang hingga dikala ini. Origami bukan hanya sebuah seni, tetapi juga memiliki latar belakang yang unik dan jarang sekali orang yang tahu ihwal hal tersebut.
Diantaranya ialah sebagai epilog botol sake (arak Jepang) pada dikala upacara penyembahan dan juga menjadi suatu kebudayaan bagi orang Jepang dalam keagamaan Shinto.
Origami sendiri berasal dari bahasa jepang yang terdiri dari dua kata, yaitu “ori” yang berarti “lipat” dan “kami” yang berarti “kertas”.
Jadi secara garis besar, origami sanggup diartikan sebagai seni melipat kertas yang bermetamorfosis suatu bentuk kesenian lainnya.
Tujuan dari seni origami ialah untuk mengubah lembaran kertas datar menjadi bentuk lainnya, sanggup juga dalam bentuk makhluk hidup atau benda mati lainnya.
Ada banyak spekulasi yang bermunculan ihwal asal-usul origami. Berdasarkan bukti rujukan yang ditemukan di Jepang, China, Jerman, Italia dan Spanyol. Ternyata hanya di Jepang saja yang punya rujukan paling berpengaruh ihwal seni origami.
Sejarah dan Perkembangan Origami.
Sejarah origami dipercaya berawal semenjak insan mulai mengenal dan memproduksi kertas. Kertas pertama kali diproduksi di China (Tiongkok) kurang lebih sekitar kala pertama, tepatnya 105 M yang diperkenalkan oleh Ts’ai Lun.
Kemudian, sekitar kala keenam (610 M), teknik dan cara pembuatan kertas tersebut dibawa ke Spanyol dan Jepang oleh orang-orang Arab.
Namun ada yang bilang juga bahwa, seorang biksu Budha berjulukan Doncho (Dokyo) yang berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea) yang memperkenalkan tinta dan kertas di Jepang pada masa pemerintahan Kaisar perempuan Suiko.
Sejak dikala itu, origami menjadi sangat terkenal di kalangan orang Jepang yang lalu bebuyutan hingga dikala ini.
Dalam tradisi Shinto, kertas yang berbentuk segi empat dipotong dan dilipat menjadi sebuah lambang simbolik Dewata yang lalu digantung di Kotai Jingu (Kuil Agung Imperial), Ise, sebagai persembahan.
Dalam upacara perkawinan Shinto, kertas tersebut dibuat menjadi burung bangau jantan (o-cho) dan burung bangau betina (me-cho) dan juga dipakai untuk membalut botol sake (arak) sebagai lambang untuk pengantin laki-laki dan wanita.
Selain itu, origami juga dipakai dalam aneka macam upacara keagamaan yang lain.
Pada awalnya, origami hanya diajarkan secara lisan. Namun, pada tahun 1797 pendeta Rokoan (Akasito Rito) menciptakan penduan tertulis ihwal origami yang ia tulis dalam buku yang berjudul Senbazuru Orikata (Bagaimana Melipat Seribu Burung Bangau).
Pada dikala itu, origami masih dikenal dengan nama orikata. Buku ini merupakan buku origami tertua di dunia yang memuat sekitar 49 metode melipat kertas menjadi burung bangau yang saling berafiliasi dan puisi pendek yang lucu (Kyo-ka).
Pada tahun yang sama, Akisato Rito juga mengeluarkan buku yang berjudul Chushingura Orikata yang memuat cara melipat kertas menjadi bentuk insan dan pada tahun 1819, dalam bukunya yang berjudul “Sekejap Mata Menghasilkan Burung Kertas” menunjukkan bagaimana cara menciptakan burung dari kertas.
Kemudian pada tahun 1845, dalam buku yang berjudul “Kan noMado” yang memuat kumpulan lengkap bentuk lipatan kertas tradisi Jepang, dalam buku tersebut memuat kurang lebih sekitar seratus lima puluh contoh cara menciptakan origami.
Selain itu, pada tahun 1850, juga diterbitkan sebuah naskah dalam goresan pena lain yang berjudul Kayaragusa. Naskah tersebut berisi ihwal dua bab origami, yaitu sebagai hiburan dan keagamaan.
Pada jaman Heian
Pada jaman Heian (741-1185 Masehi), khususnya di kalangan kaum biksu Shinto, origami dipakai sebagai epilog botol sake (arak) pada dikala upacara penyembahan.
Pada dikala itu, origami lebih dikenal dengan istilah orikata/origata, orimino dan orisui. Pada jaman ini diperbolehkan memotong kertas memakai pisau.
Pada jaman Kamakura
Pada jaman Kamakura (1191-1333 Masehi), mengenal origami dalam bentuk noshi. Noshi merupakan kependekan dari kata noshi-awabi, yang berarti daging tiram tipis yang dijemur.
Noshi merupakan menu yang istimewa bagi orang-orang Jepang dan dianggap sebagai pembawa keberuntungan bagi siapa saja yang mendapatkannya.
Pada jaman Muromachi
Pada jaman Muromachi (1338-1573 Masehi) penggunaan pisau sebagai alat pemotong kertas telah dihentikan. Kemudian, origamai bermetamorfosis suatu cara untuk memisahkan masyarakat golongan kelas atas (samurai) dan kelas bawah (masyarakat biasa).
Para golongan kelas atas mengikuti pedoman Ise, sedangkan masyarakat biasa mengikuti pedoman Ogasawara. Seiring dengan perkembangannya, origami menjadi semakin identik dengan budaya Jepang yang diwariskan secara bebuyutan dari waktu ke waktu.
Terutama dalam watak keagamaan Shinto yang masih dipertahankan hingga dikala ini. Selain itu, ada juga origami yang hingga dikala ini masih dan hanya sanggup kita temui di Jepang, yaitu origami yang memakai kertas orisinil dari Jepang atau disebut juga dengan washi.
Pada jaman Edo
Pada jaman Edo (1600-1868 Masehi) produksi kertas sangat melimpah, sehingga menyebabkan kertas gampang untuk diperoleh.
Hal ini menciptakan origami berkembang sangat pesat. Pada simpulan jaman Edo, menghasilkan hampir tujuh puluh bentuk origami termasuk bentuk burung bangau (tsuru), katak, kapal dan balon yang masih kita kenal hingga dikala ini.
Pada jaman Meiji
Pada jaman Meiji (1868-1912 Masehi), origami dipakai sebagai alat untuk mengajar di TK dan juga Sekolah Dasar.
Hal tersebut dikarenakan dampak dari jago pendidikan Friedrich Wilhelm August Fröbel, beliau merupakan seorang pendidik dari Jerman pada kala ke-19.
Pada awalnya, beliau memakai origami tradisional Eropa untuk menciptakan bentuk geometrik. Kemudian, konsep ini dipakai sebagai alat berguru di seluruh TK di Jepang.
Pada jaman Showa
Pada jaman Showa (1926-1989 Masehi) origami kurang begitu diminati. Pada dikala itu, hanya noshi yang masih terkenal dan dipakai untuk pertukaran hadiah antar samurai.
Seiring dengan perkembangan jaman, munculah seni origami modern yang diperkenalkan oleh Akira Yoshizawa di Jepang.
Origami modern ini lebih ke bentuk lipatan gres dan berbeda dengan bentuk lipatan klasik/tradisional dengan mengadopsi aneka macam bentuk realistik dari binatang, benda dan bentuk-bentuk dekoratif lainnya.
Dia memperkenalkan bentuk awal dari binatang berkaki empat dengan cara mengabungkan dua lembar kertas yang terlipat.
Selain itu, Akira Yoshizawa juga menawarkan proteksi yang cukup besar untuk perkembangan origami dengan memperkenalkan teknik lipatan basah.
Lipatan lembap merupakan teknik gres dalam dunia seni melipat kertas. Cara dari tenik ini yaitu membasahi kertas yang tebal terlebih dahulu biar elastis sehingga gampang untuk dibentuk.
Dengan begitu kita sanggup menghasilkan model 3 dimensi dengan sudut lipatan yang lembut. Akira Yoshizawa bersama Sam Randlett juga memperkenalkan sebuah diagram yang mereka namai dengan Yoshizawa-Randlett.
Diagram Yoshizawa-Randlett merupakan sebuah diagram ihwal isyarat cara pembuatan bentuk origami dengan memakai aneka macam macam simbol ibarat panah dan garis.
Diagram Yoshizawa-Randlett ini lebih memudahkan kalangan penggemar origami di seluruh dunia dalam hal memahami isyarat cara pembuatan origami yang hingga kini telah diterima dan dipakai di seluruh dunia sebagai diagram baku dalam penulisan isyarat cara pembuatan bentuk origami.
Kesimpulan.
Dari apa yang sudah saya tuliskan di atas, sanggup kita simpulkan bekerjsama perkembangan origami dari masa dulu hingga kini masih berkembang dengan pesat.
Teknik-teknik yang dipakai pun juga semakin banyak. Yang mulanya hanya dari beberapa lipatan menjadi aneka macam macam lipatan yang rumit dan juga teknik yang digunakan.
Origami bukan hanya sekedar seni melipat kertas, melainkan sebuah budaya dengan dongeng panjang. Mulai dari awal mula kegunannya hingga hingga ibarat yang kita kenal kini ini.
Sumber https://carajuki.com
0 Response to "√ Sejarah Dan Perkembangan Origami (Seni Melipat Kertas)"
Posting Komentar