-->

iklan banner

Sejarah Lahirnya Matematika


(Peranan Matematikawan Islam untuk Dunia)
Oleh : Bambang Hidayat

            Matematika pertama kali ditemukan di Mesopotamia dan Mesir Kuno, ini dibuktikan dengan adanya artefak atau dokumen mengenai matematika yang ditulis oleh juru tulis pada masa itu. Artefak yang ditemukan pada zaman Mesopotamia telah bisa memperlihatkan bahwa bangsa Mesopotamia mempunyai pengetahuan matematika yang luar biasa meskipun matematika mereka masih primitif (belum disusun secara deduktif menyerupai ketika ini). Demikian halnya, artefak yang ditemukan di Mesir Kuno telah menawarkan citra bahwa bangsa Mesir Kuno telah mempunyai pengetahuan matematika yang berkembang pesat. Bangsa Mesir Kuno menyebut artefak tersebut dengan sebutan Papyrus Rhind (diedit pertama kali pada tahun 1877).
            Pada zaman Yunani Kuno ada dua orang matematikawan handal dan penting untuk dicatat yaitu: Thales dan Pythagoras yang mempelopori anutan wacana Geometri, tetapi Pythagoraslah matematikawan pertama yang memulai melaksanakan atau membuat bukti-bukti matematika. Hingga masa pemerintahan Alexander Agung dari Yunani dan sesudahnya, telah tercatat karya monumental Euclides yang berjudul “Element (Unsur-unsur)” dan merupakan buku Geometri pertama yang disusun secara deduksi.
            Risalah penting periode awal matematika Islam banyak yang hilang, masih banyak pertanyaan yang mengganjal hubungan antara matematika Islam awal dan matematika Yunani dan India. Namun, sanggup dipastikan ilmuwan Islam banyak terpengaruh dengan perkembangan matematika di Yunani dan India. Sebagaimana yang dikatakan Katz dalam sejarah matematika menyampaikan bahwa :
"Sebuah sejarah lengkap matematika Islam periode pertengahan belum bisa ditulis, alasannya begitu banyak dari manuskrip Arab berbohong wajar.Namun, garis besar umum diketahui. Secara khusus, jago matematika Islam sepenuhnya berkembang jumlah tempat-nilai desimal sistem untuk memasukkan pecahan desimal, sistematis studi wacana aljabar dan mulai mempertimbangkan hubungan antara aljabar dan geometri, dipelajari dan membuat kemajuan pada risalah utama geometris Yunani Euclid, Archimedes dan Apollonius, dan membuat perbaikan yang signifikan dalam pesawat dan geometri bola. "
            Peran penting yang dimainkan oleh terjemahan dan studi matematika Yunani, yang merupakan rute utama penularan teks-teks ke Eropa Barat.
            Smith mencatat bahwa: "Dunia berhutang kecerdikan kepada ulama Arab untuk melestarikan dan mengembangkan ke anak cucu klasik matematika Yunani, pekerjaan mereka terutama dari transmisi, meskipun mereka mengembangkan cara-cara lain dalam aljabar dan memperlihatkan beberapa jenius dalam pekerjaan mereka dalam trigonometri."
            Adolph P. Yuskevic menyampaikan peranan matematika Islam:
“Para matematikawan Islam dilaksanakan efek yang produktif pada perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa, diperkaya sebanyak oleh penemuan-penemuan mereka sendiri sebagai orang yang mereka warisi oleh orang Yunani, India, Syria, Babilonia, dll”
            Perlu dicatat beberapa matematikawan Islam yang mempunyai konstribusi besar dalam mengembangkan Matematika. Nama-nama mereka sangat populer baik di dunia Islam maupun di dunia Barat. Sebut saja Musa al-Khawarizmi (164-235 H), yang menulis buku wacana angka-angka India-Arab. Dengan demikian, bentuk-bentuk dari angka-angka India-Arab mulai menempati huruf-huuf abjad. Cara penulisan angka-angka di kalangan orang India, oleh para ilmuwan muslim, terlihat gampang dan terang serta tidak mempunyai kerumitan apa pun. Karena itu, para ilmuwan muslim mengambil gagasan wacana angka-angka dari orang India, tetapi dalam pengcmbangannya mereka mengambil arah yang berbcda dalam hal tertentu dari arah yang diambil oleh orang India. Bagaimanapun, saya melihat, sebaiknya angka-angka  , dinamakan angka India-Arab alasannya gagasan awalnya berasal dari India. Sedangkan angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 ialah angka-angka Arab. Sekalipun akar¬akarnya berasal dari angka-angka India-Arab, bangsa Arablah yang telah memasukkan ke dalamnya aneka macam adaptasi dan penyederhanaan sehingga populer di dunia dalam bentuknya yang sekarang. Bangsa Arab telah mengenal angka kosong (nol) semenjak semula. Hal itu muncul dalam sabda Nabi saw. ini:
“Tuhanmu itu ialah Tuhan yang hidup lagi pemurah. Ia malu, bilamana hamba-Nya mengangkat tangannya ke langit dan Ia menjawabnya dengan kosong (nol).” (HR Abu Daud dalam as-Sunnan)
            Ada kalangan sejarawan dalam bidang sains yang berkeyakinan bahwa nol itu ialah ciptaan orang Babilon, yang ada dan digunakan pada masa Saluki, kemudian pindah ke Yunani, dan kembali lagi kepada bangsa Arab. Atau ahli-ahli ilmu hitung dan ilmu falak muslimahlah yang menggunakan sistem secagenarian. Mereka mewarisi angka nol sebagai potongan dari warisan ilmu hitting Babilon yang mereka terima. Tidak sanggup diragukan bahwa bangsa Arab telah mengembangkan konsep nol yang menawarkan fasilitas tidak terbatas kepada proses perhitungan. Mereka mengenalnya sebagai kawasan yang kosong dari segala hal. Namun konsep ini pada hakikatnya berarti banyak. Misalnya, perbedaan antara 4 dan 40 ialah nol. Para jago matematika memandang nol sebagai inovasi paling besar yang dikenal umat manusia.
            Ketika umat Islam mengembangkan angka kosong (nol), mereka menggambarkannya dengan bulat di mana titik menjadi pusatnya. Di Masyriq (yang dimaksud ialah Mesir dan negeri-negeri muslim yang terdapat di sebelah timurnya), mereka memelihara titik (pusat lingkaran) dan menggunakannya bersama angka-angka mereka:  Sedangkan di Magrib (yaitu negeri-negeri muslim di sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia), mereka memelihara bulat tanpa pusatnya, yaitu titik, maka angka -angka Arab ialah menyerupai berikut: (1,2,3,4,5,6,7,8,9,0).
            Umat Islam menentukan titik untuk menggambarkan kosong (nol) alasannya titik mempunyai urgensi penting dalam penulisan Arab, yang mereka pandang sebagai pembeda dan pengontrol antara huruf-huruf. Misalnya, bila Anda meletakkan titik di atas huruf ba, maka ia menjadi nun. Bila titik itu berada di bawah, maka ia ialah ba’. Bila di atasnya ada dua titik, maka ia ialah ta’., bila dibawahnya ada dua titik, maka ia ialah ya’, dan begitulah seterusnya. Dan sini, bangsa Arab menggunakan titik untuk menggambarkan kosong (nol) dengan angka India-Arab. Lalu mereka memberinya fungsi yang dimilikinya dengan huruf-huruf pengontrol dan pembeda.Misalnya, bila Anda meletakkan titik dari kanan, ia menjadi angka sepuluh. Bila dari kanan angka lima Anda letakkan dua buah titik, maka ia menjadi lima ratus. Begitulah, jelasnya umat Islam menggunakan kosong (nol) dalam proses penghitungan dan penulisan bahasa.
            Seperti dikenal di kalangan sejarawan sains, ilmuwan muslim mengenal kosong dan menggunakannya dalam tulisan-tulisan mereka pada tahun 259 Hijriyah. Sementara itu bangsa India belum menggunakannya kecuali pada tahun 265. Para ilmuwan Babilonlah yang telah membuat angka kosong, tetapi ilmuwan muslim memperkenalkan nilai dan kiprahnya dalam proses penghitungan.
            Para ilmuwan India mengenal pecahan biasa dan angka pecahan sebelum dikenal umat Islam. Mereka menuliskannya menyerupai berikut: Tiga perempat  tanpa garis pemisah antara pembilang dan penyebut. Sedangkan pembilang dan penyebut, mereka menuliskan lima tiga perempat dengan. Mereka melectakkan angka lima di atas tiga dan angka tiga di atas empat menyerupai pada ilustrasi. Cara ini dinisbatkan kepada ilmuwan India, Lailafati (545 H). Cara India ini tetap digunakan di negara Islam dalam waktu yang panjang, hingga balasannya muncul ilmuwan muslim terkenal, Abual-Abbas Ahmad al-Azadi (654-731 H), yang dikenal dengan Ibnu al-Banna al-Marakisyi yang mengembangkan pecahan biasa dan angka pecahan serta memasukkan garis pembatas antara pembilang dan pcnyebut. Dengan demildan, ia mulai menuliskan pecahan biasa, contohnya tiga perempat (÷) dan menuliskan lima tiga perempat dengan (5÷ ).Kosong (nol) mempunyai aneka macam keistimewaan. Yang terpenting di antaranya ialah inovasi pecahan desimal yang membantu dalam penciptaan komputer, misalnya. Sejarawan Jerman terkenal, Luky(?), mengakui dalam Sejarah Matematika bahwa penciptaan pecahan desimal harus dinisbatkan kepada ilmuwan matematika muslim terkenal, Jamsyid bin Mahmud Ghiyatsuddin al-Kasyi, yang meninggal tahun 1436 Masehi. Ia ialah seorang matematikus dan astronom.
            Di antara buku-bukunya ialah Miftah al-Hisab dan Ar-Risalah al-Muhithah. Orang-orang Barat mengldaim secara fanatik bahwa ilmuwan Belanda, Simon Stephen-lah (993 H) penemu pecahan desimal, di samping pengetahuan mereka bahwa Stephen ini muncul sekitar 650 tahun setelah al Sebenarnya dilema pecahan-pecahan desimal, wacana siapa yang menemukannya di kalangan ilmuwan muslim, mengandung beberapa tanda tanya. Misalnya Abu al-Hasan Ahmad al Iglidesi membicarakan wacana pecahan-pecahan desimal dalam bukunya Al-Fushul fi al Hisab al-Hindi pada tahun 341 Hijriyah. Ia ialah orang yang pertama kali menggunakannya secara ilmiah, yang membceinya hak sebagai pnemunya.
            Kemudian muncul Abu al-Hasan Ali bin Ahmad an-Nasawi Futhur membawa pecahan-pecahan desimal dan ia menggunakannya dalam bukunya Al-Muqni fi at Hisab al-Hindi sebelum tahun 421 Hijriyah. Sedangkan Samuel al-Maghrabi (570 H), telah mengemukakan pecahan-pecahan desimal dalam bukunya Al-Qawivami fi al-Hisab al-Hindi dengan pengantar ilmiah luar biasa. Akan tetapi, orang yang menghimpun seluruh gagasan wacana pecahan desimal, memunculkan dan menyusunnya dalam sebuah susunan ilmiah yang sanggup diterima hingga hari ini ialah Jamsyid bin Mahmud Ghiyatsuddin al-Kasyi (839 H). Karena itu, tidaklah gila bahwa kita menemukan sebagian ilmuwan Barat yang netral menghubungkan inovasi pecahan desimal kepada al-Kasyi. Sekarang ini terdapat konsensus di kalangan para sejarawan sains dan matematika bahwa pecahan desimal berasal dan inovasi para ilmuwan muslim. Juga ditemukan dalam Ar-Risalah al-Muhithah oleh al-Kashi hubungan antara bulat bola dan garis tengahnya yang ia sebut dengan 1. , dengan pecahan desimal. Ia telah menawarkan nilai “.1,” yang benar untuk enam belas bilangan desimal menyerupai berikut: 213= 6, 283185071795865. Belum pernah ada ilmuwan sebelum al¬Kasyi yang membuat nilai “1″ dengan cara yang tidak berkesudahan ini. Umat Islam juga menggunakan pecahan dalam proses penghitungan. Mereka membawanya  Andalusia pada periode yang sama ketika angka Arab dengan nolnya dibawa ke Eropa oleh Leonardo Fibonacci, orang Italia, yang hidup antara tahun 1225-1270 M. Fibonacci mempelajari matematika dan para ilmuwan muslim terkenal. Ayahnya ialah seorang pedagang yang bekerjasama dengan umat Islam. Banyak sejarawan dalam ilmu-ilmu matematika yang memandang bahwa dengan penggunaan angka Arab beserta nolnya, Fibonacci ini telah menyelamatkan Eropa.
            Dari wilayah Marv, Khurasan, Iran, lahir spesialis matematika terkemuka di dunia Islam. Dia berjulukan Abu Ja'far Muhammad bin Muhammad Al-Husayn Al-Khurasani Al Khazin. Keahliannya dalam menyajikan rumus dan metode perhitungan untuk menguraikan soal-soal rumit begitu dikagumi dan dijadikan referensi hingga berabad-abad kemudian.
            Tidak diketahui secara niscaya tahun kelahiran tokoh ini. Akan tetapi, para sejarawan memperkirakan Al-Khazin meninggal dunia antara 961 dan 971 Masehi. Selain dikenal sebagai jago matematika, semasa hidup ia juga seorang fisikawan dan astronom yang disegani.
Merujuk pada sejumlah catatan sejarah, Al-Khazin merupakan satu dari sekian banyak ilmuwan yang telah usang dilupakan. Namanya gres mencuat kembali pada masa-masa belakangan ini. Di dunia Barat, Al-Khazin dikenal sebagai Alkhazen. Ejaan dalam bahasa Eropa menjadikan ketidakjelasan identitas antara beliau dan Hasan bin Ibnu Haitsam.
            Hal inilah yang merupakan salah satu penyebab nama Al-Khazin sedikit tenggelam. Al-Khazin merupakan ilmuwan zuhud. Dia menjalani hidup sederhana dalam hal makanan, pakaian, dan sebagainya. Ia sering menolak hadiah para penguasa dan pegawai kerajaan semoga tidak terlena oleh kesenangan materi.
            Beberapa guru tenar menghiasi rekam jejak Al-Khazin ketika masih menimba ilmu. Salah satu gurunya berjulukan Abu Al-Fadh bin Al-Amid, seorang menteri pada masa Buwayhi di Rayy. Al-Khazin menuangkan pemikirannya dalam sejumlah risalah bidang matematika dan telah memperkaya khazanah keilmuan di dunia Islam.Sebut saja, contohnya Kitab al-Masail al-Adadiyya yang di dalamnya tercantum karya Ibnu Majah, yaitu al-Fihrist edisi Kairo, Mesir. Karyanya yang paling populer ialah Matalib Juziyya mayl alMuyul al-Juziyya wa al-Matali fi al-Kuraal Mustakima. Seluruh kemampuan intelektualnya beliau curahkan pada karya ini.
            Termasuk perhitungan rumus teorema sinus untuk segitiga. Seperti tercantum dalam buku al-Fihrist edisi Kairo, AlKhazin pernah menawarkan komentar ilmiah terhadap buku Element yang ditulis ilmuwan Yunani, Euclides, termasuk bukti-bukti yang diuraikannya menyangkut kekurangan serta kelemahan anutan Euclides.
            Kontribusi luar biasa Al-Khazin meliputi peragaan rumus untuk mengetahui permukaan segitiga sebagai fungsi sisisisinya. Ia mengambil metode penghitungan setiap sisi kerucut.Dengan itu, dirinya berhasil memecahkan bentuk persamaan x3 + a2b = cx2. Di ranah matematika, persamaan itu sangat terkenal.Ini merupakan sebuah soal matematika rumit yang diajukan oleh Archimedes dalam bukunya The Sphere and the Cylinder. Sayangnya, menyerupai disebutkan pada buku Seri Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah, sekian banyak teks dan risalah ilmiah Al-Khazin tak banyak tersisa pada masa kini.
            Hanya beberapa saja yang masih tersimpan, di antaranya komentarnya terhadap buku ke10 dari Nasr Mansur dalam Rasail Abi Nasr ila al-Biruni. Jejak keilmuan Al-Khazin juga sanggup ditelusuri dalam lingkup astronomi. Dia mengukir prestasi gemilang melalui karyakaryanya. Salah satu yang kuat ialah buku berjudul Zij as Safa'ih.
            Al-Khazin mempersembahkan karya itu untuk salah satu gurunya, Ibnu Al Amid. Ia juga membahas wacana peralatan astronomi untuk mengukur ketebalan udara dan gas (sejenis aerometer). Saat nilai ketebalan bergantung pada suhu udara, alat ini merupakan langkah penting dalam mengukur suhu udara dan membuka jalan terciptanya termometer.
            Manuskrip karya Al-Khazin tersebut tersimpan di Berlin, Jerman, namun hilang ketika berkecamuk Perang Dunia II. Oleh astronom terkemuka, Al-Qifti, karya itu dianggap sebagai subyek terbaik dan sangat menarik untuk dipelajari. Buku Zij as Safa'ih menuai banyak kebanggaan dari para ilmuwan.
            Menurut Al-Biruni, bermacam-macam prosedur teknis instrumen astronomi berhasil diurai dan dijelaskan dengan baik oleh Al-Khazin. Tokoh ternama ini pun kagum atas perilaku kritis Al-Khazin ketika mengomentari anutan Abu Ma'syar dalam hal yang sama. Tokoh lain yang memberikan komentarnya ialah Abu Al-Jud Muhammad Al-Layth.
Ia menyatakan, pendapat Al-Khazin mengenai cara menghitung rumus chord dari sudut satu derajat. Dalam Zij disebutkan, soal itu bisa dihitung apabila chord dibagi menjadi tiga sudut. Sementara itu, Abu Nash Mansur menawarkan koreksi atas sejumlah kekurangan yang terdapat pada karya Al-Khazin itu.
            Penetapan inklanasi ekliptika tak luput dari perhatian Al-Khazin. Persoalan astronomi ini sudah mengemuka semenjak zaman Archimedes. Para ilmuwan Muslim menyerupai Al-Mahani, meninggal pada 884 Masehi, yang pertama mengangkat kembali tema ini. Oleh AlKhazin, hal itu kembali dipelajari dan beliau berhasil menjabarkannya dengan baik.
            Menurut Al-Khazin, pembagian bola dengan sebuah bidang datar dalam satu rasio ditentukan dengan menuntaskan persamaan pangkat tiga. Demikian ilmuwan ini menuntaskan soal astronomi tadi yang segera mendapat kebanggaan dari astronom-astronom lainnya.
            Terdapat beberapa aspek penting yang dikupas oleh Al-Khazin dalam buku astronomi yang ia tulis. Dalam Zij, ia memperlihatkan penetapan titik derajat tengah atau cakrawala yang kemiringannya tidak diketahui sebelumnya. Ia juga bisa menghitung sudut matahari melalui penentuan garis bujur.
            Sumbangsih lain ialah menyangkut penentuan azimut atau ukuran sudut arah kiblat dengan menggunakan peralatan tertentu. Al-Khazin berhasil mengenalkan metode hitung segitiga sferis. Komentar-komentarnya cukup mendalam terhadap karya astronomi lain, misalnya, ia pernah menulis sebuah komentar atas Almagest karya Ptolemeus.
            Subjek yang ia bahas ialah wacana sudut kemiringan ekliptik. Sebelumnya, rumus itu dikenalkan Banu Musa pada 868 Masehu di Baghdad, Irak. Ia juga mencermati hasil pengamatan AlMawarudzi, Ali bin Isa Al-Harrani, dan Sanad bin Ali. Hal ini terkait dengan penentuan trend semi dan trend panas. Sementara itu, melalui tulisannya yang berjudul Sirr al-Alamin, Al-Khazin mengembangkan lebih jauh gagasan-gagasan dari Ptolemeus yang terdapat pada buku Planetar.
            Matematikawan Islam yang tak kalah pentingnya ialah: Banu Musa dalam matematika bahkan layak disejajarkan dengan sejumlah tokoh besar lainnya, menyerupai al-Khawarizmi (780-846 Masehi), al-Kindi (801-873), atau Umar Khayam (1048-1131). Matematika dijadikan pijakan bagi Banu Musa untuk menopang kemampuannya di bidang teknik.
            Perlu diketahui, Banu Musa, atau keluarga Mu sa, terdiri dari tiga bersaudara: Jafar Mu hammad bin Musa bin Shakir, Ahmad bin Musa bin Shakir, dan al-Hasan bin Musa bin Shakir. Ketiganya merupakan putra dari seorang cendekiawan terkemuka periode ke-8, yakni Musa bin Shakir.Banu Musa ikut andil dalam mendorong kemajuan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Bahkan, Banu Musa termasuk saintis Muslim pertama yang mengembangkan bidang ilmu hitung di dunia Islam melalui transfer pengetahuan dari peradaban Yunani. Lalu, Banu Musa membangun konsep dan teori baru, khususnya pada lingkup geometri. Dari tiga saudara tadi, ialah si sulung Jafar Muhammad yang berada di baris depan dalam kajian geometri. Selanjutnya diikuti oleh al-Hasan.
            Sementara itu, Ahmad bin Musa membawa konsep matematika kepada aspek mekanika. Mereka terus bekerja gotong royong hingga mencapai hasil yang sempurna. Banu Musa sangat tertarik dengan manuskrip ilmiah dari Yunani. Salah satunya berjudul Conics. Keseluruhan karya Appollonius ini terdiri dari delapan jilid. Diungkapkan Jere L Bacharach dalam Medieval Islamic Civilization, topik utama dari naskah tersebut membahas wacana geometri.
            Banu Musa meminta tunjangan dua sarjana terkemuka, yaitu Hilal bin Abi Halal al-Himsi dan Thabit bin Qurra, untuk menerjemahkan karya itu ke dalam bahasa Arab. Dalam buku MacTutor History of Mathematics, sejarawan sains John O’Connor dan Edmund F Robertson menyebut Banu Musa sebagai salah satu peletak dasar bidang geometri.
            Banu Musa berhasil menghubungkan konsep geometri dari matematika Yunani ke dalam khazanah keilmuan Islam sepanjang periode pertengah an. Di kemudian hari, Banu Musa menyusun risalah penting wacana geometri, yakni Kitab Marifat Masakhat al-Ashkal. Kitab tersebut sangat populer di Barat. Menyusul penerjemahannya ke dalam bahasa Latin pada periode ke-12 oleh Gerard of Cremona dengan judul Libertrium Fratum de Geometria.
            Menurut O’Connor dan Robertson, terdapat beberapa kesamaan metodologi dan konsep geometri dari Banu Musa dengan yang diusung Apollonius. Namun, keduanya menegaskan pula bahwa banyak pula perbedaan yang muncul. Sebab, Banu Musa melaksanakan perbaikan dan membangun rumusrumus gres yang terbukti sangat efektif. Lebih jauh, Banu Musa menyempurnakan metode persamaan yang dirintis Eudoxus dan Archimedes.
            Pakar matematika Muslim itu menambahkan rumus poligon dengan dua bidang sama luas. Sebelum diteruskan oleh Banu Musa, metode ini tidak banyak mendapat perhatian dan nyaris hilang dimakan zaman. Di sisi lain, Banu Musa membangun teladan lebih maju terkait penghitung an luas serta volume yang bisa dijabarkan lewat angka-angka.
            O’Connor dan Robertson mengungkapkan, penggunaan sistem angka merupakan keunggulan dari metode geo metri awal warisan peradaban Islam. Hal lain diungkapkan oleh Shirali Kadyrov melalui tulisannya Muslim Contributions to Mathematics.
            Menurut dia, Banu Musa juga menje laskan mengenai angka konstan phi. Ini ialah besaran dari hasil pembagian diameter lingkaran. Banu Musa mengatakan, konsep ini pernah digunakan Archimedes. Namun, pada ketika itu anutan Archimedes dinilai masih kurang sempurna. Sezgin, spesialis matematika Barat, menganggap bukti temuan Banu Musa merupakan fondasi kajian geometri pada masa berikutnya.
            Hal serupa disampaikan Roshidi Rashed dalam History of a Great Number. Di samping itu, mereka membuat pemecahan geometri dasar untuk menghitung luas volume. Laman isesco.org menyatakan, sumbangan Banu Musa yang lain yakni ketika menemukan metode dan praktik geometri yang ringkas serta gampang diaplikasikan.
            Dalam membentuk lingkaran, misalnya, bisa dikerjakan dengan menggunakan besi siku atau jangka. Masing-masing ujung besi siku itu diletakkan di titik berbeda. Kemudian diambil sudut tertentu. Ambil salah satu ujung sebagai tumpuan dan ujung lainnya diputar melingkar. Maka dihasilkan sebuah bulat sempurna.
            Berdasarkan pengamatan Victor J Katz dan Annete Imhausen pada The Mathematics of Egypt, Mesopotamia, China, India and Islam, kajian geometri mencapai tahap tertinggi melalui anutan dan karya Banu Musa. Inti gagasan meliputi sejumlah operasi penghitungan kubus, lingkaran, volume, kerucut, dan sudut.
            Selain Kitab Marifat, Muhammad bin Musa menulis beberapa karya geometri yang penting. Salah satunya menguraikan wacana ukuran ruang, pembagian sudut, serta perhitungan proporsional. Hal ini terutama digunakan untuk menghitung pembagian tunggal antara dua nilai tertentu. Sedangkan, al-Hasan mengerjakan penelitian untuk menjabarkan sifat-sifat geometris dari elips.
Dari para Matematikawan Islam inilah para jago matematika di dunia Barat mencar ilmu dan mengembangkan matematika di daerahnya masing-masing hingga bisa mencapai taraf menyerupai ketika ini sebagaimana para matematikawan Barat mendominasi. Dalam realita yang harus kita terima bersama bahwa sampainya matematika Yunani dan India ke dunia Barat ialah berkat keuletan dan kegeniusan matematikawan Islam sanggup dikatakan matematikawan Islam ialah pelita bagi kegelapan dunia Barat.
Sumber :

Marsigit,Sejarah dan Filsafat Islam.







Sumber http://gemarmatematika21.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Sejarah Lahirnya Matematika"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel