-->

iklan banner

Tinjauan Pustaka : Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik Dengan Anorganik

1. Pertanian Anorganik 

Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang memakai varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil. Paket pertanian anorganik tersebut yang menawarkan hasil panen tinggi namun berdampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, residu yang dihasilkan oleh bahan-bahan kimia yang digunakan oleh pertanian anorganik telah mencemari air tanah sebagai sumber air minum yang tidak baik bagi kesehatan manusia. Hasil produk pertanian organik juga berbahaya bagi kesehatan insan yang merupakan akhir penggunaan pestisida kimia (Sutanto, 2002). 

Menurut Ayatullah (2009) keberhasilan pertanian anorganik diukur dari berapa banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap maju. Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan kepingan dari Revolusi Hijau, pada zaman Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan memakai teknologi modern, yang dimulai semenjak tahun 1970-an. 

Revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah mengupayakan penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an, petani mulai kesulitan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan pemakaian pupuk dan pestisida yang semakin meningkat dan harga gabah dikontrol pemerintah. Petani bekerja berbagi budaya tanam denganmemanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani merupakan komunitas mandiri. Pertanian modern atau anorganik tidak menjadikan petani mandiri. 

Padahal, FAO (lembaga pangan PBB), telah menegaskan Hak-Hak Petani (Farmer‘s Rights) sebagai penghargaan bagi petani atas sumbangan mereka. Hakhak Petani merupakan legalisasi terhadap petani sebagai pelestari, pemulia, dan penyedia sumber genetik tanaman. 

2.  

a. Pengertian  

Pertanian organik merupakan sistem dengan ciri utama bekerja selaras dengan alam untuk mencukupi kebutuhan pangan sehat bagi umat insan (Daryanto dalam Winangun, 2005). Sistem pertanian organik yaitu suatu system produksi pertanian dimana materi organik, baik makhluk hidup maupun yang sudah mati, merupakan faktor penting dalam proses produksi. Penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati serta pemberantasan hama, penyakit dan gulma secara biologis merupakan pola penerapan sistem pertanian organik (Sugito dkk, 1995). 

Menururt Sutanto (2002), pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan “hukum pengembalian (law of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis materi organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan menawarkan masakan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik yaitu berbagi prinsip prinsip memberi masakan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan masakan untuk tumbuhan (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi masakan pribadi pada tanaman. Strategi pertanian organik yaitu memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk sangkar menjadi biomassa tanah yang selanjutnya sesudah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Hal ini berbeda dengan pertanian konvensional atau anorganik yang menawarkan unsur hara secara cepat dan pribadi dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan dosis dan waktu santunan yang sesuai dengan kebutuhan tumbuhan (Sutanto, 2002). 

b. Kendala  

Pertanian organik masih sering dianggap sebagai pertanian yang memerlukan biaya mahal, tenaga kerja yang banyak, kembali pada system pertanian tradisional, serta hasil produksi yang rendah. Hal tersebut merupakan pemahaman yang keliru yang dinilai oleh masyarakat atau petani. Terdapat beberapa hambatan mengenai pertanian organik, yaitu ketersediaan materi organic terbatas dan takarannya harus banyak, menghadapi persaingan dengan kepentingan lain dalam memperoleh sisa pertanaman dan limbah organik, dan tidak adanya nilai tambah dari harga produk pertanian organik (Sutanto, 2002). 

c. Tujuan  

Menurut Sutanto (2002) tujuan pertanian organik terdiri dari tujuan jangka 

panjang dan tujuan jangka pendek. 

1). Tujuan Jangka Panjang 

Tujuan jangka panjang yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organik yaitu: 

a. Melindungi dan melestarikan keragaman hayati serta fungsi keragaman dalam bidang pertanian. 

b. Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermanfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga menunjang aktivitas budidaya pertanian berkelanjutan. 

c. Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akhir residu pestisida dan pupuk, serta materi kimia pertanian lainnya. 

d. Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang berharga mahal dan mengakibatkan pencemaran lingkungan. 

e. Meningkatkan perjuangan konservasi tanah dan air, serta mengurangi problem pengikisan akhir pengolahan tanah yang intensif. 

f. Mengembangkan dan mendorong kembali munculnya teknologi pertanian organik yang telah dimiliki petani secara turun-temurun, dan merangsang aktivitas penelitian pertanian organik oleh forum penelitian dan universitas. 

g. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk, dan materi kimia pertanian lainnya. 

h. Meningkatkan peluang pasar produk organik, baik domestik maupun global dengan jalan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha yang bergerak dalam bidang pertanian. 

2). Tujuan Jangka Pendek 

Adapun tujuan jangka pendek yang akan dicapai yaitu sebagai berikut: 

a. Ikut serta mensukseskan agenda pengentasan kemiskinan melalui peningkatan pemanfaatan peluang pasar dan ketersediaan lahan petani yang sempit. 

b. Mengembangkan agribisnis dengan jalan menjalin kemitraan antara petani sebagai produsen dan para pengusaha. 

c. Membantu menyediakan produk pertanian bebas residu materi kimia pertanian lainnya dalam rangka ikut meningkatkan kesehatan masyarakat. 

d. Mengembang dan meningkatkan minat petani pada aktivitas budidaya organik baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan yang bisa meningkatkan pendapatan tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan 

e. Mempertahankan dan melestarikan produktivitas lahan, sehingga lahan bisa berproduksi secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan generasi kini dan mendatang. 

d. Kegunaan  

Kegunaan pertanian organik intinya yaitu meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi. Pertanian organik sanggup menghemat penggunaan hara tanah, sehingga sanggup memperpanjang umur produktif tanah. Selain itu, pertanian organik juga sanggup memelihara ekosistem tanah sebab tidak membahayakan tumbuhan dan fauna tanah, bahkan sanggup menyehatkannya. Serta, pertanian organik tidak menimbulkanpencemaran lingkungan, khususnya pencemaran sumberdaya air, sebab zat-zat kimia yang terkandung berkadar rendah dan berbentuk senyawa yang gampang larut (Sutanto, 2002). 

3. Perbedaan dan Anorganik. 

Pertanian organik dan anorganik mempunyai perbedaan baik dari aspek input maupun output produksinya. Pada pertanian organik olah tanah bersifat minimum, sedangkan pertanian anorganik olah tanahnya bersifat intensif. Pupuk yang digunakan pada pertanian organik merupakan sumber masakan untuk tumbuhan dan tanah, sedangkan pupuk kimia merupakan materi sintetis dan bukan alami. 

Pestisida yang digunakan pada pertanian organik merupakan pestisida hayati yang terbuat dari materi alami, sedangkan pestisida kimia terdiri dari insektisida, herbisida dan rodentsida. Pertanian organik berorientasi ekonomi dan ekologi, serta jangka panjang, sedangkan pertanian anorganik berorientasi produk dan jangka pendek (Salikin dalam Rachmiyanti, 2009). 

4. Usahatani 

Usahatani yaitu ilmu yang mempelajari perihal cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi dengan efektif, efeisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat (Rahim dan Hastuti, 2007). Menururt Soekartawi (2002), ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh laba yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen sanggup mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). 

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi suatu usahatani yaitu lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Adapun empat faktor produksi tersebut yaitu sebagai berikut (Rahim dan Hastuti, 2007): 

a. Lahan 

Lahan pertanian merupakan penentu dari efek faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Ukuran lahan pertanian sanggup dinyatakan dengan hektar (ha) atau are. 

b. Tenaga Kerja 

Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju, menyerupai petani yang bisa mengadopsi inovasi-inovasi gres terutama dalam memakai teknologi untuk pencapaian komoditas yang anggun sehingga nilai jualnya tinggi. Penggunaan tenaga kerja sanggup dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja, yaitu besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Ukuran tenaga kerja sanggup dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK). 

c. Modal 

Kegiatan proses produksi pertanian membutuhkan modal. Modal sanggup dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi. Sedangkan modal yang tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. 

e. Manajemen 

Dalam usahatani, peranan administrasi menjadi sangat penting dalam mengelola produksi komoditas pertanian, mulai dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengendalian (controlling), dan penilaian (evaluation). 

5. Penelitian Terdahulu 

Beberapa penelitian mengenai pertanian organik telah dilakukan sebelumnya. Setiap penelitian mempunyai perbedaan masing-masing. Perbedaan terlihat dari sisi komoditas, lokasi penelitian, alat analisis yang digunakan, serta hasil selesai dari penelitian tersebut. Rachmiyanti (2009), melaksanakan penelitian mengenai analisis perbandingan usahatani padi organik metode System of Rice Intensification (SRI) dengan padi konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Rachmiyanti ini yaitu menganalisis efek perubahan sistem usahatani, dari usahatani non organik menjadi usatani organik metode SRI yang dilakukan oleh para petani terhadap tingkat pendapatannya. Penelitian ini memakai beberapa alat analisis, yaitu analisis pendapatan, uji t, dan imbangan dari penerimaan dan biaya (R/C rasio). Berdasarkan hasil analisis pendapatan diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total petani padi organik metode SRI lebih rendah dibanding pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total padi konvensional. Namun dari hasil uji t terlihat bahwa perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani padi ternyata tidak kuat aktual terhadap pendapatan petani. Hasil dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI (Rp 1,98) lebih rendah dari R/C rasio yang diperoleh petani padi konvensional (Rp 2,46). Hal ini berarti dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani padi organik metode SRI hanya akan menawarkan penerimaan sebesar Rp 1,98 lebih rendah dari penerimaan yang diperoleh petani padi konvensional. R/C rasio tatas biaya total, untuk petani padi organik metode SRI (Rp 1,54) lebih kecil dari petani padi konvensional (Rp 2,16). Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh padi konvensional lebih besar dari petani padi organik metode SRI. 

Selanjutnya, Rahmawati (2007) melaksanakan penelitian mengenai analisis usahatani sayuran organik pada perusahaan Benny’s Organic Garden di Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini menganalisis keragaan usahatani secara deskriptif dengan membandingkan keragaan antara usahatani milik sendiri dengan usahatani sistem bermitra. Alat analisis usahatani yang digunakan, yaitu analisis pendapatan dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio). Hasil dari analisis pendapatan menunjukkan bahwa perjuangan sayuran organik di lahan milik pribadi memperoleh pendapatan perusahaan yang lebih tinggi (Rp 27.000.616) dibandingkan dengan pendapatan yang diterima pada lahan bermitra (Rp 11,8 juta). Selain itu, pendapatan kerja perusahaan untuk lahan pribadi (Rp 21,6 juta) lebih besar dari pendapatan kerja perusahaan di laha bermitra (Rp 9,1 juta). Nilai R/C rasio pada usahatani dengan lahan pribadi lebih besar 0,5 jikalau dibandingkan dengan nilai R/C pada usahatani dengan lahan bermitra. Nilai R/C menerangkan bahwa nilai tersebut lebih dari satu, hal ini mengindikasikan bahwa usahatani tersebut pada lahan pribadi maupun lahan bermitra layak dan menguntungkan. 

Penelitian yang dilakukan Kusumah (2004) mengenai analisis perbandingan usahatani dan pemasaran antara padi organik dan padi anorganik di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat menerangkan bahwa pendapatan atas biaya tunai petani padi organik lebih rendah dari pendapatan atas biaya tunai padi anorganik. Hasil uji z juga menyimpulkanbahwa perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani padi ternyata tidak kuat aktual terhadap pendapatan petani. Sedangkan pada pendapatan atas biaya total, padi organik lebih besar dibandingkan dengan padi anorganik. 

Berdasarkan hasil R/C rasio diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik (1,95) lebih rendah dari R/C rasio padi anorganik (2,23). Perbedaan hasil penelitian terdahulu tersebut dengan penelitian ini terletak pada perbedaan lokasi dan salah satu metode yang digunakan. 

Penelitian ini akan dilakukan di Desa Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penelitian yang akan dilakukan ini selain memakai analisis pendapatan dan imbangan penerimaan dan biaya.

Sumber http://jurnalorganik.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Tinjauan Pustaka : Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik Dengan Anorganik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel