-->

iklan banner

Laporan Praktikum Silvikultur Permudaan Hutan Secara Alam

LAPORAN PRAKTIKUM SILVIKULTUR
PERMUDAAN HUTAN SECARA ALAM


PERMUDAAN HUTAN SECARA ALAM


Tujuan


  1. Mempelajari banyak sekali faktor yang kuat pada keberhasilan permudaan alam (jenis flora hutan) di Taman Nasional Gunung Merapi.


Bahan dan Alat


  1. Permudaan alam tumbuhan hutan di Taman Nasional Gunung Merapi.
  2. Milimeter block.
  3. Tali.
  4. Meteran.
  5. Hagameter.
  6. Kompas.


Cara Kerja


  1. Permudaan alam tumbuhan hutan di Taman Nasional Gunung Merapi diamati dengan cara menciptakan petak ukur ganda dengan ukuran PU 2m x 2m untuk seedling, 5 x 5 m untuk sapling, 10 x 10 m untuk poles, 20 x 20 m untuk tress (PU 2 x 2 m berada didalam PU 5 x 5 m, PU 5 x 5 m berada didalam PU 10 x 10 m, PU 10 x 10 m berada didalam PU 20 x 20 m).
  2. Jenis anakan diidentifikasi dan dihitung jumlah anakan tumbuhan hutan yang ada dalam plot.
  3. Diameter sapling, poles, dan tress diukur. Perhatikan apakah ada pohon induk masing-masing jenis anakan.
  4. Catat pula jenis-jenis flora yang ada di dalam plot serta yang ada disekitar lokasi plot, amati pula kerapatan flora bawah, ketebalan seresah dan tingkat naungan alasannya yakni ketika awal pertumbuhan beberapa jenis tumbuhan butuh naungan
  5. Gambar pula letak poles pada petak ukur yang saudara amati.

Tinjauan Pustaka

Sistem silvikultur yakni proses penanaman, pemeliharaan, penebangan, penggantian komposisi tegakan hutan untuk menghasilkan produksi kayu atau hasil hutan lainnya. Penerapan sistem silvikultur yang sesuai sanggup meningkatkan nilai hutan, baik kuantitas maupun kualitas (Mawazin, 2013).

Dalam konsep silvikultur, penebangan merupakan tindakan untuk melaksanakan proses peremajaan hutan dengan memungut atau menebang pohon-pohon pada diameter tertentu atau yang telah masak tebang. Penebangan akan membuka ruang yang sanggup memperlihatkan kesempatan memacu pertumbuhan anakan alam terutama jenis-jenis yang toleran terhadap cahaya, sehingga akan memperkaya komposisi dan keanekaragaman jenis (Denslow, 1987).

Salah satu indikator pemulihan hutan secara lestari yakni terciptanya regenerasi permudaan alam yang dicirikan pertumbuhan permudaan alam dan ketahanan keanekaragaman jenisnya. Kegiatan penebangan sanggup mensugesti regenerasi alam terutama pada tingkat semai dan pancang. Kondisi permudaan sehabis satu tahun pasca panen kemungkinan telah stabil pertumbuhannya sehingga info komposisi, sebaran, kerapatan, dan keanekaragaman jenisnya sanggup bermanfaat untuk pertimbangan perencanaan pengelolaan hutan selanjutnya (Ewel, 1980).
Baca Juga : Laporan Praktikum Silvikultur Pembuatan Rancangan Persemaian dan Penaksiran Produksi Bibit

Berdasarkan kebutuhan akan cahaya taktik permudaan alam dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Jenis Intoleran
Memerlukan banyak cahaya untuk tumbuh, akan menempati ruang-ruang yang terbuka, sebagai flora pioneer. Kelompok ini ditemui pada fase awal hutan sekunder, pada gap yang besar, pada areal bekas tebas habis atau kawasan penimbunan kayu, dengan kondisi penyinaran yang cukup tinggi.
2. Jenis Toleran
Mampu tumbuh pada tempat-tempat terlindung, di bawah naungan dalam jangka waktu lama, bahkan tanpa ada pertumbuhan (dormansi meristematik). Ditemui pada jenis penyuun hutan klimaks, yang menempati lapian tajuk kedua.
3. Gap Opportunis
Mampu berkecambah dan tumbuh di bawah naungan tapi hanya dalam waktu yang terbatas. Jika dalam waktu yang usang tidak ada pembukaaan naungan maka semai tersebut akan mati, dan akan tumbuh kembali pada demam isu berikutnya. Tetapi kalau terjadi pembentukan gap (celah) maka semai akan bereaksi dengan memperlihatkan pertumbuhan yang cepat. Karena keberhasilannya tergantung pada terbentuknya gap maka disebut gap opportunis. Ditemukan pada jenis Dipterocarpaceae. Dari kemampuannya bertahan di bawah naungan yang cukup usang dan bereaksi dengan cepat pada ketika terbentuk gap, maka jenis ini bisa menjadi penyusun utama dalam lapisan tajuk atas (Daniel, 1987).

Beberapa laba dari permudaan alam yakni pelaksanaan yang mudah, sederhana, dan biaya yang relative murah alasannya yakni sedikitnya tindakan silvikultur. Kelemahannya yakni adanya kemungkinan ketersediaan biji dan semai yang kurang dan tidak tersebar merata, sehingga pemanfaatan ruang kurang optimal. Dan sebaliknya sanggup juga terjadi ketersediaan semai yang sangat melimpah dan berlebihan, sehingga tegakan tidak sanggup tumbuh optimal. Tindakan yang sanggup dilakukan berkaitan dengan kelemahan permudaan ini antara lain :
Mengontrol jumlah, persebaran dan kualitas pohon induk sehingga menghasilkan biji/anakan dalam jumlah cukup, berkualitas baik, dan tersebar merata.
Menyiapkan media tumbuh yang sesuai dan sempurna waktu, serta menyiapkan kondisi lingkungan yang baik. Sehingga pada ketika biji jatuh dan tersebar akan sanggup berkecambah dan berkembang dengan baik (Sukirno, 2005).


Daftar Pustaka

Daniel , W.T. 1992. Prinsip-prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University press: Yogyakarta
Denslow, J.S. (1987). Tropical rainforest gaps and tree species diversity. Annual review of Ecology and Systematics, 18, 431-451.
Ewel, J. & Conde, L. (1980). Potencial ecological impact of increased intensity of tropical utilization. BIOTROP Special Publ., 11, 70.
Mawazin dan Atok Subiakto. 2013. KEANEKARAGAMAN DAN KOMPOSISI JENIS PERMUDAAN ALAM HUTAN RAWA GAMBUT BEKAS TEBANGAN DI RIAU. Jurnal rehabilitasi hutan. Vol 1 hal 59-73
Sukirno. 2005. Buku Ajar Mata Kuliah Silvikultur. Fakultas Kehutanan UGM


Sumber http://sangkualita.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Laporan Praktikum Silvikultur Permudaan Hutan Secara Alam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel