Surat Yang Berupa Sertifikat Dan Bukan Akta
Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi dua yakni surat yang merupakan sertifikat dan surat lain-lain yang bukan akta. Akta yakni surat yang diberi tanda tangan yang memuat insiden yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan yang dibentuk dengan semula dengan sengaja untuk pembuktian. Keharusan ditandatanganinya surat untuk sanggup disebut sertifikat disebutkan dalam pasal 1869 KUH Perdata:
―Suatu sertifikat yang sebab tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud diatas, atau sebab suatu cacat dalam bentuknya, tidak sanggup diharapkan sebagai sertifikat otentik , namun demikian memiliki kekuatan sebagai goresan pena dibawah tangan kalau ia ditandatangani oleh para pihak‖.
Dalam pasal diatas, kata ―pegawai‖ yakni ―pegawai-pegawai umum‖ sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1868 KUH Perdata. Maksud pasal 1869 KUH Perdata yakni sekiranya pembuatan sertifikat otentik dilakukan oleh pejabat yang tidak berwenang, namun sertifikat tersebut ditandatangi para pihak, sertifikat tersebut memiliki kekuatan sertifikat bawah tangan.
Keharusan tanda tangan tidak lain bertujuan untuk membedakan sertifikat yang satu dari sertifikat yang lain atau dari sertifikat yang dibentuk orang lain. Kaprikornus fungsi tanda-tangan tidak lain yakni untuk memberi ciri atau untuk mengindividualisir sebuah akta. Akta yang dibubuhkan oleh A dan B sanggup di identivisir dari tandatangan yang di bubuhkan pada akta-akta tersebut. Oleh sebab itu, nama atau tanda-tangan yang ditulis dengan abjad balok tidaklah cukup, sebab dari goresan pena abjad balok itu tidak tampak ciri-ciri atau sifat-sifat sipembuat.
Terdapat banyak sekali bentuk tandatangan yang dibenarkan hukum, antara lain :
1. Menuliskan nama penandatangan dengan atau tanpa menambah nama kecil
2. Tanda tangan dengan cara menuliskan nama kecil saja, dianggap cukup.
3. Ditulis oleh penandatangan, tidak dibenarkan dengan stempel dengan abjad cetak.
4. Dibenarkan mencantumkan kopi tandatangan si penandatangan, dengan syarat:
- Orang yang mencantumkan kopi itu berwenang untuk itu, dalam hal ini orang yang bersangkutan sendiri, atau
- Orang yang menerima kuasa atau mandat dari pemilik tanda tangan;
5. Dapat juga mencantumkan tanda tangan dengan memakai karbon. Dari klarifikasi diatas, tanda tangan merupakan pencantuman identitas penanda tangan dalam surat yang bersangkutan. Tanda tangan sama artinya mencantumkan nama atau nama kecil yang ditulis tangan sendiri oleh penanda tangan, tanpa mengurangi kebolehan mencantumkan kopi tanda tangan, asal menerima kuasa dari pemilik tanda tangan.
Selain tanda tangan, dalam pasal 1874 ayat (2) KUH Perdata atau pasal 286 ayat (2) R.bg (Rechtsregkement Buitengewesten), dengan tegas mempersamakan cap jempol dengan tanda tangan, hal ini dijelaskan bahwa, dengan penanda tanganan sepucuk goresan pena dibawah tangan, dipersamakan suatu cap jempol. Namun biar persamaannya sah dan sempurna, harus dengan cara:
a. Dilegalisir oleh pejabat yang berwenang
b. Dilegalisir, diberi tanggal
c. Pernyataan dari pejabat yang melegalisir, bahwa orang yang membubuhkan cap jempol dikenal atau diperkenalkan kepadanya;
d. Isi sertifikat telah dijelaskan kepada yang bersangkutan
e. Pembubuhan cap jempol dilakukan dihadapan pejabat tersebut.
Alat bukti tertulis yang diajukan dalam program perdata harus dibubuhi dengan materai untuk memenuhi pasal 2 (1) a Undang-undang Bea Materai 1986 (UU no. 13 tahun 1985). Menurut pasal (2) UU Bea Materai menyebutkan bahwa surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibentuk dengan tujuan untuk dipakai sebagai alat bukti sebagai perbuatan kenyataan atau keadaan yang bersifat aturan perdata. Surat perjanjian jual beli dibawah tangan, surat kuasa dan sebagainya, dan perhitungan sanggup dipakai sebagai alat bukti dimuka pengadilan, untuk memenuhi Undang-undang Bea Materai 1986, semenjak semula dibubuhi materai. Ini tidak berarti bahwa materai itu merupakan syarat sahnya perjanjian. Perjanjiannya sendiri tetap sah tanpa adanya materai.
Surat yang semenjak semula tidak dibubuhi materai, contohnya surat korespondensi biasa dan lalu dipakai sebagai alat bukti dimuka pengadilan perdata, haruslah dibubuhi degan materai (pemateraian kemudian, nazegeling) sesuai pasal 10 UU no 13 tahun 1985.
Sedang surat yang bukan sertifikat yakni surat-surat yang sanggup dianggap sebagai petunjuk kearah pembuktian. Untuk supaya sanggup memiliki kekuatan pembuktian, sepenuhnya tergantung pada evaluasi hakim sebagaimana di tentukan dalam pasal 1881 (2) KUH Perdata. Dalam hal ini hakim leluasa terhadap evaluasi surat bukan akta, apakah sanggup dijadikan alat bukti yang tepat ataupun tidak memiliki kekuatan pembuktian sama sekali. Penggunaan surat yang bukan sertifikat pada asas dimajukan oleh pihak lawan si pembuat surat tersebut dan hal itu akan sanggup merupakan laba bagi lain-lain orang sebagai mana sanggup disimpulkan dari ketentuan pasal 167 Herzien Indonesis Reglement (HIR) yang berbunyi:
Bagi laba tiap-tiap orang, maka kepada buku-bukunya sanggup diberikan oleh Pengadilan Negeri pernilaian sebagai bukti yang sah, sedemikian dirasanya patut dalam tiap-tiap hal yang istimewa.
Dalam pasal 1881 dan 1883 KUHPerdata menetapkan beberapa surat bukan sertifikat yang memiliki kekuatan pembuktian yang lengkap yakni dalam pasal 1881 KUHPerdata yaitu:
Register-register dan surat-surat urusan rumah tangga tidak menunjukkan pembuktian untuk laba si pembuatnya; yakni register-register dan surat-surat itu merupakan pembuktian terhadap si pembuatnya:
1e. Di dalam segala hal dimana surat-surat itu menyebutkan dengan tegas perihal suatu pembayaran yang telah diterima;
2e. Apabila surat-surat itu dengan tegas menyebutkan bahwa catatan yang telah dibentuk yakni untuk memperbaiki suatu kekurangan di dalam sesuatu alasan hak bagi seseorang untuk laba siapa surat itu menyebutkan suatu perikatan.
Pasal 1883 ayat (1) KUHPerdata memilih sebagai berikut:
Catatan-catatan yang oleh seseorang berpiutang dibubuhkan pada suatu ganjal hak yang selamanya dipegangnya, harus dipercayai, biarpun tidak ditandatangani maupun diberikan tanggal, kalau apa yang ditulis itu merupakan suatu pembebasan terhadap si berutang.
Kaprikornus walaupun surat-surat yang bukan sertifikat merupakan alat pembuktian yang bebas nilai kekuatan buktinya sebagaimana yang telah diuraikan di atas, tetapi ada juga surat-surat yang bukan sertifikat yang memiliki kekuatan bukti yang lengkap antara lain surat-surat yang ditentukan dalam pasal 1881 dan 1883 KUHPerdata
Sumber http://handarsubhandi.blogspot.com
0 Response to "Surat Yang Berupa Sertifikat Dan Bukan Akta"
Posting Komentar