-->

iklan banner

Hitam Putih Kurikulum 2013 Di Tangan Guru

Thursday, June 6th, 2013
Laporan Trends in International Mathematics and Science Study  Hitam Putih Kurikulum 2013 di Tangan Guru

Laporan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011, menyebutkan bahwa nilai rata-rata matematika siswa Indonesia menempati urutan ke-38 dari 42 negara. Sedangkan untuk sains justru lebih mengecewakan lagi, yaitu menempati urutan ke-40 dari 42 negara. Sebagian besar siswa hanya bisa mengerjakan soal hingga level menengah saja sehingga disinyalir ada perbedaan materi bimbing di Indonesia dengan yang diujikan di tingkat internasional. 

Agaknya, kondisi inilah yang menjadi salah satu pemicu dan pemacu peluncuran kurikulum 2013. Kurikulum yang diperlukan bisa memperlihatkan materi bimbing yang relevan dengan tuntutan globalisasi. Sehingga, produk dari pembelajaran yaitu siswa-siswa yang kompeten dan kompetitif di tingkat internasional. Lalu, apakah sesederhana itu permasalahannya? Apakah dengan pergantian kurikulum sudah sanggup menjawab sebagain besar duduk kasus pendidikan nasional? 

Hampir semua komponen bangsa meyakini bahwa permasalahan dunia pendidikan di Indonesia sangatlah kompleks. Permasalahannya menyentuh semua aspek kehidupan, mencakup ideologi, politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Oleh alasannya yaitu itu, penanganannya pun harus melalui banyak sekali pendekatan.

Perubahan pada kurikulum 2013 akan efektif sepanjang implementatornya menyadari dan memahami dengan baik dan benar substansi kurikulum tersebut.  Lalu, siapakah implementator yang dimaksud? Mereka yaitu para guru. Kendali dan kesuksesan Kurikulum 2013 ada di tangan guru. Pendek kata, hitam putih penyelenggaraan Kurikulum 2013 sangat dipengaruhi kualitas guru. Oleh alasannya yaitu itu, guru harus dijadikan sebagai subjek, garda terdapan, yang patut mendapat perhatian sungguh-sungguh, dan bebas dari banyak sekali kepentingan politik. Guru harus ditata, dikelola, dibimbing, dan ditingkatkan kualitasnya. Guru haruslah hadir secara profesional dengan tugas, pokok, dan fungsinya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sudahkan fenomena ini mewujud nyata?

Harus diakui, lima tahun terakhir, perhatian pemerintah terhadap kondisi guru mulai membaik. Munculnya aktivitas sertifikasi guru yang mengatakan tunjangan profesi guru (TPG), sungguh sangat mengangkat kesejahteraan guru. Namun, perhatian tersebut terkadang tidak paripurna dan tidak ikhlas. Pembayaran TPG yang tersendat-sendat, proses pemberkasan yang cenderung dipersulit, bahkan pembayaran TPG yang kurang, seakan menjadi pembenar ketidakikhlasan dimaksud.

Masih banyak fenomena yang mengakibatkan guru kecewa dan bahkan menangis. Dinamika politik akhir desentralisasi pendidikan di tingkat kabupaten/kota merupakan salah satu faktor penyebab. Begitu gampang guru dimutasi, dizalimi, bahkan dihancurkan karakternya, hanya alasannya yaitu informasi warna berbeda. Tanpa melalui proses penyelidikan dan penyidikan, guru pribadi dieksekusi serta tidak sempat mengatakan pembelaan. Sungguh tindakan diktatorial yang sangat menyakiti hati para guru. Perlindungan aturan terhadap guru dirasakan masih sangat lemah. Organisasi guru di kawasan tak bergigi dan tak bernyali. Akibatnya guru-guru di kawasan sering menjadi bulan-bulanan penguasa. Oleh alasannya yaitu itu, ke depan harus ada keberpihakan kepada guru tanpa kepura-puraan.

Implementasi kurikulum 2013, harus dijadikan momentum untuk memberdayakan dan memperkuat posisi guru. Semua pihak, terutama pemerintah harus mengatakan keberpihakan kepada guru secara sungguh-sungguh dan lebih baik. Guru yaitu kendali kurikulum 2013. Sehingga, mengelola guru secara profesional yaitu keniscayaan. Politisasi terhadap guru harus dihentikan. Biarkan guru bekerja demi mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadikan guru sebagai pendidik, pengajar, pelatih, dan pembimbing yang profesional. Berikan para guru pemberian baik politik maupun ekonomi sehingga mereka sanggup menumbuhkembangkan kreasi dan inovasi. Berikan para guru proteksi semoga sanggup bekerja dengan jujur, objektif, kritis, adil, dan bertanggung jawab.

Dalam konteks ini, pengelolaan pendidikan di Finlandia sanggup dijadikan contoh. Guru-guru mendapat perhatian serius dari pemerintah. Perhatian tidak hanya dari segi kesejahteraan, tetapi juga pengukuhan dan penghormatan terhadap  profesi guru dan proteksi aturan yang kuat. Lulusan terbaik siswa pasti menentukan dan diarahkan menjadi guru. Tugas guru diarahkan untuk bertanggung jawab terhadap pendidikan siswa tanpa dicemari oleh pekerjaan dan kiprah lainnya. 

Kesejahteraan guru mendapat perhatian pemerintah secara sungguh-sungguh. Tidak ada kisah arogansi pemerintah kawasan dengan melaksanakan mutasi secara membabi buta dengan alasan penyegaran atau reward dan punishment. Pendek kata, tidak ada politisasi pendidikan. Pendidikan yaitu untuk pendidikan demi mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika ini sanggup diwujudnyatakan, maka pendidikan nasional akan bercahaya terang. Semoga. Penulis: Gede Putra Adnyana, Guru SMAN 2 Busungbiu, Buleleng, Bali. (Sumber: http://www.imobeducare.com/story/hitam-putih-kurikulum-2013-di-tangan-guru).


Sumber http://putradnyanagede.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Hitam Putih Kurikulum 2013 Di Tangan Guru"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel