-->

iklan banner

Makalah : Perlawanan Teuku Umar



Makalah
Perlawanan Teuku Umar



Baca Juga

PENDAHULUAN

Aceh merupakan salah satu wilayah yang mempunyai tugas sangat besar terhadap usaha dan kemerdekaan bangsa Indonesia dari tangan penjajah. Di tanah ini, banyak muncul pahlawan-pahlawan nasional yang sangat berjasa, tidak hanya untuk rakyat Aceh saja tapi juga untuk rakyat Indonesia pada umumnya. Salah satu jagoan tersebut yakni Teuku Umar. Ia dilahirkan pada tahun 1854 (tanggal dan bulannya tidak tercatat) di Meulaboh, Aceh Barat, Indonesia. Ia merupakan salah seorang jagoan nasional yang pernah memimpin perang gerilya di Aceh semenjak tahun 1873 hingga tahun 1899.
Kakek Teuku Umar yakni keturunan Minangkabau, yaitu Datuk Makdum Sati yang pernah berjasa terhadap Sultan Aceh. Datuk Makdum Sati mempunyai dua orang putra, yaitu Nantan Setia dan Achmad Mahmud. Teuku Achmad Mahmud merupakan bapak Teuku Umar.
Ketika perang aceh meletus pada 1873 Teuku Umar ikut serta berjuang bersama p0juang-p0juang Aceh lainnya, padahal umurnya gres menginjak19 tahun. Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri yang kemudian dilanjukan ke Aceh Barat. Pada umur ini, Teuku Umar juga sudah diangkat sebagai keuchik (kepala desa) di tempat Daya Meulaboh.
Kepribadiaan Teuku Umar semenjak kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga mempunyai sifat yang keras dan pantang mengalah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan pendidikan formal. Meski demikian, ia bisa menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani.
Pernikahan Teuku Umar tidak sekali dilakukan. Ketika umurnya sudah menginjak usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV Mukim. Sejak dikala itu, ia mulai memakai gelar Teuku. Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dien, puteri pamannya. Sebenarnya Cut Nyak Dien sudah mempunyai suami (Teuku Ibrahim Lamnga) tapi telah meninggal dunia pada Juni 1978 dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. Setelah itu, Cut Nyak Dien bertemu dan jatuh cinta dengan Teuku Umar. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan terhadap pos-pos Belanda di Krueng. Hasil perkawinan keduanya yakni anak perempuan berjulukan Cut Gambang yang lahir di tempat pengungsian lantaran orang tuanya tengah berjuang dalam medan tempur.
Belanda sempat berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Satu tahun kemudian (tahun 1884) pecah kembali perang di antara keduanya. Pada tahun 1893, Teuku Umar kemudian mencari taktik bagaimana dirinya sanggup memperoleh senjata dari pihak musuh (Belanda). Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek (kaki tangan) Belanda. Istrinya, Cut Nyak Dien pernah sempat bingung, malu, dan murka atas keputusan suaminya itu. Gubernur Van Teijn pada dikala itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas militer. Atas keterlibatan tersebut, pada 1 Januari 1894, Teuku Umar sempat dianugerahi gelar Johan Pahlawan dan diizinkan untuk membentuk legium pasukan sendiri  yang berjumlah 250 tentara dengan senjata lengkap.
Saat bergabung dengan Belanda, Teuku Umar bekerjsama pernah menundukkan pos-pos pertahanan Aceh. Peperangan tersebut dilakukan Teuku Umar secara pura-pura. Sebab, sebelumnya Teuku Umar telah memberitahukan terlebih dahulu kepada para p0juang Aceh. Sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu, pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pangleot sebagai tangan kanannya jadinya dikabulkan oleh Gubernur Deykerhorf yang menggantikan Gubernur Ban Teijn.
Pada tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar kemudian keluar dari dinas militer Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang 18.000 dollar. Dengan kekuatan yang semakin bertambah, Teuku Umar bersama 15 orang berbalik kembali membela rakyat Aceh. Siasat dan taktik perang yang amat lihai tersebut dimaksudkan untuk mengelabuhi kekuatan Belanda pada dikala itu yang amat berpengaruh dan sangat sukar ditaklukkan. Pada dikala itu, usaha Teuku Umar menerima dukungan dari Teuku Panglima Polem Muhammad Daud yang bersama 400 orang ikut menghadapi serangan Belanda. Dalam pertempuran tersebut, sebanyak 25 orang tewas dan 190 orang luka-luka di pihak Belanda.
Gubernur Deykerhorf merasa tersakiti dengan siasat yang dilakukan Teuku Umar. Van Heutsz diperintahkan semoga mengerahkan pasukan secara besar-besaran untuk menangkap Teuku Umar. Serangan secara mendadak ke tempat Melaboh menimbulkan Teuku Umar tertembak dan gugur dalam medan perang, yaitu di Kampung Mugo, pedalaman Meulaboh pada tanggal10 Februari 1899.


BAB I


A.     Keadaan Aceh Sebelum Datangnya Belanda Ke Aceh
Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau, Sumatera Timur, hingga Perak di semenanjung Malaysia. Aceh merupakan salah satu bangsa di pulau Sumatra yang mempunyai tradisi militer, dan pernah menjadi bangsa terkuat di Selat Malaka, yang mencakup wilayah Sumatra dan Semenanjung Melayu, ketika dibawah kekuasaan Iskandar Muda.


Baca Juga :

Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dengan seorang putri dari Kesultanan Pahang. Putri ini dikenal dengan nama Putroe Phang. Konon, lantaran terlalu cintanya sang Sultan dengan istrinya, Sultan memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman Istana) sebagai tanda cintanya. Kabarnya, sang puteri selalu sedih lantaran memendam rindu yang amat sangat terhadap kampung halamannya yang berbukit-bukit. Oleh lantaran itu Sultan membangun Gunongan untuk mengubati rindu sang puteri. Hingga dikala ini Gunongan masih sanggup disaksikan dan dikunjungi.
Ketika Kesultanan Samudera Pasai dalam krisis, maka Kesultanan Malaka yang muncul dibawah Parameswara (Paramisora) yang berganti nama sesudah masuk Islam dengan panggilan Iskandar Syah. Kerajaan Islam Malaka ini maju pesat hingga pada tahun 1511 ketika Portugis dibawah pimpinan Afonso d'Albuquerque dengan armadanya menaklukan Malaka.
Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis, kembali Aceh bangun dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Yang diteruskan oleh Sultan Salahuddin (1528-1537). Sultan Alauddin Riayat Syahal Kahar (1537-1568). Sultan Ali Riyat Syah (1568-1573). Sultan Seri Alam (1576. Sultan Muda (1604-1607). Sultan Iskandar Muda, gelar marhum mahkota alam (1607-1636). Semua serangan yang dilancarkan pihak Portugis sanggup ditangkisnya.
Pada abad ke-16, Ratu Inggris, Elizabeth I, mengirimkan utusannya berjulukan Sir James Lancester kepada Kerajaan Aceh dan mengirim surat yang ditujukan: "Kepada Saudara Hamba, Raja Aceh Darussalam." serta seperangkat pelengkap yang tinggi nilainya. Sultan Aceh kala itu mendapatkan maksud baik "saudarinya" di Inggris dan mengizinkan Inggris untuk berlabuh dan berdagang di wilayah kekuasaan Aceh. Bahkan Sultan juga mengirim hadiah-hadiah yang berharga termasuk sepasang gelang dari watu rubi dan surat yang ditulis di atas kertas yang halus dengan tinta emas. Sir James pun dianugerahi gelar "Orang Kaya Putih". Hubungan yang mesra antara Aceh dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja James I dari Inggris dan Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam sebagai hadiah untuk Sultan Aceh. Meriam tersebut hingga kini masih terawat dan dikenal dengan nama Meriam Raja James.

Selain Kerajaan Inggris, Pangeran Maurits – pendiri dinasti Oranje– juga pernah mengirim surat dengan maksud meminta dukungan Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dengan mengirimkan rombongan utusannya ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuanku Abdul Hamid. Rombongan inilah yang dikenal sebagai orang Indonesia pertama yang singgah di Belanda. Dalam kunjungannya Tuanku Abdul Hamid sakit dan jadinya meninggal dunia. Ia dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dengan dihadiri oleh para pembesar-pembesar Belanda. Namun lantaran orang Belanda belum pernah memakamkan orang Islam, maka dia dimakamkan dengan cara agama Nasrani di pekarangan sebuah gereja. Kini di makam dia terdapat sebuah prasasti yang diresmikan oleh Mendiang Yang Mulia Pangeran Bernhard suami mendiang Ratu Juliana dan Ayah Yang Mulia Ratu Beatrix.

Pada masa Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengirim utusannya untuk menghadap Sultan Utsmaniyah yang berkedudukan di Istanbul. Karena dikala itu Sultan Utsmaniyah sedang gering maka utusan Kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lamanya sehingga mereka harus menjual bertahap hadiah persembahan untuk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada jadinya ketika mereka diterima oleh sang Sultan, persembahan mereka hanya tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yang cakap dalam ilmu perang untuk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersebut pula masih ada hingga kini dikenal dengan nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa selanjutnya Sultan Utsmaniyah mengirimkan sebuah bintang jasa kepada Sultan Aceh.

Pada masa Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengirim utusannya untuk menghadap Sultan Utsmaniyah yang berkedudukan di Istanbul. Karena dikala itu Sultan Utsmaniyah sedang genting maka utusan Kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lamanya sehingga mereka harus menjual bertahap hadiah persembahan untuk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada jadinya ketika mereka diterima oleh sang Sultan, persembahan mereka hanya tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yang cakap dalam ilmu perang untuk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersebut pula masih ada hingga kini dikenal dengan nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa selanjutnya Sultan Utsmaniyah mengirimkan sebuah bintang jasa kepada Sultan Aceh.

Kerajaan Aceh sepeninggal Sultan Iskandar Thani mengalami kemunduran yang terus menerus. Hal ini disebabkan kerana naiknya empat Sultanah berturut-turut sehingga membangkitkan amarah kaum Ulama Wujodiyah. Padahal, Seri Ratu Safiatudin Seri Ta'jul Alam Syah Berdaulat Zilullahil Filalam yang merupakan Sultanah yang pertama yakni seorang perempuan yang amat cakap. Ia merupakan puteri Sultan Iskandar Muda dan Isteri Sultan Iskandar Thani. Ia juga menguasai 6 bahasa, Spanyol, Belanda, Aceh, Melayu, Arab, dan Persia. Saat itu di dalam Parlemen Aceh yang beranggotakan 96 orang, 1/4 di antaranya yakni wanita. Perlawanan kaum ulama Wujodiyah berlanjut hingga tiba fatwa dari Mufti Besar Mekkah yang menyatakan keberatannya akan seorang wanita yang menjadi Sultanah. Akhirnya berakhirlah masa kejayaan perempuan di Aceh.

B.     Masuknya Belanda Ke Aceh
Untuk melicinkan niatnya menguasai Aceh, Kerajaan Belanda mengajak Kerajaan Inggris untuk menanda tangani suatu perjanjian dengan Inggris (Traktat Sumatera) yang isinya: Bekas jajahan Belanda di Afrika (Gold Coast -sekarang Ghana) diserahkan kepada Inggris dan jajahan Inggris di Sumatera (yaitu Bengkulu) diserahkan kepada Belanda. Untuk menguasai seluruh Sumatera kalau perlu Belanda akan memerangi Aceh. Perjanjian ini ditanda tangani tahun 1871.

Pada tanggal 26 Maret 1873, Gubernur Hindia Belanda yang berpusat di Jawa, menyatakan perang kepada Kerajaan Aceh / Sultan Mahmud Shah yang dilengkapi dengan "Ultimatum" yang berisi:
1.      Aceh mengalah kalah dengan tanpa syarat;
2.      Turunkan bendera Aceh dan kibarkan bendera Belanda;
3.      Hentikan perbuatan berpatroli di Selat Melaka;
4.      Serahkan kepada Belanda sebagian Sumatera yang berada dalam lindungan Sultan Aceh;
5.      Putuskan kekerabatan diplomatik dengan Khalifah Osmaniyah di Turki.
"Ultimatum" ini ditolak mentah-mentah oleh Sultan Aceh, maka terjadilah perang melawan Belanda pada 4 April 1873. Pada tanggal 26 Maret 1873, Kerajaan Belanda mengeluarkan Pernyataan perang dengan resmi atas kerajaan Aceh. Maka pasukan Belanda dibawah pimpinan Jendral J.H.R Kohler pada tanggal 5 April 1873 mulai menyerang Aceh. Pasukan Belanda memusatkan serangannya pada Masjid Raya Baiturrahman. Setelah pertempuran berlangsung beberapa lama, Masjid Raya Baiturrahman terbakar dan sanggup dikuasai Belanda. Dalam pertempuran tersebut Jendral Kohler tewas. Meskipun Masjid Raya Baiturrahman sanggup dikuasai Belanda, namun hal itu tidak berlangsung lama. Belanda semakin terdesak dan pergi meninggalkan Aceh pada tanggal 29 April 1873.

Namun kemudian Belanda tiba lagi. Kedatangan kembali Belanda ke Aceh dipimpin oleh Jendral J.Van Swieten. Belanda berhasil menguasai istana dan dijadikan tempat pertahanan. Walaupun istana sanggup dikuasai Belanda, namun perlawanan rakyat Aceh terus berlangsung. Di bawah pemimpin-pemimpin Aceh menyerupai Panglima Polim, Teungku Chik Di Tiro, Teuku Ibrahim, Cut Nya Dien, Teuku Umar dll, rakyat Aceh terus berperang melawan kedzaliman dan penjajahan Nasrani Belanda.

Kemudian pada 24 Desember, 1873, Belanda kembali menyerang Aceh dengan mengerahkan serdadu upahannya dari Jawa, Madura, Manado dan Maluku. Mereka juga menyewa ribuan penjahat dari Penjara Swiss, Prancis dan termasuk penjahat dari Afrika untuk dikerahkan mempertaruhkan nyawa mereka di Aceh. Setelah terjadinya perang periode ke II ini, maka perang melawan Belanda tidak berhenti hingga kemudian Belanda melarikan diri dari Aceh tahun 1942. Belanda keok di Aceh! Pada tahun 1879 Belanda menyerbu Aceh dari segala penjuru dan jadinya berhasil menguasainya. Namun demikian, daerah-daerah hutan dan pegunungan masih dikuasai rakyat Aceh. Teuku Ibrahim memimpin perang gerilya. Dalam suatu serbuan terhadap pos Belanda, Teuku Ibrahim gugur. Teuku Ibrahim meninggalkan seorang istri yang berjulukan Cut Nya Dien.

Perjuangan diteruskan oleh Teuku Umar. Ia masih kerabat Teuku Ibrahim. Kemudian Teuku Umar mengawini Cut Nya Dien dan bahu-membahu berjuang melawan kafir-kafir kolonialis Belanda. Ingat kalau kita menonton film "Tjoet Njak' Dhien" isyarat sutradara Eros Djarot yang dibintangi oleh Christine Hakim, Cut Nya Dien selalu menyebut "kaphe-kaphe" untuk menyebut tentara-tentara Belanda. "Kaphe-Kaphe" maksudnya yakni kafir-kafir.

Kekerasan dihadapi dengan kekerasan, itulah motto Van Daalen. Perlawanan Aceh hanya akan berakhir kalau dihadapi dengan superioritas militer. Mayat-mayat kemudian bergelimpangan di sana-sini. Benar bahwa tahun 1913, atau sesudah 40 tahun perang, Aceh berhasil ditaklukkan, tetapi bukan berarti perang sudah usai.

Kurang lebih 10.000 prajurit Belanda tewas dalam Perang Aceh. Belanda mengerahkan kekuatan maksimum. Invasi pertama saja tiba dengan 5.000 personel, suatu jumlah yang amat besar untuk masa itu. Bagi Belanda, Perang Aceh merupakan pengalaman pahit. Itu sebabnya hanya Aceh satu-satunya tempat yang tidak dijamah Belanda ketika kembali ke Indonesia (bekas Hindia Belanda) dengan menumpang Sekutu-NICA seusai PD II. Peperangan yang panjang dan melelahkan ini telah mengorbankan ratusan ribu nyawa insan dari kedua belah pihak. Demikian juga dengan dana perang yang sangat besar dikeluarkan oleh Belanda, sehingga menimbulkan semua perusahaan-perusahaan sebagai sumber ekonomi Belanda terpaksa bangkrut sebagai konsekuensi logis dari perang yang dahsyat dan paling usang dalam sejarah mereka.

Rakyat Aceh tidak sanggup dikalahkan Belanda dengan pendekatan militeristik, lantaran bangsa Aceh memandang perang melawan Belanda sebagai perang suci-jihad fisabilillah- yang bermakna; orang Aceh akan berlomba-lomba untuk mati syahid menggempur musuh yang dirangsang dengan aqidah Islam yang sudah masuk ke dalam tulang sumsumnya. Itulah sebabnya perang ini telah melibatkan semua lapisan masyarakat, tidak terkecuali kaum wanitanya.

Para Ulama telah menghembuskan roh jihad dalam perang ini. Tengku Thjik di Tiro Muhammad Saman telah memimpin peperangan ini dan diikuti oleh bangsa Aceh serta keluarga di Tiro yang lain hingga kepada Tengku Tjhik Maat di Tiro yang mati syahid dalam satu peperangan di Alue Bhot, Pidie, tahun 1911. Perang terus merebak ke seluruh Aceh. Tengku Mata Ie bersama pasukannya berjuang di sektor Aceh Besar; Tengku Tapa bersama pasukannya berjuang di sektor Timur; Tengku Paja di Bakong bersama pasukannya berjuang di sektor Utara; Tjut Ah dan Tengku di Barat bersama pasukannya berjuang di sektor Barat-selatan; Pang Jacob, Pang Bedel dan Pang Masem berjuang di sektor Tengah; Panglima Tjhik bersama pasukannya berjuang di sektor Tenggara. Akhirnya, pada tahun 1942 Belanda angkat kaki dari bumi Aceh dalam keadaan hina.

Setelah itu Belanda kapok dan tidak pernah berani lagi menginjak Aceh. Ketika tahun 1946-1948 Belanda kembali dan telah menduduki seluruh wilayah Indonesia, mereka tidak mau terperangkap kembali di Aceh.


C.     Sebab-Sebab Terjadinya Perlawanan
1.      Belanda menduduki tempat Siak. Akibat dari Perjanjian Siak 1858. Di mana Sultan Ismail menyerahkan tempat Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu semenjak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh.
2.      Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian London yakni Belanda dan Britania Raya menciptakan ketentuan perihal batas-batas kekuasaan kedua tempat di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh.
3.      Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.
4.      Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps. Menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting untuk kemudian lintas perdagangan.
5.      Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania menawarkan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak dan menyerahkan wilayahnya di Guyana Barat kepada Britania.
6.      Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan kekerabatan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.
7.      Akibat kekerabatan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan Turki di Singapura, Belanda mengakibatkan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wapres Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya tiba ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah perihal apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk menawarkan keterangan.





BAB II
KESIMPULAN DAN SARAN

A.     Kesimpulan
1.      Sebelum Belanda tiba ke Aceh, Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Aceh mempunyai kekerabatan yang baik dengan Inggris. Aceh mempunyai kekerabatan baik dengan Sultan Utsmaniyah. Aceh juga mempunyai kekerabatan yang baik dengan Perancis
2.      Masuknya Belanda ke Aceh dengan cara Kerajaan Belanda mengajak Kerajaan Inggris untuk menanda tangani suatu perjanjian dengan Inggris (Traktat Sumatera) yang isinya: Bekas jajahan Belanda di Afrika (Gold Coast -sekarang Ghana) diserahkan kepada Inggris dan jajahan Inggris di Sumatera (yaitu Bengkulu) diserahkan kepada Belanda. Untuk menguasai seluruh Sumatera kalau perlu Belanda akan memerangi Aceh.
3.      Sultan Aceh menolak Ultimatum belanda , maka terjadilah perang melawan Belanda pada 4 April 1873.  Belanda semakin terdesak dan pergi meninggalkan Aceh pada tanggal 29 April 1873.
4.      Perlawanan rakyat Aceh terus berlangsung. Di bawah pemimpin-pemimpin Aceh menyerupai Panglima Polim, Teungku Chik Di Tiro, Teuku Ibrahim, Cut Nya Dien, Teuku Umar dll, rakyat Aceh terus berperang melawan kedzaliman dan penjajahan Nasrani Belanda.
5.      Sebab-sebab terjadinya perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda antara lain : Belanda menduduki tempat Siak, Belanda melanggar perjanjian Siak, Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps, Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris dan Belanda, dan Akibat perjanjian Sumatera 1871

B.     Saran
Kegigihan rakyat Aceh melawan Belanda, menciptakan Belanda kewalahan menghadapi rakyat Aceh. Hendaknya kegigihan ini sanggup menjadi motivasi pelajar dalam belajar. Karena dengan kegigihan belajarlah seorang pelajar bisa menjadi pandai yang jadinya sanggup mencapai apa yang ia cita-citakan.




PENUTUP

Perjuangan Teuku Umar akan tetap dikenang dengan aneka macam cerita. Banyak kisah yang dihadirkan dalam mengenal jagoan ini secara lebih dekat. Semangat juangnya juga masih ditanamkan oleh masyarakat Aceh kepada belum dewasa mereka.
Sebuah pelajaran yang sangat berarti, bahwa berjuang bukan hanya menggerakkan senjata dan membunuh. Perjuangan juga membutuhkan taktik dan daya pikir berpengaruh semoga bisa menyingkirkan lawan. Teuku Umar, tidak hanya membunuh Belanda, namun juga membunuh rasa optimistis Belanda akan kelemahan Aceh, yang primitif di mata mereka.


DAFTAR PUSTAKA

penaagakmacet.blogspot.com/search?q=biografi-dewi-sartika
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Aceh
penaagakmacet.blogspot.com/search?q=biografi-dewi-sartika




Sumber http://ikhtisarmateri.blogspot.com

Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Makalah : Perlawanan Teuku Umar"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel