Ketika Cinta Harus Mengalah
KETIKA CINTA HARUS MENGALAH
Oleh : Siti Mustaqimah
“Tak Pernah Padam” masih mengalun dari MP3-nya Aditia. Mulutnyapun ikut bernyanyi mengikuti irama lagunya Sandi Sandoro. Hmmm, kelihatannya Aditia begitu menjiwainya. Sampai-sampai dia meneteskan air mata tiap memutar lagu tersebut. Kenapa nih anak jadi melow begini ya ? Memang ada yang lain dalam diri Aditia. Setelah dua tahun persahabatannya dengan Putri berjalan. Susah bahagia dilaluinya bersama-sama. Putri memang teman yang baik, perhatian, cantik dan arif pula. Bukannya Aditia berlebihan dalam menilainya, namun memang begitu kok kenyataannya. Sahabat yang di ketika murung selalu menghibur dan di ketika suka selalu hadir tuk membuatkan tawa. Putri pernah bilang kalo semua saran Aditia selalu diturutin dan begitupun sebaliknya. Pokoknya di mana ada Aditia di situ niscaya ada Putri. Begitulah hampir setiap ada kesempatan mereka selalu pergi bersama-sama. Gak ada pikiran yang “Aneh” dan gak ada perasaan apa-apa termasuk ”Cinta” J
Tapi kenapa Putri hingga ketika ini belum juga punya perjaka ? Padahal kalo dipikir-pikir Putri gak sulit untuk mendapatkan cowok yang ia inginkan. Emang sih Putri yaitu tipe cewek yang sulit jatuh cinta dan gak sembarangan Putri menilai apalagi menentukan seorang cowok untuk dijadikan pacarnya. Inilah yang menciptakan Aditia takut. Takut menghancurkan perasaannya dan Takut perasaannya hanya akan menjadi permainan waktu semata. Waktu yang entah hingga kapan akan menciptakan Aditia terombang-ambing perasaannya. Bagaikan bahtera yang terombang-ambing diterjang ombak lautan. Perasaan yang dirasakannya saat ini, biasa kita sebut “Cinta”. Tapi apakah ini Cinta ? Ya, memang benar ini yaitu “Cinta”. Questo E’Reale E Amore, kata orang Italia. Hanya saja, Aditia terus memendam perasaannya. Sampai-sampai suatu ketika Aditia dikecam oleh perasaan “Cemburu”. Perasaan yang dulu gak pernah ada sekarang muncul begitu saja. Cemburu ketika Putri menceritakan kalo ada beberapa cowok yang naksir padanya dan mencoba menarik perhatiannya. Padahal selama ini Aditia selalu memberi perhatian padanyaApakah Cemburu menunjukan Cinta ? Kata orang, cemburu tidak mencerminkan rasa cinta tapi mencerminkan rasa kegelisahan, bahasa kerennya sih “Galau”.
Aduhhh, Aditia makin gregetan aja dibuatnya. Aditia benar-benar jadi tambah galau. Namun semakin usang tersiksa juga batinnya. Ada impian untuk mengutarakannya pada Putri. Tentang duduk masalah perasaan Aditia yang makin tambah gak karuan perihal Putri. Tapi Aditia gak ada keberanian untuk mengatakannya. Aditia takut kalo Putri akan membencinya dan menciptakan persahabatan yang telah dijalaninya menjadi hancur begitu saja. “Ini gak boleh terjadi”, kata Aditia
Hingga suatu saat, balasannya Aditia berusaha untuk melupakannya tapi gak bisa, malah rasa sayang yang semakin membara. “Apakah salah kalo aku ingin menjalin hubungan yang lebih dekat dengannya bukan hanya sebagai seorang “Sahabat” ? Hmmm, aku harus berani”. “Aku harus berani ambil segala resikonya apapun itu yang akan terjadi nanti, kata Aditia”.
“Putri, I love you” kata Aditia. Akhirnya sesudah sekian usang memendam perasaannya, iapun berani tuk mengungkapkannya. “I'll be serious with you and will love you completely, forever ".Ia terus memandangi wajah Putri. Gak ada amarah atau respon apapun dari Putri, yang ada hanya “Tangis”. Upsss, Putri menangis. Aditia makin bertanya-tanya dalam batinnya. Baru kali ini Aditia melihat Putri menangis.
“Kenapa Put? Apa kata-kata saya nyakitin perasaan kamu?”Putri menggeleng-gelengkan kepalanya. Sambil masih terisak dengan tangisannya, ia coba menjelaskan sama Aditia. “Aditia siap mendengarkan jawaban Putri, apapun itu meskipun kata “Tidak” sekalipun, kata Aditia. Dan benar, kata “Tidak” yang terlontar dari ucapan Putri. Ya, Andre harus menerimanya. Sepeti kata Kusuma Dewi dalam bukunya, “Jika kau siap untuk jatuh cinta, maka kau harus siap juga untuk patah hati”. Rasanya dada Andre serasa mau jebol, gerimis serasa hujan badai. Sunyinynya malam itu terasa lebih sunyi seolah hanya mereka berdua saja yang ada di alam ini. Tak ada bunyi binatang atau apapun yang meramaikan bumi. Bahkan langit serasa menjadi gelap gulita tanpa ada cahaya yang meneranginya.
“Maafin saya ya, Aditia?” tangan Putri menggenggam jemari Aditia. Aditia melongo sejenak. “Kamu niscaya kecewa sama jawabanku, ya? Tapi itu bukan berarti saya gak ada “Rasa” sama kamu. Aku hanya takut perasaan ini hanya delusi semata yang akan hilang begitu saja menyerupai ketika kita membuka mata”, Kata Putri.
“Put, Jika cinta ini beban biarkan saya saja yang menghilang. Jika cinta ini kesalahan biarkan saya berlutut dihadapanmu tuk memohon maaf. Jika cinta ini hutang biarkan saya melunasinya meskipun secara bertahap. Tapi kalau cinta ini suatu anugerah maka, biarkanlah saya menyayangi dan menyayangimu hingga simpulan nafasku”. Aditia merasa Putri akan membencinya dan meninggalkannya selama-lamanya. Kemudian dipeluknya Putri erat-erat dan dibelainya rambutnya dengan penuh kasih sayang yang nrimo dari dasar lubuk hatinya.
“Aku gak mau kehilangan teman terbaikku” kata Putri masih dalam pelukan Aditia. “Biarlah hubungan kita tetap terjalin bebas tak terbatas ruang dan waktu. Lagipula aku tak tau akankah perjalanan cinta kita ini nantinya akan abadi, atau malah putus di tengah jalan ? Persahabatan sanggup jadi awal percintaan tapi simpulan dari suatu percintaan kadang malah menjadi permusuhan. Dan saya gak mau itu terjadi pada kita, Aditia”
Aditia mulai merenungi kata-kata yang terlontar dari ucapan Putri. Dilepaskannya pelukannya kemudian dipandanginya wajah Putri dalam-dalam, bagaikan “Singa yang siap menerkam mangsanya”. Ternyata Aditia masih sanggup menikmati senyum manis Putri. Dia masih sanggup mencicipi sejuknya tatapan Putri. Dan ia gak mau kehilangan semuanya itu hanya karna hal ini.
“Aku rela menjadi lilin yang rela menghancurkan dirinya hanya untuk memberi cahaya walaupun itu redup tapi saya sanggup tuk menerangi hatimu” kata Aditia sambil menyeka air mata yang mengalir di pipi Putri.
“Iya, Aditia, kata Putri”. Soalnya hati hanya sanggup menyayangi dalam sekejap. Kaki cuma sanggup melangkah jauh dan lelah. Busana tak selamanya indah digunakan tubuh. Dan begitu juga watu di tepi pantai yang tak selamanya kokoh ketika diterjang ombak di tepi lautan. Tapi mempunyai teman sepertimu yaitu anugrah dan keabadian yang tak mungkin ku lupakan ” begitu pinta Putri disambut senyum Aditia. Dan mereka saling berpelukan lagi. Tanpa mencicipi beban yang tak terbatas oleh ruang maupun waktu. Hmm… apa sanggup Aditia menyimpan dalam-dalam perasaannya berlama-lama ? only time will tell everything…:)
So, persahabatan tidak mengenal namanya perbedaan, waktu, jarak, harta ataupun suku. Apapun itu, teman akan tetap ada disaaat suka maupun duka. Sahabat sejati tidak akan pergi walaupun ia telah disia-siakan bahkan meski ia tidak dianggap sekalipun. Yang ada dalam benak dari seorang teman yaitu sanggup selalu ada untuk orang-orang yang ada didekatnya, entah orang tersebut menganggapnya hanya sebatas teman biasa atau orang yang berarti, yang terpenting baginya sanggup membantu orang-orang yang ada didekatnya dan merasa bahagia ketika ia didekatnya. :)
0 Response to "Ketika Cinta Harus Mengalah"
Posting Komentar