Makalah Kultur Jahe
BAB 1
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) yaitu salah satu jenis tumbuhan jahe yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai materi obat. Jahe merah ini berbeda dari jahe biasa yang banyak dipakai sebagai rempah-rempah maupun jahe gajah atau jahe emprit lantaran kandungan minyak atsiri dan oleoresin pada jahe merah lebih tinggi dibandingkan dengan kandungannya pada jahe jenis lainnya. Jahe merah mempunyai kegunaan untuk menyembuhkan sakit kepala (pusing), sinusitis, bronkitis, rematik, asam urat, watu ginjal dan lain-lain. Selain minyak atsiri dan oleoresin, jahe merah juga mengandung gingerol dan shogaol.
Secara kultur jaringan, laporan khusus ihwal budidaya jahe merah sangat terbatas. Dengan memakai benih jahe beberapa varietas bukan jahe merah, telah berhasil dilakukan perbanyakan secara in- vitro dengan memakai tunas pucuk dari kalus.Penelitian lainnya pada jahe yaitu untuk induksi bibit tetraploid .
Dalam perdagangan internasional pangsa pasar jahe cenderung meningkat. Setiap tahunnya peluang ekspor jahe masih terbuka dan tidak terpenuhi sekitar 13-26 persen. Dikalangan produsen Indonesia menempati posisi keempat terbesar dunia,namun peranan dalam perdagangan internasional hanya 2-4 persen. Hal ini disebabkan kebutuhan jahe dalam negeri sangat tinggi.
Seorang peneliti menyatakan bahwa keberhasilan agribisnis jahe selalu dihadapkan pada ketidakpastian,bila tidak didukung dengan ketersediaan bibit berkualitas, teknik budidaya yang efisien serta rancangbangun teknologi terpadu (intergrated technology approach). Kesulitan dalam memperoleh bibit berkualitas merupakan kendala utama dalam budidaya jahe. Kultivar unggul tergolong langka dan sulit memperolehnya serta belum ada perjuangan pengadaan bibit profesional yang menghasilkan bibit bermutu. Kendala lainnya yaitu serangan penyakit tular tanah yang cukup serius menyerupai penyakit layu bakteri, nematoda dan cendawan wangi rimpang.
2.Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu mengatakan wawasan terhadap mahasiswa apa tang di maksud dengan kultur jaringan dan bagaimana kultur jaringan pada tumbuhan jahe.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.Pengertian kultur Jaringan
Kultur jaringan yaitu suatu metode untuk mengisolasi kepingan dari tanaman menyerupai sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga kepingan tumbuhan tersebut sanggup memperbanyak diri tumbuh menjadi tumbuhan lengkap kembali.
Kultur jaringan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan kepingan tumbuhan (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tumbuhan utuh (sempurna) dikondisi invitro (didalam gelas)Keuntungan dari kultur jaringan lebih hemat tempat, hemat waktu, dan
tumbuhan yang diperbanyak dengan kultur jaringan mempunyai sifat sama
atau seragam dengan induknya
tumbuhan yang diperbanyak dengan kultur jaringan mempunyai sifat sama
atau seragam dengan induknya
2.Prinsip Kultur jaringan
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" lantaran jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini yaitu Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap kepingan tumbuhan sanggup berkembang biak lantaran seluruh kepingan tumbuhan terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh lantaran itu, semua organisme gres yang berhasil ditumbuhkan akan mempunyai sifat yang sama persis dengan induknya.
3.Syarat Kultur Jaringan
Pelaksanaan teknik ini memerlukan aneka macam prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan Hal yang paling esensial yaitu wadah dan media tumbuh yang steril. Media yaitu tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan aneka macam materi yang diharapkan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya.
4,Media
Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, menyerupai agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair yaitu nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair sanggup bersifat damai atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan. Komposisi media yang dipakai dalam kultur jaringan sanggup berbeda komposisinya. Perbedaan komposisi media sanggup menjadikan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro. Media Murashige dan Skoog (MS) sering dipakai lantaran cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman.
Nutrien yang tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi. Pada media MS, tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh lantaran itu ZPT ditambahkan pada media (eksogen). ZPT atau hormon tumbuhan kuat pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Interaksi dan keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur.
Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim sanggup mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan bermetamorfosis jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi yang tidak semestinya. Proses ini dikenal dengan insiden dediferensiasi. Dediferensiasi ditandai dengan peningkatan acara pembelahan, pembesaran sel, dan perkembangan jaringan.
5.Metode
Metode perbanyakan tumbuhan secara in vitro sanggup dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara eksklusif maupun melalui tahap pembentukan kalus. Ada beberapa tipe jaringan yang dipakai sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama yaitu jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga mempunyai kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, kepingan tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan yang kedua yaitu jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tumbuhan muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya.
6.Tehnik Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tumbuhan dengan cara mengisolasi kepingan tumbuhan menyerupai daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga kepingan tumbuhan sanggup memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tumbuhan lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan yaitu perbayakan tumbuhan dengan memakai kepingan vegetatif tumbuhan memakai media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tumbuhan yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, sanggup diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, bisa menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tumbuhan dengan teknik kultur jaringan adalah:
1)Pembuatan media
1)Pembuatan media
2) Inisiasi
3) Sterilisasi
4) Multiplikasi
5) Pengakaran
6) Aklimatisasi
7.Media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang dipakai tergantung dengan jenis tumbuhan yang akan diperbanyak. Media yang dipakai biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diharapkan juga materi tambahan menyerupai agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang dipakai juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.Inisiasi yaitu pengambilan eksplan dari kepingan tumbuhan yang akan dikulturkan. Bagian tumbuhan yang sering dipakai untuk kegiatan kultur jaringan yaitu tunas.
.Komposisi Media Kultur Jaringan
a.. Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tumbuhan dan beberapa hara yang dilaporkan mensugesti pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur. Hara organik tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan sanggup mensintesa semua kebutuhan materi organiknya. Meskipun tumbuhan in vitro sanggup mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan.
Selain materi organik tersebut, materi kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain – lain. Penambahan materi kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi. Dengan penelitian yang cukup, semestinya materi kompleks ini sanggup diganti dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.
b. Sumber karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan lantaran mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan tumbuhan dan juga sebagai materi pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diharapkan untuk tumbuh.
Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% dipakai sebagai sumber karbon tapi sumber karbon lain menyerupai glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang sanggup dipakai lebih efisien oleh tumbuhan dalam kultur.
c. Agar
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibentuk menyerupai gel dengan memakai biar atau pengganti biar sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi biar yang dipakai berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi biar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tumbuhan sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi menyerupai Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung materi lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain menyerupai gelatin kadang – kadang dipakai pada lab komersial.
Gel sintetis diketahui sanggup menimbulkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi dilema ini, produk gres bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan adonan biar dan gel sintetis dan mengatakan kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini sanggup dibentuk di lab dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g biar sebagai distributor pengental untuk 1 L media.
d.pH
d.pH
pH media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tumbuhan yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan kalau pH kurang dari 5.2, biar tidak sanggup memadat.
e. Zat Pengatur Tumbuh
Media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh akan dibahas tersendiri pada ahad 13.
f. Air
Air distilata biasanya dipakai dalam kultur jaringan, dan banyak lab memakai aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, memakai air hujan, tapi ini menimbulkan sulit mengontrol kandungan materi organik dan non-organik pada media.
1. Pemilihan Media
Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses dipakai pada aneka macam tumbuhan dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin menyerupai BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, menyerupai NAA pada konsentrasi yang rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit ditentukan dalam kultur jaringan yaitu zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu melaksanakan penelitian kecil untuk menentukan konsentrasi terbaik yang akan digunakan. Ada 2 pendekatan: Pendekatan pertaman yaitu dengan memakai media dasar MS dan meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbeda. .Pendekatan eksperimental untuk menentukan konsentrasi yang paling tepat dari BAP dan NAA sebagai tambahan pada media MS berisi 2% sukrosa dan 0.8% agar, Dimodifikasi dari Bhojwani dan Razdan (1983).
BAP (mg/L) | ||||
NAA (mg/L) | 0 | 0.5 | 2.5 | 5.0 |
0 | 1 | 2 | 3 | 4 |
0.5 | 5 | 6 | 7 | 8 |
2.5 | 9 | 10 | 11 | 12 |
5.0 | 13 | 14 | 15 | 16 |
Pendekatan kedua yaitu dengan memakai metode yang lebih luas berdasarkan deFossard (1976) diaman 4 kategori, mineral, auksin, organik dan sitokinin diuji masing – masing pada 3 konsentrasi. Percobaan yang besar ini memerlukan 81 perlakuan yang berbeda dan sangat menghabiskan waktu tapi mungkin diharapkan untuk beberapa tumbuhan yang sangat sulit dikulturkan.
8.Hal – hal yang ada dalam kultur jaringan
Sterilisasi yaitu bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan memakai alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu memakai etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melaksanakan kultur jaringan juga harus steril.
Multiplikasi yaitu kegiatan memperbanyak calon tumbuhan dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menimbulkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
Pengakaran yaitu fase dimana eksplan akan memperlihatkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh kuman ataupun jamur. Eksplan yang tercemar akan memperlihatkan tanda-tanda menyerupai berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau wangi (disebabkan bakteri).
Aklimatisasi yaitu kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan mengatakan sungkup. Sungkup dipakai untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit lantaran bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya maka secara sedikit demi sedikit sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Keunggulan inilah yang menarik bagi produsen bibit untuk mulai membuatkan perjuangan kultur jaringan ini. Saat ini sudah terdapat beberapa tumbuhan kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia.
Bibit hasil kultur jaringan yang ditanam di beberapa areal memperlihatkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil kultur jaringan yang sering disebut dengan jati emas sanggup dipanen dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tumbuhan jati yang berasal dari benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji di Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan pengusaha lantaran akan memperoleh hasil yang lebih cepat. Selain itu, dengan adanya pertumbuhan tumbuhan yang lebih cepat maka lahan-lahan yang kosong sanggup di jadikan penanaman tumbuhan yang lain.
9.Keuntungan dalam kultur jaringana. Pengadaan bibit tidak tergantung musim
b. Bibit sanggup diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun sanggup dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
c. Bibit yang dihasilkan seragam
d. Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (meng gunakan organ tertentu)
e. Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
BAB 3
ISI
1.Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
Habitus jahe terna berbatang semu dengan tinggi 30 cm hingga 1 m,rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga.Daun sempit,panjang 15 – 23 mm,lebar 8 – 15 mm,tangkai daun berbulu,panjang 2 – 4 mm,bentuk pengecap daun memanjang,panjang 7,5 – 10 mm,dan tidak berbulu, seludang agak berbulu.
Perbungaan berupa malai tersembul dipermukaan tanah,berbentuk tongkat atau lingkaran telur yang sempit, 2,75 – 3 kali lebarnya,sangat tajam,panjang malai 3,5 – 5 cm,lebar 1,5 – 1,75 cm tangkai bunga hampir tidak berbulu,panjang 25 cm,rahis berbulu jarang,sisik pada tangkai terdapat 5 – 7 buah,berbentuk lanset,letaknya berdekatan atau rapat,hampir tidak berbulu,panjang sisik 3 – 5 cm,daun pelindung berbentuk lingkaran telur terbalik,bundar pada ujungnya,tidak berbulu, berwarna hijau cerah,panjang 2,5 cm,lebar 1 – 1,75 cm,mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm,helainya agak sempit, berbentuk tajam,berwarna kuning kehijauan,panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm,bibir berwarna ungu,gelap,berbintik-bintik berwarna putih kekuningan,panjang 12 – 15 mm,kepala sari berwarna ungu,panjang 9 mm,tangkai putik 2.
Jahe mempunyai pembagian terstruktur mengenai sebagai berikut :
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber officinale
2.SYARAT PERTUMBUHAN
a. Iklim
1) Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun.
2) Pada umur 2,5 hingga 7 bulan atau lebih tumbuhan jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga menerima sinar matahari sepanjang hari.
3) Suhu udara optimum untuk budidaya tumbuhan jahe antara 20-35 oC.
b. Media Tanam
1) Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus.
2) Tekstur tanah yang baik yaitu lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik.
3) Tanaman jahe sanggup tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4.Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah yaitu 6,8-7,0.
c. Ketinggian Tempat
1) Jahe tumbuh baik di tempat tropis dan subtropis dengan ketinggian 0-2.000 m dpl.
2) Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 - 600 m dpl.
3.Media Kultur
Budidaya jahe merah biasa dilakukan dengan menanam rimpangnya,namun lantaran rizom dipanen dan dikonsumsi yang menimbulkan selalu harus disediakan bibit dalam jumlah banyak, penyediaan bibit dengan cara lain menyerupai tersedianya planlet hasil kultur jaringan sangat diperlukan.Bibit hasil kultur jaringan telah terbukti mempunyai beberapa keunggulan menyerupai kontinyuitas ketersediaan bibit yang sanggup dijamin,bibit terstandardisasi, sanggup diproduksi dalam jumlah banyak,tidak tergantung trend dan bebas hari hama dan penyakit.Selain itu, teknik kutltur jaringan dipilih selain untuk perbanyakan bibit juga untuk tujuan konservasi secara in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk melaksanakan perbanyakan in vitro jahe merah dengan teknik kultur tunas pada media sederhana.
Media yang dipergunakan merupakan media sederhana yaitu media MS cair tanpa penggunaan zat pengatur tumbuh dengan pengurangan konsentrasi gula. Sebagai kontrol tunas ditumbuhkan pada media MS cair yang dipadatkan dengan 20 g/l sukrosa dengan penambahan zat pengatur tumbuh 1 mg/l BAP. Penyederhanaan media dilakukan pada media cair yang mengandung gula (sebagai pengganti sukrosa) dengan konsentrasi 0, 5, 10 dan 20 g/l.Tabung kultur yang dipergunakan yaitu botol beling dibandingkan dengan tabung magenta yang diberi atau tanpa ventilasi untuk meningkatkan pertukaran udara masuk dan keluar tabung.
JURNAL 1
Bahan tumbuhan yang dipakai dalam percobaan ini yaitu tunas jahe emprit sebagai eksplan. Bahan kimia untuk pembuatan media MS,sukrosa, aquades, agar-agar, IAA dan BAP. Bahan sterilisasi yang diguankan terdiri atas deterjen,bakterisida, fungisida, alkohol 70%, NaC104 (5, 10 dan 20%),betadine dan spiritus. Bahan untuk aklimatisasi yaitu arang sekam dan cocopeaf.Peralatan yang dipakai terdiri atas laminar air flow cabinet, alat tanam, kertas saring, botol sprayer dan gelas plastik.
percobaan ini diharapkan 3 media, yaitu MS-0, media perbanyakan dan media perlakuan. Media MS-0 dibentuk dari larutan stok MS ditambah sukrosa 30 g/l, aquades I I, dan pH nya dibentuk menjadi 5,s-6. Selanjutnya dicampur agar-agar dan dimasak hingga mendidih.Media perbanyakan dibentuk dari larutan stok MS ditambah sukrosa 30 g/l, BAP 2 ppm, IAA 0,25 ppm, aquades I I. Selanjutnya pH dibentuk menjadi 5,8-6, kemudian dicampur agar-agar dan dimasak hingga mendidih. Juga, dilakukan pembuatan media perbanyakan cair bedanya tidak memakai agar-agar dan tidak dimasak. Untuk menciptakan media perlakuan dilakukan sama dengan MS-0, tetapi ditambah sukrosa sesuai dengan konsentrasi yang akan diteliti, yaitu 20, 30, 40 dan 50 g/l.
Hasil menerangkan bahwa 2-8 MST menerangkan bahwa pemberian sukrosa 30,40 dan 50 g/l menghasilkan banyak tunas di bandingkan dengan perlakuan 20 g/l.dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
Konsentrasi sukrosa( g/l) | Tinggi Tunas (cm) |
20 | 11.5 |
30 | 12.08 |
40 | 12.39 |
50 | 11.70 |
Perlakuan akar untuk sukrosa menerangkan bahwa hingga konsentrasi 50 g/l akar terus menerus mengalami pertumbuhan jumlah dan panjang akar.dari setiap perlakuan sukrosa 50 g/l yang mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dari konsentrasi yang lainnya yang lebih rendah yaitu jumlah akar 2.3 buah dan panjang akar 10.50 cm tetapi kualitas akar terbaik di hasilkan pada konsentrasi sukrosa 30 g/l.Konsentrasi 20 g/l menghasilan jumlah daun lebih banyak walaupun tidak berbeda positif dengan konsentrasi sukrosa lainnya.
Sukrosa beperan sebagai sumber energi yang diharapkan sebagai pertumbuhan tanaman.namun pada konsentrasi tinggi akan menimbulkan perubahan tekanan osmosa sehingga akan mensugesti pertumbuhan tanaman.gula sanggup berpera dalam meningkatkan tekanan osmosa.Kekurangan gula sanggup menimbulkan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tidak normal.Jika konsentrasi gula meningkat pertumbuhan dan perkembangan akan meningkat,tetapi akan menurun kembali pada konsentrasi gula tinggi.
JURNAL 2
Media MS (Murashige & Skoog, 1962) cair maupun padat (dengan penambahan biar 8 g/l) tanpa penambahan zat pengatur tumbuh.Mata tunas yang telah disterilisasi dengan perlakuan fungisida dan natrium hipoklorit, ditanam pada media padat atau cair kemudian kultur diinkubasikan di dalam ruang kultur yang mempunyai suhu antara 26–27°C.Kultur diberi penyinaran dengan lampu TL secara terus-menerus. Intensitas cahaya yang dipergunakan antara 1000–1300 lux.Kultur denganmedia padat dipelihara di atas rak kultur sedangkan kultur denganmedia cair dipelihara di atas alat pengocok dengan kecepatan pengocokan sekitar 90 rpm. Multiplikasi tunas dilakukan dengan cara memindahkan bonggol yang telah dibuang daunnya pada media MS cair yang mengandung 1 mg/l BAP, 20 g/l sukrosa.Kultur diinkubasikan di dalamruang kultur dengan kondisi yang sama dengan inisiasi tunas.
Media MS cair yangmengandung sukrosa sebanyak 20 g/l dan zat pengatur tumbuh BAP sebanyak 1 mg/l dipergunakan sebagai perlakuan kontrol. Penyederhanaan media dilakukan dengan penggantian sukrosa dengan gula biasa dengan konsentrasi gula 0, 10 dan 20 g/l. Media cair dibandingkan dengan media padat (MS dengan penambahan 8 g/l agar).Penggunaan tabung magenta dengan memakai dibandingkan dengan penggunaan botol gelas dengan epilog alumunium foil atau plastik bening dengan Bonggol batang dari tunas dipisahkan daunnya dan ditanam pada media perlakuan. Setiap tabung ditanam 3 eksplan dan setiap perlakuan diulang 9 kali.Pengamatan pertumbuhan dilakukan sesudah kultur berumur 5 ahad dengan menghitung jumlah tunas beragam yang terbentuk.
Daun segar sebanyak 0,1 gram diambil dari tumbuhan yang tumbuh di lapangan (rumah beling atau dan tunas tumbuhan kemudian dipotong-potong menjadi berukuran kecil,kemudian diekstrak dengan cara digerus pada mortar yang ditambahkan 10 ml etanol 95% hingga larut. Kelarutan tidak lagi berwarna hijau (ampas daun berwarna putih).Ekstrak kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi dan diputar dengan vortex selama 20 menit. Selanjutnya cairan dipisahkan dari endapannya dan diukur absorbansinya dengan memakai spektrofotometer.
Beberapa tumbuhan dari perlakuan diambil secara acak,dipindahkan pada media cair MS yang mengandung gula,tanpa penambahan zat pengatur tumbuh selama 2 ahad untuk persiapan aklimatisasi. Aklimatisasi dilakukan dengan cara memindahkan 30 pada yang berisi adonan kompos dan pasir (1:1) yang telah diotoklaf selama 30 menit.Masing-masing disungkup dengan plastik hingga terbentuk daun baru, kemudian sungkup dibuka. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah tumbuhan yang hidup hingga bisa membentuk daun-daun baru.
Inisiasi tunas dari mata tunas rimpang jahe merah ditunjukkan pada Gambar 1 yang dimulai dari tahap penanaman padamedia padatMSyang tidakmengandung zat pengatur tumbuh hingga umur 3 ahad membentuk tunas tunggal yang siap dipindahkan pada media perbanyakan.Pertumbuhan tunas jahemerah yang berumur 5minggu pada tabung magenta dan botol gelas dengan perlakuan pengurangan konsentrasi gula dari 20 ke-10 atau eliminasi gula.
Hasilnya memperlihatkan jumlah pembentukan tunas beragam jahe merah pada tabung magenta dengan perlakuan ventilasi, eliminasi zat pengatur tumbuh BAP dan pengurangan konsentrasi gula.Perlakuan percobaan ini dibandingkan dengan pertumbuhan tunas pada tabung beling maupun magenta dengan penggunaan sukrosa sebanyak 20 g/l sebagai perlakuan kontrol. Analisis kandungan klorofil dari tunas jahe merah pada beberapa kondisi media kultur.
Inisiasi kultur tunas jahe merah dari mata tunas yang ditumbuhkan pada media MS padat tanpa zat pengatur tumbuh sanggup membentuk tunas tunggal sesudah 1 ahad penanaman.Apabila tunas yang terbentuk dibiarkan tumbuh pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh ini secara terus-menerus maka tunas akan membentuk akar. Perkembangan eksplan berupa mata tunas yang mulai tumbuh membesar, berumur 1 ahad tanam, kemudianmembentuk 4 daun yaitu berumur sekitar 3 ahad pada media padat. Selanjutnya tunas dipindahkan ke media multiplikasi tunas padamediaMS cair dengan penambahan 1mg/l BAP.Padamedia ini tunas jahe tunas jahemerah dapatmembentuk tunas beragam antara 1–7 tunas dalam waktu 4–5 minggu.
Daun yang terbentuk antara 4–6 daun per tunas. Media ini merupakan hasil penelitian terdahulu pada jahemerah. Pada jahe biasa yang berasal dariBangladesh,media terbaik untuk multiplikasi tunas adalahmediaMS cair yangmengandung 2,5 mg/l BAP yang dikombinasikan dengan 0,5 mg/l Kinetin. Padamedia ini satu tunas dapatmembentuk 22–25 tunas samping dalam waktu 30 hari.
Komposisi media dengan kombinasi zat pengatur tumbuh ini telah dicobakan pada jahe merah, namun kesudahannya tidak berbeda positif dengan pembentukan tunas beragam pada media dengan penambahan 1 mg/l BAP. Dengan demikian media yang lebih hemat dipergunakan untuk perbanyakan tunas jahe merah. Media MS dengan penambahan 0,5–2,0 mg/l BAP jugameningkatkan pertumbuhan tunas beragam pada jahe.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa konsentrasi gula lebih kuat terhadap pembentukan tunas beragam jahe merah dibandingkan jenis tabung (botol beling atau tabung magenta), pemberian ventilasi (dengan tertinggi yaitu 9 dengan memakai sukrosa 20 g/l.Penghilangan gula tidak sanggup menstimulasi pembentukan tutup aluminium foil tidak mengatakan dampak yang positif dalam perkembangan pembentukan tunas beragam jahe merah.
Pemberian sukrosa mendorong terbentukkan tunas beragam hingga 9 tunas,namun dibandingkan dengan pemberian gula 20 maupun 10 g/l menghasilkan rataan jumlah tunas per eksplan yang tidak terlalu berbeda. Percobaan ini masih berlangsung dan direncanakan bahwa pengamatan akan diakhiri pada dikala kultur berumur 8–9 ahad yang diperkirakan pembentukan tunasmajemuk sudah maksimum. Dengan demikian diharapkan masih terjadi pembentukan tunas samping sehingga menambah jumlah tunas majemuk.
Penggantian sukrosa dengan gula juga sanggup menghemat biaya, sehingga menguntungkan untuk konservasi maupun perbanyakan in vitro.Pengurangan bahkan penghilangan gula sebagai sumber energi sanggup dilakukan dengan kompensasi bahwa sumber energi untuk pertumbuhan kultur tetap terjaga normal. Hal ini sanggup dilakukan dengan cara meningkatkan intensitas cahaya atau meningkatkan jumlah CO2 yang masuk ke telah berhasil diterapkan pada beberapa jenis tumbuhan termasuk pada tumbuhan tahunan.Namun demikian penghilangan gula dengan kompensasi beling tidak berhasil mendukung pertumbuhan jahe merah.Kemungkinan diharapkan pula pemberian faktor lingkungan lain menyerupai peningkatan intensitas cahaya biar jahe merah sanggup tumbuh pada media tanpa gula.
Hasil aklimatisasi memperlihatkan bahwa semua planlet sanggup tumbuh membentuk tunas gres di rumah kaca,tidak dijumpai adanya keanehan dalam pertumbuhan tanaman. Pengamatan perlu dilanjutkan hingga tumbuhan membentuk rimpang, dengan demikian sanggup diketahui secara lengkap pertumbuhan dari awal aklimatisasi hinggamemproduksi rimpang.Diharapkan semua tumbuhan dapatmemproduksi rimpang dengan normal. Pada tumbuhan jahe biasa pembentukan rimpang dari tumbuhan hasil kultur jaringan tidak berbeda dengan tumbuhan normal (bukan dari kultur jaringan)
.Dengan penyederhanaan media melalui penggunaan gula sebagai ganti sukrosa dengan konsentrasi rendah (10 g/l), tanpa penggunaan zat pengatur tumbuh, tanpa agar, memakai tutup plastik pada botol beling berarti baik untuk konservasi secara. Percobaan dalam penyederhanaan media dalam upaya konservasi perlu dilanjutkan dengan pengurangan hara media menyerupai dilakukan oleh Panday Denganmenggunakan jahe varietas dari Thailand, penggunaan pupuk “Twin diterapkan pada jahe merah.
JURNAL 3
Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama merupakan media dasar, yaitu : MS, PPC Super Natural Nutrition (SNN) 2 cc/liter dan SNN 4 cc/liter.Media dasar SNN mengandung unsur hara N, P, K, Ca,Mg, Fe, Na, Zn, Cu, Mn, Bo, Cl, dan S, serta ZPT indole acetic acid (IAA). Faktor kedua yaitu materi pemadat yang terdiri atas: biar Swallow (9 g/l), rumput maritim (15 g/l) dan biar Oxoid (8 g/l). Pada media dasar MS ditambahkan sukrosa 30 g/l, nicotinic acid,pyridoxin-HCl, thiamin, asparagin, glutamin, glicine,myoinositol dan benzil amino purin (BAP) 0.5 ppm,sedangkan untuk media PPC SNN sebanyak 2 dan 4 cc/l tidak ditambah dengan materi lain. Eksplan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu tunas berukuran 1 cm yang berasal dari planlet jahe varietas Gajah.
Setiap botol kultur berisi 25 ml media yang sesuai dengan kombinasi perlakuan, ditanam sebanyak 5 tunas. Setiap kombinasi perlakuan terdiri atas 5 botol.Botol kultur ditutup dengan selotip dan ditempatkan di dalam ruang tumbuh dengan suhu 25 – 28°C dan intensitas cahaya 1000 lux selama 16 jam. Pengamatan dilakukan 8 ahad sesudah tanam (MST) terhadap jumlah tunas, daun dan akar, tinggi tunas dan panjang akar, ketegaran dan warna tunas serta biaya pembuatan media pada setiap kombinasi perlakuan. Tinggi tunas diukur dari pangkal eksplan hingga titik tumbuh.Ketegaran dan warna tunas diamati dengan memakai skor.
Jenis media dasar dan materi pemadat mensugesti pembentukan tunas, kombinasi perlakuan media dasar MS dengan rumput maritim mengatakan jumlah tunas terbanyak (Tabel 1). Media dasar MS mengatakan jumlah tunas yang lebih banyak dibandingkan media dasar SNN2 dan SNN4. Hal ini disebabkan lantaran media dasar MS mengandung ZPT BAP.
Hoesein dan Poerba (1992) menyatakan bahwa pembentukan tunas sanggup dipacu dengan pemberian BAP pada konsentrasi 1 – 4 mg/l ke dalam media dasar. Agar Swallow dan rumput maritim mengatakan respon yang baik dalam pembentukan tunas. Jumlah tunas yang dihasilkan oleh biar Swallow dan rumput maritim positif lebih banyak bila dibandingkan dengan biar Oxoid. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa biar Swallow memberikan hasil yang sama baiknya dalam pembentukan tunas jahe .
Media dasar MS dengan materi pemadat rumput maritim menghasilkan jumlah tunas dan daun jaheterbanyak serta tunas tertinggi, sedangkan media dasar MS dengan materi pemadat Oxoid memberikan jumlah akar terbanyak dan akar jahe yang terpanjang.2. Biaya pembuatan media termurah untuk perbanyakan bibit jahe secara in-vitro diperoleh dari media dasar SNN2 dan SNN4 dengan materi pemadat rumput laut, sedangkan biaya pembuatan media termahal diperoleh dari media dasar MS dengan materi pemadat biar Oxoid.
Media dasar SNN2 dan SNN4 dengan materi pemadat rumput maritim dan biar Swallow memberikan ketegaran warna tunas jahe yang sama baiknya dengan media dasar MS dengan materi pemadat biar Oxoid.Penggunaan rumput maritim dan biar Swallow merupakan alternatif yang cukup baik untuk menggantikan biar Oxoid yang harganya sangat mahal. Media dasar MS belum sanggup digantikan oleh PPC SNN2 maupun PPC SNN4, lantaran pemberian BAP pada media dasar MS sanggup meningkatkan jumlah tunas, akar dan daun serta tinggi tunas dan panjang akar jahe.
BAB 3
PENUTUP
Kultur jaringan yaitu suatu metode untuk mengisolasi kepingan dari tanaman menyerupai sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga kepingan tumbuhan tersebut sanggup memperbanyak diri tumbuh menjadi tumbuhan lengkap kembali.
Media yang di gunakan dalam kultur jaringan pada kultur jaringan pada tumbuhan jahe yaitu Bahan kimia untuk pembuatan media MS,sukrosa, aquades, agar-agar, IAA dan BAP. Bahan sterilisasi yang diguankan terdiri atas deterjen,bakterisida, fungisida, alkohol 70%, NaC104 (5, 10 dan 20%), betadine dan spiritus. Bahan untuk aklimatisasi yaitu arang sekam dan cocopeaf
DAFTAR PUSTAKA
Abbas. 1994. Pengaruh bentuk fisik media dan konsentrasi BAP pada kultur in-vitro terhadap pertumbuhan rimpang dan produksi rimpang muda jahe (Zingiber officinale Rosc.) Badak di lapang.Tesis. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 66 hal.
Amien, S. 1994. Optimalisasi pupuk komplemen cair sebagai media pengganti perbanyakan in-vitro bibit kentang (Solanum tuberosum L.). Seminar Nasional Bioteknologi Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang. Hal 35 – 36.
Gunawan, L. W. 1988. Teknik Kultur Jaringan.Laboratorium Kultur Jaringan PAU Bioteknologi IPB. 304 hal.
Hoesein, D. S. H., Y. Poerba. 1992. Perbanyakan jahe (Zingiber officinale Rosc.) Merah dengan Teknik Kultur Jaringan. Balitbang Botani. Puslitbang Biologi LIPI. Hal 324 – 328.
Hutagalung, D. P. 1993. Pengaruh tingkat pemberian air, frekuensi dan dikala perlakuan terhadap pertumbuhan dan produksi jahe (Zingiber officinale Rosc.) muda. (Tesis). Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 49 hal.
Koswara, S. 1995.Jahe dan Hasil Olahannya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Marlin, 2003. Regenerasi planlet jahe (Zingiber officinale Rosc.)dengan pemberian nitrogen pada aneka macam bentuk media subkultur. Jurnal Akta Agrosia. 6 (1): 12–17.
Mariska, I. , Hobir, S. F. Syahid. 1998. Upaya penyediaan benih tumbuhan jahe melalui kultur jaringan. J. Litbang Pertanian. Vol. XVII : 9 – 13.
Marlin, 2005. Pembentukan rimpang mikro jahe (Zingiber officinale Rosc.) secara in- vitrodengan pemberian benzyl amino purine dan sukrosa. Jurnal Akta Agrosia. 8 (2):70–73.
Marlin, 2005b. Regenerasi planlet jahe bebas penyakit layu kuman pada beberapa taraf konsentrasi 6-benzyl amino purine (BAP) dan 1-naphthalene acetic acid (NAA). Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 7 (1): 8–14.
Paimin, FB.1999. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe, Penebar wadaya,Jakarta.
Paimin F.B. Murhananto, 1998.Budidaya Pengolahan Perdagangan Jahe,Penebar Swadaya, Jakarta.
Santoso, HB. 1994.Jahe Gajah, Kanisius, Yogyakarta,
Tim Lentera, 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah si Rimpang Ajaib. Agro Media Pustaka. Jakarta. 88 hal.
Yoganingrum,A.1999.Paket Informasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen,Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, Jakarta.
Sumber http://luqmanmaniabgt.blogspot.com
0 Response to "Makalah Kultur Jahe"
Posting Komentar