Makalah Kultur Pepaya
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu buah introduksi yang telah usang dikenal berkembang luas di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, pepaya sangat dikenal semua lapisan masyarakat. Buah pepaya telah usang dimanfaatkan sebagai materi makanan. Buah matangnya sangat digemari sebagai buah meja dan sering dihidangkan sebagai buah pencuci lisan lantaran cita rasanya yang enak, relatif tingginya kandungan nutrisi dan vitamin, serta fungsinya dalam melancarkan pencernaan.
Selain dikonsumsi sebagai "buah segar", pepaya juga sanggup diolah menjadi banyak sekali bentuk kuliner dan minuman yang diminati pasar luar negeri menyerupai olahan puree, pasta pepaya, manisan kering, manisan basah, saus pepaya, dan juice pepaya. Pepaya juga sering digunakan sebagai materi pencampur dan pengental dalam industri saus tomat atau saus cabai.
Selain buah, potongan tumbuhan pepaya lainnya sanggup dimanfaatkan untuk banyak sekali keperluan mulai sebagai materi kuliner dan minuman, obat tradisional, pakan ternak, industri penyamakan kulit, kosmetik, dan sebagainya. Bahkan bijinyapun sanggup diolah lebih lanjut menjadi minyak dan tepung. Minyak biji pepaya berwarna kuning dan mengandung asam oleat (71,60%), asam palmitat (15,13%), asam linoleat (7,68%), asam strearat (3,60%), dan asam-asam leamk lainnya dalam prosentase yang relatif kecil (Rukmana, 1995). Substansi lain yang banyak dimanfaatkan dalam dunia industri ialah papain yang sanggup dihasilkan dari buah, batang, ataupun daun pepaya.
1.2.Tujuan
Untuk mengetahui cara perbanyakan tumbuhan pepaya ( Carica papaya ) dengan memakai kultur jaringan
1.3. Manfaat
Pepaya mengandung enzim papain yang menyerupai enzim pencerna protein yang diproduksi oleh pankreas. Protein ini mencerna enzim yang sanggup melarutkan lapisan protein yang terbentuk di sekitar sel kanker dan membantu sistem kekebalan badan untuk menghancurkan sel-sel kanker dengan lebih mudah. Enzim lain yang hadir dalam pepaya ialah chymopapain.Pepaya kaya akan nutrisi anti-oksidan yaitu karoten,lycopenes, vitamin C, E dan A dan flavonoid. Pepaya juga mengandung vitamin B, asam folat dan asam pantothenic, dan mineral kalium & magnesium, dan serat. Semua ini menimbulkan sistem kardiovaskular yang sehat dan juga melindungi terhadap risiko kanker. Pepaya yang kaya serat bisa menurunkan kadar kolesterol tinggi. Serat ini juga bisa mengikat racun penyebab kanker di usus besar dan menjauhkan mereka dari sel-sel usus besar yang sehat, sehingga mengurangi resiko kanker usus besar.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Tanaman pepaya (Carica papaya)
Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk berupa spiral pada batang pohon potongan atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang di potongan tengah. Bentuk buah bundar hingga memanjang, dengan ujung biasanya meruncing. Warna buah ketika muda hijau gelap, dan setelah masak hijau muda hingga kuning. Daging buah berasal dari karpela yang menebal, berwarna kuning hingga merah, tergantung varietasnya. Bagian tengah buah berongga. Biji-biji berwarna hitam atau kehitaman dan terbungkus semacam lapisan berlendir (pulp) untuk mencegahnya dari kekeringan.
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan daerah sekitar Mexsiko dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daeah tropis maupun sub tropis. di daerah-daerah berair dan kering atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja bermutu dan bergizi yang tinggi.
Taksonomi ilmiah/klasifikasi tumbuhan pepaya (Carica papaya) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Magnoliopsida
Subklas : Dilleniidae
Ordo : Violales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Magnoliopsida
Subklas : Dilleniidae
Ordo : Violales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
2.2. morfologi tumbuhan papaya
Pepaya (Carica papaya L.) adalah semak berbentuk pohon dengan batang yang lurus dan bulat. Bagian atas bercabang atau tidak, sebelah dalam berupa spons dan berongga, sebelah luar banyak tanda bekas daun. Tinggi pohon 2,5 - 10 m, tangkai daun bundar berongga, panjang 2,5 - 10 m, daun bundar atau bundar telur, bertulang daun menjari, tepi bercangap, menyebarkan menjari, ujung runcing garis tengah 25 - 75 cm, sebelah atas berwarna hijau tua, sebelah bawah hijau agak muda daun licin dan suram, pada tiap tiga lingkaran batang terdapat 8 daun. Bunga hampir selalu berkelamin satu atau berumah dua, tetapi kebanyakan dengan beberapa bunga berkelamin dua pada karangan bunga yang jantan.
Struktur daun pepaya ialah tangkai daun yang berbentuk bulat berongga, daunnya bentuknya bundar telur(ovatus), ujung runcing(acutus), pangkal berbentuk jantung(cordatus), merupakan daun tunggal (folium simplex), susunan tulang daun menjari(palminervis), tepi daun berlekuk menjari tidak beraturan, tangkai daun bundar silindris, berongga, panjang 25-100 cm, permukaan helaian daun licin(laevis), warna permukaan daun potongan atas hijau tua, sedangkan potongan bawahnya hijau muda atau hijau keputih-putihan. Letak helaian daun tersebar (folia sparsa), adakala terletak berhadapan, pada tiap tiga lingkaran batang terdapat 8 daun, dan merupakan daun majemuk.
Ekologi tanaman pepaya sanggup tumbuh pada dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian 700 – 1000 m dpl. Pepaya sanggup tumbuh dimana saja sehingga tumbuhan ini sanggup dijumpai diseluruh Indonesia. Curah hujan yang cocok untuk tumbuhan ini ialah berkisar antara 1000 – 2000 mm/tahun dengan suhu optimum 22 – 27 ˚C. Tanah yang cocok ditanami ialah tanah gembur, subur serta mengandung humus dengan pH 6 – 7. Kelembapan udara sekitar 60% dan angin yang tidak terlalu kencang untuk penyerbukan.
2.3. Kandungan dan manfaat pepaya (Carica papaya L.)
Buah papaya matang mengandung sejumlah zat gizi penting terutama vitamin A. dalam setiap 0,5 kg buah papaya terkandung nutrisi: protein (2,5 gram), karbohidrat (46 gram), lemak (0,5 gram), vitamin A (10.000 SI), vitamin C (300 mg), thiamin (0,30 mg), riboflavin (0,27 mg), niasin (1,75 mg), kalsium (0,15 gram), magnesium (0,25 gram), potassium (1,15 gram), welirang (0,15 gram), fosfor (0,47 gram), zat besi (0,02 gram), silicon (0,02 gram), klorin (0,12 gram), sodium (0,2 gram), dan air (399 gram).
Selain baik untuk kesehatan tubuh, di antara manfaat penting buah papaya yaitu berkaitan dengan perawatan kulit. Seperti telah diketahui, penduduk di kepulauan Karibia biasa memanfaatkan buah papaya matang sebagai sabun untuk kulit. Demikian juga dengan jus papaya yang matang digunakan untuk menghilangkan kulit berkerut lantaran faktor usia dan terpaan sinar matahari. Papaya sanggup mencegah kerut-kerut pada kulit lantaran mengandung zat yang sanggup meremajakan kolagen.
Selain itu, jus buah papaya yang matang dan berwarna merah juga baik untuk kesehatan mata. Sementara untuk buah yang muda bisa dimanfaatkan air getahnya untuk menghilangkan kapal dan menyembuhkan kaki yang pecah-pecah.
2.4. Kultur Jaringan
Kultur jaringan dalam bahasa absurd disebut sebagai tissue culture. Kultur ialah budidaya dan jaringan ialah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tumbuhan menjadi tumbuhan kecil yang mempunyai sifat menyerupai induknya.Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila memakai jaringan meristem. Jaringan meristem ialah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang memakai jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tumbuhan dengan cara mengisolasi potongan tumbuhan menyerupai daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga potongan tumbuhan sanggup memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tumbuhan lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan ialah perbayakan tumbuhan dengan memakai potongan vegetatif tumbuhan memakai media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tumbuhan yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, sanggup diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, bisa menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakankonvensional.
2.5. Teori dasar kultur jaringan
a. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, bergotong-royong sama dengan sel zigot lantaran berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel berasal dari satu sel).
b. Teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel mempunyai potensi genetik menyerupai zigot yaitu bisa memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tumbuhan lengkap.
2.6. Aplikasi Teknik Kultur Jaringan dalam Bidang Agronomi
a. Perbanyakan vegetatif secara cepat (Micropropagation).
b. Membersihkan materi tanaman/bibit dari virus
c. Membantu jadwal pemuliaan tumbuhan (Kultur Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro, Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas, Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll).
d. Produksi metabolit sekunder.
2.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi
1. Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro : pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll
2. Eksplan ,adalah potongan tumbuhan yang dipergunakan sebagai materi awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting ialah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tumbuhan yang sanggup digunakan sebagi eksplan ialah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.
3. Media Tumbuh, Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara luas ialah MS.
4. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT ialah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering digunakan ialah golongan Auksin menyerupai Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin menyerupai Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan Gibberelin menyerupai GA3. Golongan zat penghambat tumbuh menyerupai Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
5. Lingkungan Tumbuh. Lingkungan tumbuh yang sanggup mempengruhi regenerasi tumbuhan mencakup temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.
2.8. Media Kultur Jaringan
Salah satu kesulitan dalam kultur jaringan tumbuhan ialah kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan optimum sangat berbeda pada tiap spesies, sehingga tidak ada media yang sanggup direkomendasikan untuk semua tanaman. Penelitian – penelitian yang intensif pada kultur jaringan selama 50 tahun terakhir telah banyak mengembangkan media, beberapa diantaranya telah digunakan secara luas dalam kultur jaringan dikala ini. Media ini diberikan pada Tabel 12.1. Bahan kimia dalam media biasanya ditentukan, artinya hanya hara tertentu yang dimasukkan ke dalam media, atau media sanggup juga mengandung materi komplemen kompleks menyerupai air kelapa atau jus jeruk yang mengandung zat pengatur tumbuh.
2.8.1. Komposisi Media Kultur Jaringan
a.Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tumbuhan dan beberapa hara yang dilaporkan menghipnotis pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur. Perbandingan 5 media pada Tabel 12.1 memperlihatkan bahwa unsur esensial ini dimasukkan pada masing – masing media tapi konsentrasinya berbeda lantaran diberikan dalam bentuk yang berbeda.
b. Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan sanggup mensintesa semua kebutuhan materi organiknya. Meskipun tumbuhan in vitro sanggup mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan. Selain materi organik tersebut, materi kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain – lain. Penambahan materi kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi. Dengan penelitian yang cukup, semestinya materi kompleks ini sanggup diganti dengan zat tertentu, mungkin komplemen suatu vitamin atau asam amino.
c. Sumber karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan lantaran mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan tumbuhan dan juga sebagai materi pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diharapkan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon lain menyerupai glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang sanggup digunakan lebih efisien oleh tumbuhan dalam kultur.
d. Agar
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibentuk menyerupai gel dengan memakai semoga atau pengganti semoga sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi semoga yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi semoga menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tumbuhan sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi menyerupai Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung materi lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain menyerupai gelatin kadang – kadang digunakan pada lab komersial.
Gel sintetis diketahui sanggup mengakibatkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi duduk perkara ini, produk gres bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan adonan semoga dan gel sintetis dan mengatakan kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini sanggup dibentuk di lab dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g semoga sebagai biro pengental untuk 1 L media.
e. pH
pH media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tumbuhan yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan bila pH kurang dari 5.2, semoga tidak sanggup memadat.
f. Zat Pengatur Tumbuh
Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh akan dibahas tersendiri pada ahad 13.
g. Air
Air distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab memakai aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, memakai air hujan, tapi ini mengakibatkan sulit mengontrol kandungan materi organik dan non-organik pada media.
h. Pemilihan Media
kultur jaringan ialah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu melaksanakan penelitian kecil untuk memilih konsentrasi terbaik yang akan digunakan. Ada 2 pendekatan: Pendekatan pertaman ialah dengan memakai media dasar MS dan meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbedaJika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962).
Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada banyak sekali tumbuhan dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin menyerupai BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, menyerupai NAA pada konsentrasi yang rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit ditentukan dalam kultur jaringan ialah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu melaksanakan penelitian kecil untuk memilih konsentrasi terbaik yang akan digunakan. Ada 2 pendekatan: Pendekatan pertaman ialah dengan memakai media dasar MS dan meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbeda.
2.9.Persiapan Media
Media yang paling banyak digunakan ialah Murashige dan Skoog (1962). Cara yang paling gampang untuk menyiapkan media MS ialah dengan membeli prepacked media yang banyak dijual secara komersial.
Berikut ialah hal – hal penting yang fundamental dalam pembuatan media :
- Sebelum memulai, siapkan lembar media dan tentukan media apa dan berapa banyak yang akan anda buat. Tulis informasi ini pada lembar kerja dan periksa setiap langkah sambil anda bekerja. Tanda tangani dan tulis tanggal pada lembar kerja dan letakkan pada notebook. Anda sanggup menuliskan komentar ihwal apa saja yang tidak biasa atau penting yang terjadi pada dikala anda menciptakan media.
- Cuci alat gelas dengan air destilata sebelum mulai menyiapkan media.
- Ukur kira – kira 90% dari volume simpulan air destilata, contohnya 900 ml untuk volume simpulan 1 liter, kemudian masukkan ke dalam beaker.
- Jika anda akan memanaskan larutan, pastikan anda memakai alat tahan panas.
- Sambil mengaduk air, perlahan masukkan bubuk MS dan aduk hingga benar – benar larut. Cuci potongan dalam paket MS dengan air destilata untuk mengambil sisa – sisa bubuk dan masukkan ke larutan media.
- Masukkan materi tahan panas lainnya – stok GM,myo-inositol, sucrose, BA, aduk rata.
- Atur pH media memakai NaOH, HCl, or KOH.
- Buat volume simpulan media dengan memakai labu takar
- Jika memakai agar, masukkan ke dalam adonan media sebelum diautoklaf.
- Media harus selalu diautoklaf dalam wadah dengan ukuran 1 1/2 x atau 2x lebih besar dari volume media semoga media tidak tumpah.
- Tuangkan media sesuai kebuthan sebelum diautoklaf atau setelah diautoklaf, tergantung kebutuhan.
- Tutp wadah pada dikala diautoklaf, tapi jangan terlalu erat, semoga ada pertukaran udara.
- Media disterilisasi dengan mengautoklaf pada 1 kg/cm2 (15 psi), 121º C selama kurang lebih 30 menit. Volume yang lebih besar (200 ml atau lebih) mungkin memerlukan waktu yang lebih lama. Gunakan exhaust yang lambat.
- Biarkan media mendingin hingga 55º C sebelum menambahkan materi – materi yang tidak tahan panas (acetosyringone, claforan, kanamycin).
- Media dituangkan ke petri dish biasanya dengan volume 25 ml per petri. Ini akan menghasilkan sekitar 40 petri per liter media.
- Dinginkan media di dalam laminar. Jangan pindahkan petri yang telah diisi media hingga petri tersebut dingin.
- Simpan media yang sudah cuek di refrigerator.
2.10. Mikropropagasi
Mikropogasi merupakan perbanyakan dari galur tumbuhan yang terpilih melalui teknik kultur jaringan.
a. Macam-Macam Mikropropagasi
1). Produksi tanaman dari tunas-tunas aksilar
Produksi tumbuhan dengan merangsang terbentuknya tunas-tunas aksilar merupakan teknik mikropropagasi yang paling umum dilakukan. Ada 2 (dua) metode produksi tunas aksilar yang dilakukan yaitu: kultur pucuk (shoot culture atau shoot-tip culture) dan kultur mata tunas (satu mata tunas: single-node culture; lebih dari satu mata tunas: multiple-node culture). Kedua teknik kultur ini menurut pada prinsip perangsangan terbentuknya atau munculnya tunas-tunas samping dengan cara mematahkan dominas apical dari meristem apikal.
2). Kultur pucuk (shoot culture atau shoot-tip culture)
Kultur Pucuk (Shoot culture) ialah teknik mikropropagasi yang dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk (apikal dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-tunas/cabang-cabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya diperbanyak melalui mekanisme yang sama menyerupai eksplan awalnya dan selanjutnya diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi invivo. Istilah yang digunakan untuk teknik kultur pucuk ini tergantung dari eksplan yang digunakan. Jika eksplan yang digunakan ialah ujung pucuk-pucuk apikal (panjang ± 20 mm) saja maka tekniknya disebut sebagai shoot-tip culture, namun bila eksplan yang digunakan ialah ujung pucuk apikal beserta potongan tunas lain dibawahnya disebut sebagai shoot culture.
Besar kecilnya eksplan yang digunakan menghipnotis keberhasilan kultur pucuk. Semakin kecil eksplan, semakin kecil kemungkinannya untuk terkotori oleh mikroorganisme namun semakin kecil juga kemampuannya untuk beregenerasi dan memperbanyak diri. Sebaliknya, semakin besar eksplan yang digunakan maka semakin besar kemampuannya untuk menyesuaikan diri dalam kondisi invitro, namun makin besar juga kemungkinannya untuk terkontaminasi, makin banyak kebutuhannya akan media dan makin besar wadah/botol kultur yang diperlukan. Oleh lantaran itu perlu diketahui ukuran eksplan yang sesuai untuk masing-masing varietas dan spesies tanaman.
Pertumbuhan pucuk, inisiasi dan perbanyakan tunas aksilar yang dihasilkan umumnya dirangsang dengan cara menambahkan hormon pertumbuhan (umumnya sitokinin) ke dalam media pertumbuhannya. Perlakuan ini sanggup merangsang pertumbuhan tunas samping dan mematahkan dominasi apikal dari pucuk yang dikulturkan. Selain itu, dominasi apikal juga sanggup dihilangkan dengan perlakuan-perlakuan lain contohnya pemangkasan daun-daun yang terdapat pada buku-buku tunas atau meletakkan eskpan dalam posisi horisontal. Tunas-tunas aksilar yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai stek miniatur bagi proses perbanyakan berikutnya. Dengan teknik ini dan disertai dengan sub kultur sanggup diperoleh banyak sekali plantet dari satu eksplan. Dengan membatasi jumlah sub kultur hingga maksimal 8–10 kali sanggup diperoleh klon tumbuhan yang true-to-type.
Pertumbuhan pucuk, inisiasi dan perbanyakan tunas aksilar yang dihasilkan umumnya dirangsang dengan cara menambahkan hormon pertumbuhan (umumnya sitokinin) ke dalam media pertumbuhannya. Perlakuan ini sanggup merangsang pertumbuhan tunas samping dan mematahkan dominasi apikal dari pucuk yang dikulturkan. Selain itu, dominasi apikal juga sanggup dihilangkan dengan perlakuan-perlakuan lain contohnya pemangkasan daun-daun yang terdapat pada buku-buku tunas atau meletakkan eskpan dalam posisi horisontal. Tunas-tunas aksilar yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai stek miniatur bagi proses perbanyakan berikutnya. Dengan teknik ini dan disertai dengan sub kultur sanggup diperoleh banyak sekali plantet dari satu eksplan. Dengan membatasi jumlah sub kultur hingga maksimal 8–10 kali sanggup diperoleh klon tumbuhan yang true-to-type.
3). Kultur mata tunas/single-node atau multiple-node culture (invitro layering)
Kultur mata tunas ini merupakan salah satu teknik invitro yang digunakan untuk perbanyakan tumbuhan dengan merangsang munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan. Seperti halnya kultur pucuk, eksplan yang digunakan dalam kultur mata tunas sanggup berasal dari tunas lateral, tunas samping atau potongan dari batang yang mengandung satu atau lebih mata tunas (mengandung satu atau lebih buku). Dikenal dua teknik kultur mata tunas yaitu eksplan yang mengandung mata tunas lebih dari satu ditanam secara horisontal di atas medium padat (teknik invitro layering) atau (2) tiap buku yang mengandung satu mata tunas dipotong-potong dan ditanam secara terpisah dalam tiap-tiap botol kultur. Seperti halnya teknik kultur pucuk, pertumbuhan tunas-tunas aksilar juga menurut pada prinsip pematahan dominasi apikal. Oleh lantaran itu, pertumbuhan tunas-tunas aksilar ini terjadi bila eksplan (mata tunas) ditanam pada media yang mengandung sitokinin dalam konsentrasi cukup tinggi sehingga sitokinin ini sanggup menghentikan dominasi pucuk apikal dan mengakibatkan berkembangnya tunas-tunas aksilar. Tunas aksilar yang terbentuk selanjutnya dipisah-pisahkan dan sanggup pribadi ditanam pada media pengakaran sehingga diperoleh tumbuhan gres yang tepat atau digunakan kembali sebagai materi tanam untuk perbanyakan selanjutnya. Tunas-tunas tersebut selanjutnya diakarkan, diaklimatisasi dan selanjutnya ditanam di lapangan. Teknik ini telah usang dan banyak dipergunakan untuk perbanyakan tumbuhan hortikultura menyerupai kentang, asparagus, melon, semangka, anggrek, dan banyak lagi lainnya.
4). Induksi pembentukan tunas dari meristem bunga
Kultur mata tunas ini merupakan salah satu teknik invitro yang digunakan untuk perbanyakan tumbuhan dengan merangsang munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan. Seperti halnya kultur pucuk, eksplan yang digunakan dalam kultur mata tunas sanggup berasal dari tunas lateral, tunas samping atau potongan dari batang yang mengandung satu atau lebih mata tunas (mengandung satu atau lebih buku). Dikenal dua teknik kultur mata tunas yaitu eksplan yang mengandung mata tunas lebih dari satu ditanam secara horisontal di atas medium padat (teknik invitro layering) atau (2) tiap buku yang mengandung satu mata tunas dipotong-potong dan ditanam secara terpisah dalam tiap-tiap botol kultur. Seperti halnya teknik kultur pucuk, pertumbuhan tunas-tunas aksilar juga menurut pada prinsip pematahan dominasi apikal. Oleh lantaran itu, pertumbuhan tunas-tunas aksilar ini terjadi bila eksplan (mata tunas) ditanam pada media yang mengandung sitokinin dalam konsentrasi cukup tinggi sehingga sitokinin ini sanggup menghentikan dominasi pucuk apikal dan mengakibatkan berkembangnya tunas-tunas aksilar. Tunas aksilar yang terbentuk selanjutnya dipisah-pisahkan dan sanggup pribadi ditanam pada media pengakaran sehingga diperoleh tumbuhan gres yang tepat atau digunakan kembali sebagai materi tanam untuk perbanyakan selanjutnya. Tunas-tunas tersebut selanjutnya diakarkan, diaklimatisasi dan selanjutnya ditanam di lapangan. Teknik ini telah usang dan banyak dipergunakan untuk perbanyakan tumbuhan hortikultura menyerupai kentang, asparagus, melon, semangka, anggrek, dan banyak lagi lainnya.
4). Induksi pembentukan tunas dari meristem bunga
Meristem bunga sanggup juga dirangsang untuk membentuk tunas-tunas vegetatif dalam kondisi invitro. Eksplan yang digunakan ialah inflorescence bunga yang belum matang (immature inflorescences) yaitu yang belum membentuk organ-organ kelamin jantan dan betinanya. Penggunaan infloresence yang telah remaja akan menghasilkan pembentukan organ bunga bukan kuncup vegetatif. Beberapa pola tumbuhan hortikultura yang diperbanyak dengan teknik ini ialah brokoli, kol bunga, krisan dan sugar beat.
5).Inisiasi langsungtunas adventif
Tunas adventif ialah tunas yang terbentuk dari eksplan pada potongan yang bukan merupakan tempat asal terbentuknya (bukan dari mata tunas atau buku). Tunas-tunas adventif ini sanggup terbentuk pribadi dari eksplan tanpa melalui proses terbentuknya kalus terlebih dahulu. Teknik ini merupakan salah satu teknik mikropropagasi yang juga banyak dilakukan dan sanggup menghasilkan plantlet dalam jumlah jauh lebih banyak dari teknik terdahulu (pembentukan tunas aksilar). Proses pembentukan tunas adventif pribadi dari jaringan eksplan menyerupai akar, pucuk dan bunga disebut organogenesis. Terjadinya organogenesis dipacu oleh adanya komponen-komponen menyerupai medium, komponen endogen selama eksplan mulai dikulturkan, dan senyawa-senyawa yang terbawa selama inisiasi eskplan. Selain itu organogenesis dipacu juga oleh keberadaan zat pengatur tumbuh eksogen di dalam medium. Tunas dan akar terbentuk pada beberapa lapis sel tipis pada eksplan beberapa spesies oleh adanya perbedaan konsentrasi antara auksin dan sitokinin. Inisiasi akar sanggup dipacu dengan penambahan NAA dan zeatin dan pembentukan tunas dipacu dengan penambahan sitokinin menyerupai zeatin atau benzylaminopurine tanpa penambahan auksin. Pada beberapa spesies organogenesis terbentuk pada lapisan epidermal selama kultur invitro, contohnya pada tumbuhan Begonia rex (Dodds dan Robert, 1983).
Menurut Torrey (1966 dalam Dodds dan Roberts, 1983) menciptakan hipotesis bahwa organogenesis dari kalus diinisiasi dengan pembentukan kluster sel-sel meristem (meristemoid) bisa merespon pada faktor-faktor dalam jaringan untuk memproduksi primordium. Inisiasi pembentukan akar, tunas dan embrioid juga dipengaruhi oleh faktor-faktor internal alamiah. Beberapa faktor yang besar lengan berkuasa terhadap rhizogenesis termasuk auksin, karbohidrat, pencahayaan, dan fotoperiode. Pada beberapa kultur jaringan auksin memacu pembentukan akar, sedangkan adanya auksin eksogen sanggup menghambatnya dan rhizogenesis sanggup distimulasi oleh anti-auksin.
Menurut Torrey (1966 dalam Dodds dan Roberts, 1983) menciptakan hipotesis bahwa organogenesis dari kalus diinisiasi dengan pembentukan kluster sel-sel meristem (meristemoid) bisa merespon pada faktor-faktor dalam jaringan untuk memproduksi primordium. Inisiasi pembentukan akar, tunas dan embrioid juga dipengaruhi oleh faktor-faktor internal alamiah. Beberapa faktor yang besar lengan berkuasa terhadap rhizogenesis termasuk auksin, karbohidrat, pencahayaan, dan fotoperiode. Pada beberapa kultur jaringan auksin memacu pembentukan akar, sedangkan adanya auksin eksogen sanggup menghambatnya dan rhizogenesis sanggup distimulasi oleh anti-auksin.
Keberhasilan pembentukan tunas adventif secara pribadi ini sangat tergantung pada potongan tumbuhan yang digunakan sebagai eksplan serta sangat dipengaruhi oleh spesies atau varietas tumbuhan asal eskplan tersebut. Pada tumbuhan yang responsif, hampir semua potongan tumbuhan (daun, akar, batang, meristem, dll.) sanggup dirangsang membentuk organ adventif, namun pada tumbuhan lainnya tunas adventif ini hanya sanggup terbentuk pada bagian-bagian tumbuhan tertentu saja menyerupai umbi lapis,embryo atau kecambah. Seperti halnya teknik mikropropagasi lainnya, tunas adventif secara pribadi ini terbentuk melalui serangkaian tahap mulai inisiasi (Tahap 1). Setelah eksplan berada pada kondisi aseptis dan tunas mulai tumbuh, eksplan sanggup pribadi disubkulturkan ke media perbanyakan (atau media yang sama dengan inisiasi: tergantung varietas) untuk memperbanyak tunas-tunas adventif dari mata tunas adventif yang telah terbentuk pada tahap sebelumnya.
Tunas-tunas tersebut selanjutnya dipisahkan, diakarkan dan diaklimatisasi untuk memproduksi tumbuhan lengkap dan utuh yang sanggup tumbuh dalam keadaan alamiah.
Teknik ini telah banyak digunakan secara komersial untuk perbanyakan tanaman-tanaman hortikultura khususnya tanaman-tanaman hias. Contoh tumbuhan hias yang diperbanyak dengan teknik ini ialah tanaman-tanaman keluarga Gesneriaceae, menyerupai Achimenes, Saitpaulia, Sinningia dan Streptocarpus. Pada tanaman-tanaman tersebut, tunas pribadi terbentuk dari eksplan daun tanpa pembentukan kalus terlebih dahulu.
Tunas-tunas tersebut selanjutnya dipisahkan, diakarkan dan diaklimatisasi untuk memproduksi tumbuhan lengkap dan utuh yang sanggup tumbuh dalam keadaan alamiah.
Teknik ini telah banyak digunakan secara komersial untuk perbanyakan tanaman-tanaman hortikultura khususnya tanaman-tanaman hias. Contoh tumbuhan hias yang diperbanyak dengan teknik ini ialah tanaman-tanaman keluarga Gesneriaceae, menyerupai Achimenes, Saitpaulia, Sinningia dan Streptocarpus. Pada tanaman-tanaman tersebut, tunas pribadi terbentuk dari eksplan daun tanpa pembentukan kalus terlebih dahulu.
6). Somatic embryogenesis pribadi
Embrio aseksual atau embrio somatik (somatic embryo) ialah embrio yang terbentuk bukan dari penyatuan sel-sel gamet jantan dan betina atau dengan kata lain embrio yang terbentuk dari jaringan vegetatif/somatik. Embrio ini sanggup terbentuk dari jaringan tumbuhan yang dikulturkan tanpa melalui proses yang dikenal dengan nama somatic embryogenesis. Jika proses ini terbentuk pribadi pada eksplan tanpa melalui proses pembentukan kalus terlebih dahulu, maka prosesnya disebut somatic embryogenesis pribadi (directsomaticembryogenesis). Beberapa jenis tumbuhan hortikultura (misalnya jeruk) sanggup secara alamiah membentuk embryo aseksual ini. Dalam kondisi alamiah, embrio aseksual ini terdapat terutama pada tanaman-tanaman yang bisa menghasilkan lebih dari satu embryo pada bijinya contohnya pada jeruk, atau tumbuhan yang menghasilkan biji-biji vegetatif (apomixis) contohnya pada manggis. Selain itu, embrio aseksual ini sanggup juga terbentuk dari jaringan-jaringan tumbuhan menyerupai ovule, jaringan nukleus (nucellar embryoni), jaringan integumun pada ovule (misalnya pada pepaya), jaringan pembungkus biji/mesocaps pada wortel. Tanaman-tanaman tersebut sanggup juga membentuk embrio aseksual ini secara invitro.
Dalam kondisis invitro, embrio aseksual ini sanggup terbentuk secara pribadi dari eksplan-eskplan embrio (seksual/zygotic) dari golongan monokotil dan dikotil, dari kecambah muda (hipocotyl dan cotyledon), dan potongan eksplan juvenil lainnya. Embrio aseksual ini sanggup digunakan sebagai salah satu cara perbanyakan tumbuhan secara invitro. Embrio yang telah terbentuk sanggup dimultiplikasi, selanjutnya melalui beberapa proses perkembangan hingga masak dan sanggup berkecambah membentuk tumbuhan utuh. Tanaman ini selanjutnya diaklimatisasi dan ditanam pada kondisi alamiahnya. Teknik ini digunakan untuk perbanyakan beberapa tumbuhan hortikultura terutama anggrek dimana embrio aseksual (berupa protocorm like body, plb) terbentuk dari meristem,daun,dan lain-lain.
Dalam kondisis invitro, embrio aseksual ini sanggup terbentuk secara pribadi dari eksplan-eskplan embrio (seksual/zygotic) dari golongan monokotil dan dikotil, dari kecambah muda (hipocotyl dan cotyledon), dan potongan eksplan juvenil lainnya. Embrio aseksual ini sanggup digunakan sebagai salah satu cara perbanyakan tumbuhan secara invitro. Embrio yang telah terbentuk sanggup dimultiplikasi, selanjutnya melalui beberapa proses perkembangan hingga masak dan sanggup berkecambah membentuk tumbuhan utuh. Tanaman ini selanjutnya diaklimatisasi dan ditanam pada kondisi alamiahnya. Teknik ini digunakan untuk perbanyakan beberapa tumbuhan hortikultura terutama anggrek dimana embrio aseksual (berupa protocorm like body, plb) terbentuk dari meristem,daun,dan lain-lain.
7).Pembentukan organ penyimpan cadangan kuliner mikro
Beberapa jenis tumbuhan sanggup dikembangbiakan secara vegetatif dengan memakai organ penyimpanan menyerupai tuber, rhizome, bulbus, dll. Organ-organ penyimpanan ini juga bisa dihasilkan pada tanaman-tanaman yang memang secara alamiah memproduksi organ penyimpanan tersebut. Teknik untuk mendapat organ penyimpanan ini sangat bervariasi tergantung pada jenis jaringan yang dikulturkan. Organ penyimpanan mikro ini sanggup digunakan sebagai bibit untuk penanaman pribadi di lapangan atau ditanam untuk produksi umbi-umbi bibit..
Beberapa jenis tumbuhan monokotil lainnya sanggup memproduksi organ penyimpanan mikro pada dasar batangnya (corm), menyerupai pada gladiol. Cormlet pada gladiol sanggup terbentuk pribadi pada jaringan eksplan, pada kalus, atau pada plantlet yang telah berakar namun masih dalam botol kultur setelah daun-daunnya mengalami senescence. Cormlet yang dihasilkan secara invitro ini sanggup digunakan pribadi sebagai bibit di lapangan atau digunakan sebagai eksplan untuk kultur berikutnya.
Beberapa jenis tumbuhan monokotil lainnya sanggup memproduksi organ penyimpanan mikro pada dasar batangnya (corm), menyerupai pada gladiol. Cormlet pada gladiol sanggup terbentuk pribadi pada jaringan eksplan, pada kalus, atau pada plantlet yang telah berakar namun masih dalam botol kultur setelah daun-daunnya mengalami senescence. Cormlet yang dihasilkan secara invitro ini sanggup digunakan pribadi sebagai bibit di lapangan atau digunakan sebagai eksplan untuk kultur berikutnya.
2.11. Pembuatan media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tumbuhan yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diharapkan juga materi komplemen menyerupai agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
2) Inisiasi
Inisiasi ialah pengambilan eksplan dari potongan tumbuhan yang akan dikulturkan. Bagian tumbuhan yang sering digunakan untuk acara kultur jaringan ialah tunas.
3) Sterilisasi
Sterilisasi ialah bahwa segala acara dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan memakai alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu memakai etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melaksanakan kultur jaringan juga harus steril.
4) Multiplikasi
Multiplikasi ialah acara memperbanyak calon tumbuhan dengan menanam eksplan pada media. Multiplikasi dilakukan di LAF untuk mencegah adanya kontaminasi. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
5) Pengakaran
Pengakaran ialah fase dimana eksplan akan memperlihatkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh basil ataupun jamur. Eksplan yang terkotori akan memperlihatkan tanda-tanda menyerupai berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau anyir (disebabkan bakteri).
6) Aklimatisasi
6) Aklimatisasi
Aklimatisasi ialah acara memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan mengatakan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit lantaran bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya maka secara sedikit demi sedikit sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan makalah diatas maka sanggup disimpulkan bahwa:
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan daerah sekitar Mexsiko dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daeah tropis maupun sub tropis.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tumbuhan dengan cara mengisolasi potongan tumbuhan menyerupai daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga potongan tumbuhan sanggup memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tumbuhan lengkap
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1975. Bertanam Pohon Buah-Buahan. Yogyakarta : Kanisius.
Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan.Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Hendaryono, Daisy dan Ari Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta : Kanisius.
Smith, R.H. 2000. Plant Tissue Culture: Techniques and Experiments. Academic press, London.
Suwarno. Pengaruh Cahaya dan Perlakuan Benih Terhadap Perkecambahan
Benih Pepaya. Dalam Buletin Agricultural Vol. XV No. 3
Taji, A., Dodd, W., Williams, R.R. 1997. Plant Tissue Culture Practice. University of New England, Armidale, NSW, Australia
Tohir, Kaslan A. 1978. Bercocok Tanam Pohon Buah-Buahan. Jakarta : Pradnya
Paramita.
Widarto,L. 1995. Perbanyakan Tanaman dengan Biji, Stek, Cangkok, Sambung, Okulasi, dan Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius.
Sumber http://luqmanmaniabgt.blogspot.com
0 Response to "Makalah Kultur Pepaya"
Posting Komentar