Demokrasi: Pengertian Dan Sejarah Singkat
Demokrasi yang bahwasanya yaitu sistem pemerintahan dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Pengertian tersebut bahwasanya mengandung makna dalam, tapi tidak tunggal. Dalam sejarahnya, sistem pemerintahan ini dianggap sebuah iktikad politik yang kejam, korup dan tentu saja buruk. Kini obsesi dunia mengarah pada pandangan hampir adikara bahwa sistem ini yaitu penyelamat masa depan umat manusia.
Pengertian demokrasi
Apa yang dimaksud dengan demokrasi? Oscar Wilde, pada 1891 yaitu orang yang mendefinisikan sistem politik demokratis sebagai pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Selama beberapa dekade terakhir, hampir setiap teori politik memakai pengertian tersebut untuk mendeskripsikan secara ringkas dan padat apa itu demokrasi. Sebuah pengertian yang menggambarkan sistem politik paling ideal.
Lebih detail baca juga Pengertian Demokrasi dan Jenisnya
Kini dalam keseluruhan spektrum pandangan politik, panggung diberikan bagi sistem politik ini untuk melenggang mencapai satu-satunya konsensus politik yang belum pernah ada sebelumnya. Demokrasi telah bermakna legal dan ’demokratis’ telah menjadi konotasi dari ’legalitas’ proses politik. Demikianlah setidaknya yang ada dikala ini.
Namun perlu dicatat, sejarah pengertian yang terdengar ideal di indera pendengaran hari ini tidak mempunyai riwayat yang mengesankan di masa lalu.
Sejarah singkat
Bagaimana demokrasi dibentuk? Barangkali kita perlu menengok sistem pemerintahan ini sebagai iktikad politik masa lampau yang ada di Athena, negara kota di Yunani, 4 era sebelum masehi. Kritik yang tajam terhadap pemerintahan demokratis sudah berlangsung semenjak masa awal pertumbuhannya di Athena, yang sanggup dianggap sebagai ’tempat lahir demokrasi’. Kata ‘demokrasi’ itu sendiri diambil dari bahasa Yunani yang berarti ’pemerintahan oleh rakyat’. Sistem pemerintahan oleh rakyat yang secara progresif dipraktikkan di Athena barangkali yaitu bentuk paling murni dari demokrasi yang pernah ada. Dalam sistem itu ada praktik politik yang disebut dengan istilah ecclesia, atau ’majelis’ yang terbuka untuk semua warga negara kota yang memenuhi syarat: Laki-laki berusia di atas 18 tahun. Ecclesia mempunyai jadwal reguler pertemuan untuk berdebat membahas perihal negara. Keputusan diambil dengan cara mengacungkan tangan dan menghitung lebih banyak didominasi anggota ’majelis’ yang hadir. Thucydides yaitu sejarawan yang merangkum proses democracy masa itu dengan orasi yang memuja-muja konstitusi dengan ’menyukai yang banyak, bukan yang sedikit’. Kebebasan individu diatur, aturan ditegakkan dengan asas kesamaan, dan posisi politik diperoleh menurut kelayakan, bukan kekayaan atau golongan.
Baca juga: Prinsip Demokrasi dan Penerapannya
Sisi jelas sistem pemerintahan yang dijabarkan tersebut sayangnya tidak sejalan dengan pendapat yang tiba dari dua filsuf paling besar lengan berkuasa Plato dan Aristoteles. Selang seabad sesudah Thusydides, keduanya menulis perihal kesalahan besar Athena yang menerapkan demokrasi impor dari negara otoritarian Sparta pada 404 sebelum masehi. Malapetaka dan kehancuran terus-menerus tampak di depan mata mereka sesudah sistem demokrasi Athena makin sukar dikendalikan, tidak stabil dan korup. Kata Plato,
“Demokrasi yaitu satu bentuk sistem politik yang lentur, penuh keragaman dan tidak teratur. Kesetaraan dibagikan secara adil kepada orang-orang yang sederajat dan tidak sederajat.”
Muridnya, Aristotle mengatakan,
“Demokrasi merupakan bentuk yang korup dari pemerintahan. Sebuah konstitusi ideal, bukan pemerintahan dari rakyat, tapi pemerintahan dari lebih banyak didominasi yang mengejar kebaikan bersama”.
Menurut Aristole, sebaiknya dalam democracy mereka yang berada di lapisan paling bawah, yaitu rakyat jelata tetapkan kepentingan mereka sendiri. Oleh alasannya yaitu itu, yang berada pada lapisan lebih baik, menyediakan properti dan kekayaan.
Pandangan Plato dan Aristotle dibutuhkan hanya diterapkan di negara kota yang skalanya kecil menyerupai Athena. Sampai pada era 17 masehi, tidak ada sketsa yang dicoba untuk diterapkan dalam skala negara dan bangsa yang lebih besar. Jumlah penduduk yang terlalu besar dan bermacam-macam mustahil dikumpulkan dan diikat dalam satu sistem politik yang sama berjulukan democracy. Diantara beberapa teori yang masih berkembang hingga kini yaitu bahwa kekuasaan lebih banyak didominasi akan menjadikan hak-hak minoritas terabaikan.
Sisi gelap yang mendominasi pengertian demokrasi perlahan lenyap memasuki era pencerahan di Eropa. Pendefinisian ulang sistem demokrasi dilakukan sesudah sistem otoritarian menjebak insan ke dalam bencana perang sipil.
Tahun 1651 sesudah Inggris dilanda perang sipil, Thomas Hobbes mengajukan pertanyaan yang terletak pada inti teori politik demokrasi: bagaimana seharusnya kekuasaan yang berdaulat dari negara mempunyai justifikasi untuk melindungi hak-hak individual dan mencegah penyelewengan hak-hak tersebut?
Baca juga Demokrasi Liberal: Pengertian dan Contohnya
John Locke menulis 400 tahun kemudian bahwa pelimpahan otoritas semacam itu kepada negara oleh rakyat atau oleh yang diperintah, dan pembatasan sesuai dengan kebebasan-kebebasan mereka, harus dilakukan melalui persetujuan mereka, orang yang diperintah, rakyat. Pencarian akan keseimbangan antara tuntutan-tuntutan negara dan hak-hak individu menjadi diskusi utama teori sistem politik ini.
Perhitungan berangasan yang berkembang dikala ini yaitu kira-kira setengah dari populasi dunia semenjak milenium 2000 menyukai institusi-institusi yang secara historis lahir dari pemerintahan yang demokratis.
(Tulisan ini bersumber dari buku ini)
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
0 Response to "Demokrasi: Pengertian Dan Sejarah Singkat"
Posting Komentar