Apakah Anda Berani Hidup Tanpa Facebook ?
Apakah Anda Berani Hidup Tanpa Facebook ? - Ini yaitu curahan hariku, anda sanggup menyebutnya sebuah keluhan atau sebuah informasi biasa, Ceritanya di mulai dari sini.
Kehadiran sosial media benar-benar sangat memberi perubahan terhadap orang-orang yang menggunakannya, di samping itu banyak manfaat juga yang di timbulkan dengan adanya sosial media ini, diantaranya, sangat cepatnya informasi tersebar, memudahkan orang untuk menjalin pertemanan dan memudahkan orang-orang untuk saling berinteraksi lewat fitur chatting yang di miliki oleh sosial media tersebut. Saya sendiri selaku penulis, jujur hampir semua akun sosial media saya punya, menyerupai Twitter, Tumblr, Instagram hingga pinterest kecuali facebook.
Satu tahun kemudian saya pernah tetapkan kekerabatan dengan facebook. Dengan gagah berani, saya meng-klik tombol deactive account dan tidak saya aktifkan hingga dalam jangka waktu hampir 6 bulan, dari bulan maret hingga agustus.
Banyak alasan kenapa saya menentukan untuk me-nonaktifkan akun facebook saya waktu itu.
Pada dasarnya saya merasa sudah cukup membandingkan diri saya dengan orang lain. Saya merasa sudah cukup mendefinisikan diri saya berdasarkan berapa banyak orang yang meng-klik tanda ‘like’ atau berkomentar pada status saya. Dan saya merasa sudah cukup percaya bahwa rumput tetangga lebih hijau. Saya merasa sudah cukup mengetahui detail hidup orang lain hanya dalam beberapa kali klik dan menciptakan saya merasa bahwa rumput tetangga selalu lebih hijau. Saya merasa cukup memuaskan ego saya.
Walaupun Facebook mengiklankan diri-nya dengan tagline "staying connected" atau "tetap terhubung", tapi berdasarkan saya itu bukan wacana kekerabatan dengan makna yang mendalam. Itu lebih mengenai apa yang saya punya, apa yang teman-teman saya punya, apa yang sedang mereka lakukan, dan apa saja pencapaian dalam hidup mereka. Semakin semangat meng-klik halaman, kadang menciptakan saya merasa semakin frustrasi.
Hampir 6 bulan meninggalkan Facebook menciptakan saya menyadari beberapa hal. Mungkin saya tidak akan mendapat ucapan Selamat Ulang Tahun sebanyak waktu saya masih mengaktifkan akun facebook saya, tapi yang saya dapatkan biasanya benar-benar tulus, alasannya yaitu mereka mengingat dan peduli kepada saya. Lagi pula biasanya orang mengucapkan selamat ulang tahun di Facebook alasannya yaitu diingatkan oleh Facebook bukan alasannya yaitu memang mengetahuinya, bukan pula alasannya yaitu merasa perlu mengetahuinya. Mungkin saya tidak sanggup mengetahui dengan cepat apa yang sedang happening di bulat pertemanan saya, tapi kemudian saya berpikir, apakah saya benar-benar perlu untuk mengetahuinya? Kebanyakan, sih, TIDAK.
Saya juga tidak perlu khawatir ada orang yang men-tag foto-foto yang tidak saya inginkan untuk menjadi bab album foto saya. Kadang ada saatnya, masa kemudian tetap berada di masa lalu. Kalau saya menginginkan foto-foto tersebut, saya masih sanggup meminta sahabat saya mengirimkannya via email. Tanpa Facebook, saya juga merasa hidup saya bebas dari drama yang tidak perlu. Walaupun saya tidak terlibat di dalam percakapan atau komentar mengenai apa pun, tapi hanya dengan melihat suatu posting sanggup memunculkan rasa negatif, menumbuhkan rasa penasaran, dan kemudian memicu gosip. Singkat kata: LELAH, CAPEK, dan lain-lain.
Belum lagi menciptakan saya kadang lupa bersyukur dengan hidup yang saya miliki. Tiap kali melihat postingan orang lain (ada yang berfoto bareng pacarnya, status berpacaran, jalan-jalan ketempat jauh, lulus sekolah di luar negeri, reuni yang seru, dan lain-lain yang pada dasarnya menyampaikan bahwa mereka punya hidup yang luar biasa), sering kali ada perasaan iri dan cemburu: kenapa hidup saya tidak menyerupai mereka ? why ?
Jadi, masalahnya bukan di Facebook, tapi di saya. It’s not you, it’s me.
Kenapa saya tidak menonaktifkan akun media umum saya yang lain? Mungkin suatu hari nanti saya akan menonaktifkan semuanya. Tapi ketika ini saya merasa bahwa informasi yang ada di dalam Facebook terlalu berlebihan untuk saya, sehingga saya membutuhkan jarak dari Facebook.
Tapi satu yang perlu diingat, mungkin untuk media umum apa pun, bahwa ada dunia positif di balik ini semua yang menunggu untuk dijalani (dan mungkin dinikmati). Mungkin suatu hari, saya pun akan mengubah keputusan ini dan kembali mengaktivasi akun Facebook saya. Tapi hingga ketika itu terjadi, saya tetapkan untuk tetap hidup tanpa Facebook.
Sumber http://hudachair.blogspot.com
Kehadiran sosial media benar-benar sangat memberi perubahan terhadap orang-orang yang menggunakannya, di samping itu banyak manfaat juga yang di timbulkan dengan adanya sosial media ini, diantaranya, sangat cepatnya informasi tersebar, memudahkan orang untuk menjalin pertemanan dan memudahkan orang-orang untuk saling berinteraksi lewat fitur chatting yang di miliki oleh sosial media tersebut. Saya sendiri selaku penulis, jujur hampir semua akun sosial media saya punya, menyerupai Twitter, Tumblr, Instagram hingga pinterest kecuali facebook.
Satu tahun kemudian saya pernah tetapkan kekerabatan dengan facebook. Dengan gagah berani, saya meng-klik tombol deactive account dan tidak saya aktifkan hingga dalam jangka waktu hampir 6 bulan, dari bulan maret hingga agustus.
Banyak alasan kenapa saya menentukan untuk me-nonaktifkan akun facebook saya waktu itu.
Pada dasarnya saya merasa sudah cukup membandingkan diri saya dengan orang lain. Saya merasa sudah cukup mendefinisikan diri saya berdasarkan berapa banyak orang yang meng-klik tanda ‘like’ atau berkomentar pada status saya. Dan saya merasa sudah cukup percaya bahwa rumput tetangga lebih hijau. Saya merasa sudah cukup mengetahui detail hidup orang lain hanya dalam beberapa kali klik dan menciptakan saya merasa bahwa rumput tetangga selalu lebih hijau. Saya merasa cukup memuaskan ego saya.
Walaupun Facebook mengiklankan diri-nya dengan tagline "staying connected" atau "tetap terhubung", tapi berdasarkan saya itu bukan wacana kekerabatan dengan makna yang mendalam. Itu lebih mengenai apa yang saya punya, apa yang teman-teman saya punya, apa yang sedang mereka lakukan, dan apa saja pencapaian dalam hidup mereka. Semakin semangat meng-klik halaman, kadang menciptakan saya merasa semakin frustrasi.
Hampir 6 bulan meninggalkan Facebook menciptakan saya menyadari beberapa hal. Mungkin saya tidak akan mendapat ucapan Selamat Ulang Tahun sebanyak waktu saya masih mengaktifkan akun facebook saya, tapi yang saya dapatkan biasanya benar-benar tulus, alasannya yaitu mereka mengingat dan peduli kepada saya. Lagi pula biasanya orang mengucapkan selamat ulang tahun di Facebook alasannya yaitu diingatkan oleh Facebook bukan alasannya yaitu memang mengetahuinya, bukan pula alasannya yaitu merasa perlu mengetahuinya. Mungkin saya tidak sanggup mengetahui dengan cepat apa yang sedang happening di bulat pertemanan saya, tapi kemudian saya berpikir, apakah saya benar-benar perlu untuk mengetahuinya? Kebanyakan, sih, TIDAK.
Saya juga tidak perlu khawatir ada orang yang men-tag foto-foto yang tidak saya inginkan untuk menjadi bab album foto saya. Kadang ada saatnya, masa kemudian tetap berada di masa lalu. Kalau saya menginginkan foto-foto tersebut, saya masih sanggup meminta sahabat saya mengirimkannya via email. Tanpa Facebook, saya juga merasa hidup saya bebas dari drama yang tidak perlu. Walaupun saya tidak terlibat di dalam percakapan atau komentar mengenai apa pun, tapi hanya dengan melihat suatu posting sanggup memunculkan rasa negatif, menumbuhkan rasa penasaran, dan kemudian memicu gosip. Singkat kata: LELAH, CAPEK, dan lain-lain.
Belum lagi menciptakan saya kadang lupa bersyukur dengan hidup yang saya miliki. Tiap kali melihat postingan orang lain (ada yang berfoto bareng pacarnya, status berpacaran, jalan-jalan ketempat jauh, lulus sekolah di luar negeri, reuni yang seru, dan lain-lain yang pada dasarnya menyampaikan bahwa mereka punya hidup yang luar biasa), sering kali ada perasaan iri dan cemburu: kenapa hidup saya tidak menyerupai mereka ? why ?
Patrik pada film spongebob pun sampai-sampai mengatakan, "Hidup Ini Memang Tidak Adil, Makara Biasakanlah Dirimu !"Gila bener, si patrik saja sampe bilang menyerupai itu.
Jadi, masalahnya bukan di Facebook, tapi di saya. It’s not you, it’s me.
Kenapa saya tidak menonaktifkan akun media umum saya yang lain? Mungkin suatu hari nanti saya akan menonaktifkan semuanya. Tapi ketika ini saya merasa bahwa informasi yang ada di dalam Facebook terlalu berlebihan untuk saya, sehingga saya membutuhkan jarak dari Facebook.
Bagaimana dengan Anda?
Pernah tidak mempertimbangkan hidup tanpa Facebook atau media umum lainnya ?
Apakah pernah khawatir mengenai kehidupan sosial tanpa Facebook ?
Bertanya-tanya apa saja yang akan kita lewatkan di Facebook ?
Mungkin takut menjadi bosan alasannya yaitu tidak terhubung dengan orang lain ?
Atau mungkin takut menghabiskan waktu hanya dengan pikiran Anda sendiri ?
Apa Jawabanmu ? Bisakah Anda Menjawab ?
Tidak apa-apa bila Anda Tidak buru-buru menonaktifkan akun Facebook Anda.
Tidak apa-apa juga bila Anda tidak oke dengan alasan-alasan saya di atas. Jika Facebook menciptakan Anda senang dan merasa terhubung dengan orang lain, tidak ada salahnya untuk tetap berada di sana. Apa pun keputusan Anda, saya yakin niscaya benar.
Tapi satu yang perlu diingat, mungkin untuk media umum apa pun, bahwa ada dunia positif di balik ini semua yang menunggu untuk dijalani (dan mungkin dinikmati). Mungkin suatu hari, saya pun akan mengubah keputusan ini dan kembali mengaktivasi akun Facebook saya. Tapi hingga ketika itu terjadi, saya tetapkan untuk tetap hidup tanpa Facebook.
0 Response to "Apakah Anda Berani Hidup Tanpa Facebook ?"
Posting Komentar