-->

iklan banner

Kultur Lebaran

Salah satu Sosiolog Indonesia generasi awal Kultur LebaranSalah satu Sosiolog Indonesia generasi awal, Mbah Selo Soemardjan pernah menciptakan kategori yang banyak menuai kritik, yakni meletakkan agama sebagai cuilan dari budaya. Jika memeriksa fenomena menjelang hari besar keagamaan khususnya Idul Fitri di Indonesia, pernyataan tersebut bagi saya ada benarnya. Bagaimana tidak, serangkaian kegiatan masyarakat menyambut lebaran seolah-oleh mengatakan fakta demikian. Barangkali sebagian dari kita sudah sanggup mencicipi kultur lebaran di lingkungan sosial sekitar kita.


Ketika menyetel televisi, kita disuguhkan laporan pulang kampung setiap sekian jam atau bahkan menit. Saat melintasi jalanan di perkotaan, hampir semua pusat-pusat perbelanjaan selalu dipadati pengunjung. Sesekali saya membuka facebook dan mulai mendapati status kebahagiaan seorang sobat sebab THR-nya cair. Di twitter, beberapa follower saling mention menagih angpao. Ketika mengunjungi rumah paman, sepupu saya minta buku-buku bekas yang kertasnya masih bagus, sial rupanya dia mau bikin petasan. Tetangga saya, semenjak seminggu kemudian sudah menerima order seribu ketupat ditambah opor ayam. Tentu hari ini jumlahnya bertambah. Di rumah saya sendiri, ada sebuah kiriman parcel yang isinya apalagi kalo bukan ‘Khong Guan’ dan teman-temannya. Anda sendiri, sudahkan menyiapkan ucapan broadcast untuk lebaran? atau menunggu kiriman dari teman-teman yang isinya bersama-sama sudah sanggup Anda tebak?


Mudik, belanja, THR, angpau, petasan, ketupat, opor ayam, parcel, ucapan lebaran, dan sebagainya merupakan budaya unik dan terkenal yang semuanya dilakukan dalam rangka menyambut lebaran. Saya lebih suka menyebutnya sebagai kultur lebaran. Kultur lebaran mungkin hanya sanggup dirasakan di Indonesia. Bagi yang tinggal di Jawa, suasananya barangkali lebih kental dirasakan. Tak heran dikalangan masyarakat Jawa muncul ungkapan: “ambu-ambune wis bodho”, lebaran belum tiba, tetapi suasananya sudah terasa.


Salah satu Sosiolog Indonesia generasi awal Kultur LebaranPada level sosial kemasyarakatan, kultur lebaran merupakan kegiatan budaya yang mempunyai keterlekatan dengan unsur keagamaan. Sholat Idul Fitri yang dalam perspektif Islam merupakan perintah agama, pada kenyataannya disambut oleh masyarakat dengan banyak sekali kegiatan kultural. Terminologi ‘fitri’ sendiri sejatinya mempunyai muatan makna transendental yang berarti kembali kepada kesucian. Dalam tafsirnya, Profesor M. Quraish Shihab menekankan bahwa kesucian yang dimaksud ialah kesucian jiwa. Sekalipun pada praktiknya, raga juga ikut merayakan.


Kultur lebaran merupakan narasi sosial yang melibatkan keterlekatan antara agama dan budaya. Sebuah narasi yang bersama-sama sudah usang menjadi pembicaraan hangat dikalangan para ulama, budayawan, sosiolog, hingga khalayak umum. Di Indonesia sendiri fenomena keterlekatan antara agama dan budaya gampang ditemui di hampir setiap pelosok negeri dan di hampir setiap momentum perayaan hari-hari besar keagamaan, tidak hanya Islam.


Kultur lebaran merupakan etos budaya yang dibuat melalui interaksi antara individu dengan masyarakat dan sebaliknya. Disini, etos budaya yang pada gilirannya menjadi tradisi harus dipahami sebagai cuilan dari kehidupan sosial. Ragam kegiatan masyakarat yang dilakukan dalam rangka menyambut lebaran membentuk dirinya menjadi rutinitas tahunan. Tentu saja, pada kesannya rutinitas itu akan dilabeli sebagai tradisi. Maka muncullah istilah tradisi mudik, tradisi makan ketupat, tradisi takbiran, tradisi sungkeman, dan tradisi lainnya dalam rangka lebaran.


Menilik fenomena ini, lisan antara kegiatan keagamaan dan kebudayaan di Indonesia boleh dibilang saling terkait. Keduanya mempunyai keterlekatan, menjalin korelasi dan interaksi dalam wujud teori maupun praktik. Bahkan ritual keagamaan seringkali diekspresikan melalui simbol-simbol yang notabene merupakan suatu bentuk dari kebudayaan. Berdasar fenomena ini pula, eksistensi kultur lebaran memberi citra kepada kita bahwa Islam di Indonesia tidak sanggup dipisahkan dari unsur kebudayaan.



Sumber aciknadzirah.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Kultur Lebaran"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel