-->

iklan banner

Metaetika


E T I K A
 
      I.        DEFINISI ETIKA
            Etika yaitu salah satu cabang dari Ilmu Filsafat yang bertitik tolak dari problem nilai (value) dan moral insan yang berkenaan dengan tindakan manusia. Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani, yakni ethos yang artinya cara bertindak, adat, tempat tinggal, kebiasaan. Sedangkan kata moral berasal dari bahasa Latin, yakni mos yang berarti sama dengan etika. Istilah etika digunakan oleh Aristoteles (384 – 322 SM) untuk memperlihatkan pengertian perihal filsafat moral.
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1993), etika yaitu ilmu mengenai apa yang baik dan jelek dan perihal hak dan kewajiban (ahlak). Dalam KBBI dibedakan pula antara etika, etik dan etiket. Etik yaitu kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan ahlak (nilai benar dan salah yang dianut masyarakat/golongan), contohnya arahan etik dokter, dll. Etiket yaitu tatacara (adat, sopan santun, dll.) di masyarakat dalam memelihara korelasi yang baik sesama manusia. Etiket juga dikenal sebagai label atau penamaan sesuatu yang dituliskan pada secarik kertas dan dilekatkan pada benda (botol, kaleng, dll.). Dari ketiganya, yang bekerjasama erat dengan nilai dan moral yaitu etika dan etik. Etika sering disebut sebagai filsafat moral, sedangkan etik tidak berkaitan dengan moral.
            Secara filosofis, etika merupakan bab dari ilmu filsafat yang mempelajari aneka macam nilai (value) yang diarahkan pada perbuatan manusia, khususnya yang berkaitan dengan kebaikan dan keburukan dari hasil tindakannya. Dalam berbuat baik, insan memerlukan pertimbangan yang bersifat rasional. Pertimbangan rasional artinya mempertimbangkan aneka macam kemungkinan untuk berbuat baik atau melaksanakan tindakan secara jernih, tanpa dilandasi dengan sikap emosional yang berlebihan. Mempelajari etika harus dilandasi dengan pendekatan rasional dan kritis, supaya etika itu sanggup diterapkan pada tindakan keseharian seseorang.
            Etika sebagai filsafat moral berarti melaksanakan perenungan secara mendalam mengenai aneka macam pedoman moral (kebaikan) secara kritis. Namun harus dibedakan antara etika dan moral. Etika mempelajari aneka macam pedoman moral secara kritis dan logis. Sedangkan moral yaitu nasihat-nasihat yang berupa ajaran-ajaran pada susila istiadat suatu masyarakat/golongan/agama. Moral bersifat aplikatif mengenai tindakan insan yang baik dan buruk.
            Pokok bahasan yang sangat khusus pada etika yaitu sikap kritis insan dalam menerapkan ajaran-ajaran moral terhadap sikap insan yang bertanggung jawab. Ajaran-ajaran tersebut sangat memilih bagaimana moral insan itu “dibina” baik melalui pendidikan formal maupun non formal.


    II.        ETIKA NORMATIF DAN ETIKA TERAPAN
            Dalam perkembangannya etika terbagi atas etika deskriptif, etika normatif dan metaetika.
1.    Etika Deskriptif
            Etika deskriptif mengatakan citra tingkah laris moral dalam arti luas, menyerupai norma dan aturan yang berbeda dalam suatu masyarakat atau individu yang berada dalam kebudayaan tertentu atau yang berada dalam kurun atau periode tertentu. Norma dan aturan tersebut ditaati oleh individu atau masyarakat yang berasal dari kebudayaan atau kelompok tertentu. Ajaran tersebut lazim diajarkan para pemuka masyarakat dari kebudayaan atau kelompok tersebut.
Contoh:
Masyarakat Jawa mengajarkan tatakrama terhadap orang yang lebih renta dengan menghormatinya, bahkan dengan sapaan yang halus sebagai pedoman yang harus diterima. Bila tidak dilakukakan, masyarakat menganggapnya aneh atau bukan orang Jawa.

2.    Etika Normatif
            Etika normatif mempelajari studi atau perkara yang berkaitan dengan problem moral. Etika normatif mengkaji rumusan secara rasional mengenai prinsip-prinsip etis dan bertanggung jawab yang sanggup digunakan oleh manusia. Dalam etika normatif yang paling menonjol yaitu evaluasi mengenai norma-norma. Penilaian ini sangat memilih sikap insan yang baik dan buruk.
            Etika normatif terbagi atas dua kajian yakni etika yang bersifat umum dan khusus. Etika normatif umum mengkaji norma etis/moral, hak dan kewajiban, dan hati nurani. Sedangkan etika normatif khusus menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum pada sikap insan yang khusus, contohnya etika keluarga, etika profesi (etika kedokteran, etika perbankan, etika bisnis, dll.), etika politik, dll.

3.    Metaetika
            Metaetika yaitu kajian etika yang membahas perihal ucapan-ucapan ataupun kaidah-kaidah bahasa aspek moralitas, khususnya berkaitan dengan bahasa etis (bahasa yang digunakan dalam bidang moral). Kebahasaan seseorang sanggup menjadikan evaluasi etis terhadap ucapan mengenai yang baik, jelek dan kaidah logika.
Contoh:
Bahasa iklan yang berlebihan dan menyesatkan, menyerupai pada tayangan iklan obat yang menganjurkan meminum obat tersebut supaya sembuh dan sehat kembali. Ketika orang mulai mengkritik iklan tersebut, maka dimunculkanlah ucapan etis: “jika sakit berlanjut, hubungi dokter”. Ucapan etis tersebut seolah dihadirkan oleh sekelompok produsen untuk disampaikan kepada masyarakat supaya lebih bijak dalam meminum obat tersebut.

4.    Etika Terapan
            Etika terapan yaitu studi etika yang menitikberatkan pada aspek aplikatif atas dasar teori etika atau norma yang ada. Etika terapan muncul alasannya perkembangan pesat etika dan kemajuan ilmu lainnya. Etika terapan bersifat mudah alasannya memperlihatkan sisi kegunaan dari penerapan teori dan norma etika pada sikap manusia.
Contoh:
Etika terapan yang menyoroti permasalahan iklim dan lingkungan menghasilkan kajian mengenai etika lingkungan hidup.

a)    Pengertian Etika Profesi
            Etika profesi yaitu etika yang berkaitan dengan profesi insan atau etika yang diterapkan dalam dunia kerja manusia. Di dalam dunia kerjanya, insan membutuhkan pegangan, aneka macam pertimbangan moral dan sikap yang bijak. Secara khusus, etika profesi membahas problem etis yang berkaitan dengan profesi tertentu. Misalnya, etika dokter (kedokteran), etika pustakawan (perpustakaan), etika humas (kehumasan), dll.
            Profesi berasal dari bahasa Latin: professues yang berarti suatu kegiatan insan atau pekerjaan insan yang dikaitkan dengan sumpah suci. Pengertian lain mengartikan sebagai perbuatan seseorang yang dilakukan untuk memperoleh nilai komersial. Ada pula yang mengartikan etika profesi sebagai komunitas moral yaitu adanya impian dan nilai bersama yang dimiliki seseorang ketika ia berada dan bantu-membantu dengan sobat sejawat dalam dunia kerjanya.
            Seorang profesional dituntut mempunyai keahlian yang diperolehnya secara formal melalui pendidikan tinggi. Perolehan keahlian secara formal sangat penting ketika seorang profesional bersumpah atas dasar profesi tertentu, menyerupai dokter, pengacara, dll. Dengan profesinya tersebut, seorang profesional berhadapan dengan pemakai jasanya. Sehingga ia mendapat kompensasi atau pembayaran atas jasa yang diberikannya. Hubungan antara pemberi jasa (profesional) dan peserta jasa terkait dengan kontrak atau perjanjian yang disepakati bersama. Dalam korelasi ini terdapat beberapa aspek moral dan pertimbangan-pertimbangan etis yang menjadi dasar menjaga kepercayaan diantara keduanya.
            Segala bentuk pelayanan harus mempunyai aspek pro bono publico (segala bentuk pelayanan untuk kebaikan umum). Untuk kebaikan umum mempunyai aspek ganda, yakni:
·         Aspek pro lucro, yaitu demi laba maka pelayanan itu diberikan kepada klien (komersial).
·         Aspek pro bono, yaitu demi kebaikan si klien maka pelayanan diberikan si profesional tidak semata-mata alasannya pembayaran. Aspek ini memunculkan profesi luhur menyerupai tenaga medis, tenaga pengajar, rohaniwan, dll.
Etika profesi bekerjasama erat dengan arahan etik profesi. Kode etik profesi merupakan akhir hadirnya etika profesi. Kode etik profesi merupakan aturan atau norma yang diberlakukan pada profesi tertentu. Didalam norma tersebut terdapat beberapa persyaratan yang bersifat etis dan harus ditaati oleh pemilik profesi. Misalnya arahan etik dokter, arahan etik pustakawan, dll. Kode etik tertua dimunculkan oleh Hippocrates, bapak Ilmu Kedokteran di masa ke-5 SM yang populer dengan “Sumpah Hippocrates”.   Refleksi muncul pada arahan etik profesi, dan itu berarti arahan etik profesi sanggup diubah atau diperbaharui sesuai dengan perkembangan yang ada. Perubahan arahan etik tidak mengurangi nilai etis atau nilai moral yang telah ada, tetapi justru memberi nilai tambah bagi arahan etik profesi itu sendiri. Pelanggaran terhadap arahan etik akan mendapat hukuman dari kelompoknya. Tujuan hukuman yaitu untuk menyadarkan betapa pentingnya tanggung jawab moral ditegakkan di dalam dunia kerjanya.



b)    Etika Profesi sebagai Ilmu Mudah dan Ilmu Terapan
            Etika profesi sebagai ilmu mudah mempunyai sifat mementingkan tujuan perbuatan dan kegunaannya, baik kegunaan secara pragmatis maupun secara utilitaristis dan deontologis. Secara pragmatis, berarti melihat kegunaan itu mempunyai makna bagi seorang profesional melalui tindakan yang positif berupa pelayanan kepada klien. Secara utilitaristis akan sangat bermanfaat bila menghasilkan perbuatan yang baik.
Contoh:
Seorang arsitek mendapat kebahagiaan apabila desainnya digunakan oleh klien dan mengatakan kepuasan pada klien tersebut juga orang sekitarnya atas desain rumahnya.
            Sedangkan secara deontologis, kegunaan itu akan dinilai baik bila disertai kehendak yang baik. Kegunaan ini tidak hanya mempunyai unsur kehendak tetapi juga kewajiban yang telah menjadi tanggung jawabnya.
Contoh:
Pelayanan Rumah Sakit X akan dinilai baik dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat umum, bila para tenaga medisnya mempunyai kehendak baik dalam bertugas.

c)    Metode atau Pendekatan Etika Profesi
            Dalam mempelajari etika profesi, metode yang digunakan yaitu metode kritis refleksif, dialogis. Metode ini digunakan oleh seorang profesional dalam menilai sikap kerja terhadap bidang pekerjaan tertentu. Orang perlu merenungkan secara kritis dan mendialogkan apa yang telah dikerjakannya baik dikala itu maupun yang akan datang. Metode ini bertujuan supaya seorang profesional sanggup bekerja dengan sebaik mungkin sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.

d)    Peran Etika Profesi dalam Ilmu-ilmu Lainnya
            Etika profesi sanggup diberlakukan pada:
1)    Individu-individu yang mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu menyerupai dokter kepada pasiennya.
2)    Kelompok-kelompok tertentu yang mempunyai profesi tertentu menyerupai asosiasi jurnalis kepada masyarakat pembacanya.
Peran etika profesi adalah:
1)    Sebagai “kompas” moral atau penunjuk jalan bagi profesional menurut nilai-nilai etisnya, hati nurani, kebebasan-tanggung jawab, kejujuran, kepercayaan, hak-kewajiban dalam bentuk pelayanan kepada klien.
2)    Sebagai “penjamin” kepercayaan masyarakat (klien) terhadap pelayanan yang diberikan oleh si profesional.


   III.        Kaidah atau Norma Etika
            Berikut yaitu kaidah atau norma etika/moral yang lazim dimunculkan pada etika normatif, yakni:
1.    Hati Nurani
       Hati nurani yaitu penghayatan perihal yang baik dan yang jelek yang berkaitan dengan tindakan nyata atau sikap faktual manusia. Hati nurani dikendalikan oleh kesadaran insan (akal budi). Kesadaran menciptakan insan bisa mempertimbangkan perihal mana yang baik dan jelek baginya. Kesadaran itu merupakan kemampuan insan untuk merefleksikan perbuatannya. Hati nurani terbagi atas dua bagian:
a.    Hati nurani retrospektif, yakni hati nurani yang menilai sikap kita di masa lalu.
b.    Hati nurani prospektif, yakni hati nurani yang merencanakan perbuatan yang akan kita lakukan di masa datang.
2.    Kebebasan dan Tanggung Jawab
Kebebasan yaitu salah satu unsur yang sangat hakiki dan manusiawi yang dimiliki oleh manusia. Manusia yaitu mahluk sosial yang berarti insan hidup bersama dan berinteraksi dengan insan lainnya. Maka kebebasan yang dimiliki insan bukanlah kesewenangan, melainkan kebebasan yang secara hakiki terbatas oleh kenyataan  sebagai anggota masyarakat. Dengan pembatasan yang ada, maka kebebasan yang dimiliki harus diisi dengan sikap dan tindakan yang tepat. Penentuan sikap dan tindakan yang tepat ini yaitu bentuk tanggung jawab individu. Terdapat korelasi yang erat antara kebebasan dengan tanggung jawab. Keputusan dan tindakan yang diambil seseorang harus sanggup dipertanggungjawabkan oleh diri sendiri.
3.    Nilai dan Norma
Nilai yaitu suatu perangkat untuk melaksanakan evaluasi perihal sesuatu. Dalam evaluasi itu memunculkan hasil evaluasi dari evaluasi tersebut. Hasil evaluasi sanggup berupa positif maupun negatif. Positif dalam artian memuaskan, menguntungkan, menyenangkan, dll. Sedangkan negatif sanggup berarti tidak memuaskan, namun sanggup juga berarti kesalahan.
Setiap evaluasi terhadap sesuatu selalu berkaitan dengan kaidah atau norma atau aturan yang mendasarinya. Norma selalu mempunyai kriteria untuk dipenuhi seseorang dalam menilai sesuatu. Norma sering dianggap sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu. Misalnya, norma benda, norma hukum, norma etiket, norma moral. Dari norma-norma yang ada, norma moral dianggap paling tinggi, alasannya mengatakan kita aneka macam pertimbangan secara rasional perihal apa yang menjadi tolok ukur ketika seseorang melaksanakan perbuatan tertentu. Oleh alasannya itu pertimbangan yang bersifat rasional sangat memilih kualitas atau mutu dari tindakan seseorang.
4.    Hak dan Kewajiban
Hak yaitu elemen yang sangat manusiawi dimiliki oleh manusia. Hak merupakan klaim yang dibentuk oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap masyarakat. Dengan mempunyai hak, orang sanggup menuntut bahwa orang lain akan memenuhi dan menghormati hak itu. Bermacam jenis hak sanggup memperjelas perihal hak yang berkaitan dengan moral.
a.    Hak legal, yaitu hak yang didasarkan atas aturan dalam salah satu bentuk yang dimunculkan melalui UU, peraturan, dokumen resmi. Hak legal berfungsi dalam sistem aturan dan didasari oleh prinsip hukum.
b.    Hak khusus dan hak umum. Hak khusus yaitu hak yang dimiliki oleh seseorang atau beberapa orang. Hak tersebut timbul alasannya ada korelasi khusus antata beberapa orang atau alasannya fungsi khusus yang dimiliki seseorang kepada orang lain. Misalnya orang renta mempunyai hak bahwa anaknya akan patuh kepadanya. Sedangkan hak umum yaitu hak yang diberikan kepada seseorang alasannya ia yaitu manusia, atau disebut juga Hak Asasi Manusia, contohnya hak untuk hidup.
c.    Hak individual dan hak sosial. Hak individual yaitu hak yang dimiliki oleh individu terhadap negara atau suatu masyarakat. Hak individual sanggup berupa kebebasan berpendapat, hak berserikat, hak beragama, dll. Hak individual sebetulnya memperjuangkan hak hati nurani masing-masing individu. Apabila hak individual diarahkan pada anggota masyarakat atau suatu kelompok kan memunculkan hak yang sifatnya sosial. Makara hak sosial yaitu hak yang diperoleh seseorang ketika ia sebagai anggota masyarakat berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya. Contoh hak sosial yaitu hak atas pelayanan kesehatan, hak atas pendidikan, dll.
d.    Hak positif dan hak negatif. Hak positif akan terjadi bila seseorang berhak atas tindakan orang lain kepada orang itu. Misalnya orang yang tertabrak sepeda motor sehingga terjatuh dijalan berhak atas dukungan orang lain. Hak negatif terjadi apabila seseorang bebas mendapat atau melaksanakan sesuatu. Misalnya ketika seseorang mendapat hak untuk berbicara di depan kelas atau mendapat pendidikan tinggi di luar negeri, dll. Dalam hak negatif terkandung maksud bahwa pihak lain atau orang lain dihentikan menghalangi keinginan orang tersebut.
e.    Hak moral, yaitu hak seseorang yang didasari atas prinsip atau peraturan etis dan oleh karenanya hak moral berada dalam sistem moral. Sistem moral yaitu sistem yang mempunyai beberapa elemen atau kaidah moral (hati nurani, kebebasan, tanggung jawab, hak dan kewajiban) dan kaidah itu saling terjalin sedemikian rupa dan hasil sistem itu terwujud dalam tindakan dan sikap baik atau berilaku jelek manusia. Contohnya, seorang dosen yang berhak menuntut mahasiswanya berlaku jujur dalam ujian.
Sedangkan kewajiban seseorang bergantung pada hak-hak yang diperolehnya. Setiap kewajiban yang harus dilakukan seseorang tidak selalu sama dengan orang lain. Semuanya bergantung pada bagaimana hak itu diperoleh. Misalnya, hak individual seseorang akan pendidikan tinggi, maka ia juga diwajibkan untuk melaksanakan kewajibannya yaitu membayar SPP secara tepat waktu. Kewajiban terbagi dalam dua hal, yakni:
a.    Kewajiban sempurna, yaitu kewajiban yang berkaitan dengan hak orang lain, alasannya terdapat unsur keadilan.
b.    Kewajiban tidak sempurna, yaitu kewajiban yang tidak ada unsur keadilannya, alasannya ia tidak terkait dengan hak orang lain.


IV. PENTINGNYA ETIKA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN KEHIDUPAN ILMIAH
            Beberapa alasan mengapa perlunya etika dikala ini:
1.    Pandangan moral yang beraneka ragam yang berasal dari aneka macam suku, kelompok, tempat dan agama yang berbeda dan yang hidup berdamp8ingan dalam suatu masyarakat dan negara.
2.    Modernisasi dan kemajuan teknologi membawa perubahan besar dalam struktur masyarakat yang alhasil sanggup bertentangan dengan pandangan-pandangan moral tradisional.
3.    Munculnya aneka macam ideologi yang mengatakan diri sebagai penuntun kehidupan insan dengan masing-masing ajarannya perihal kehidupan manusia.
Etika sanggup membangkitkan kembali semangat hidup supaya insan sanggup menjadi insan yang baik dan bijaksana melalui eksistensi dan profesinya.
            Dalam bidang keilmuan, etika sangat penting alasannya pokok perhatiannya pada problem dan proses kerja keilmuan, sehingga memunculkan studi etika keilmuan. Etika keilmuan menyoroti aspek bagaimana kiprah seorang mahasiswa, ilmuwan dalam kegiatannya. Tanggung jawab mereka dipertaruhkan dalam proses kegiatan ilmiahnya. Pokok perhatian lain dalam etika keilmuan yaitu problem bebas nilai. Bebas nilai yaitu suatu posisi atau keadaan dimana seseorang ilmuwan mempunyai hak berupa kebebasannya untuk melaksanakan penelitian ilmiahnya. Mereka bebas meneliti apa saja sesuai dengan keinginan atau tujuan penelitiannya. Kebalikan bebas nilai yaitu tidak bebas nilai, yakni adanya kendala dari luar menyerupai norma agama, norma hukum, norma budaya yang muncul dalam proses penelitiannya. Norma-norma tersebut semacam “pagar” yang merintangi kebebasan seorang peneliti atas dasar tujuan dan kepentingan norma tersebut. Misalnya, pada perkara penelitian kloning untuk manusia.
           

           


Sumber http://alfiskaoktayati.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Metaetika"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel