-->

iklan banner

Asas-Asas Hubungan Internasional Dan Perjanjian Internasional



Suatu kekerabatan antar bangsa dan negara (internasional) akan sanggup berlangsung dengan baik, manakala terdapat pedoman-pedoman yang dijadikan sebagai landasan berpijak.

Pedoman-pedoman internasional, harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang mengadakan kekerabatan baik tertulis maupun yang tidak tertulis. Beberapa sarana penting dalam membangun kekerabatan internasional yaitu sebagai berikut :

pedoman yang dijadikan sebagai landasan berpijak Asas-Asas Hubungan Internasional dan Perjanjian Internasional

A.   Asas-Asas Hubungan Internasional
Menurut Hugo de Groot, bahwa dalam kekerabatan internasional asas persamaan derajat merupakan dasar yang menjadi kemauan bebas dan persetujuan dari beberapa atau semua negara. 



Baca Juga :


Tujuannya yaitu untuk kepentingan bersama dari mereka yang menyatukan diri di dalamnya. Dalam kekerabatan internasional, dikenal beberapa asas yang didasarkan pada tempat dan ruang lingkup berlakunya ketentuan aturan bagi tempat dan warga negara masing-masing.

Ada 3 (tiga) asas dalam kekerabatan internasional yang antara satu dengan lainnyan saling menghipnotis :
1.     Asas Teritorial
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini, negara melaksanakan aturan bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya. Jadi, terhadap semua barang atau orang yang berada  di luar wilayah tersebut, berlaku aturan aneh (internasional) sepenuhnya.

2.     Asas Kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap warga negara di manapun ia berada, tetap menapat perlakuan aturan dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan exteritorial. Artinya aturan dari negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun berada di negara asing.

3.     Asas Kepentingan Umum
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, negara sanggup mengikuti keadaan dengan semua keadaan dan insiden yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi, aturan tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.

Apabila ketiga asas ini tidak diperhatikan, akan timbul kekacauan aturan dalam kekerabatan antar bangsa (internasional). Oleh alasannya yaitu itu, antara satu negara dengan negara lain perlua ada kekerabatan yang teratur dan tertib dalam bentuk aturan internasional. 

Walaupun demikian, kerapkali masih terdapat masalah dan pertikaian-pertikaian yang perlu dipecahkan. Misalnya masalah dwi-kewarganegaraan, batas-batas negara, wajib militer dan wajib pajak.

B.   Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional yaitu perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih, yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat aturan tertentu. Tegasnya, perjanjian internasional mengatur perjanjian antarnegara saja selaku subjek aturan internasional.

1.     Penggolongan Perjanjian Internasional
Klasifikasi perjanjian internasional sanggup dibedakan atas:
a)    Menurut Subjeknya
1.     Perjanjian antar negara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek aturan internasional.
2.     Perjanjian internasional antar negara dan subjek aturan internasional lainnya, ibarat antara organisasi internasional Tahta Suci (Vatican) dengan organisasi Uni Eropa.
3.     Perjanjian antar sesama subjek aturan internasional selain negara, ibarat antara suatu organisasi internasional dan organisasi internasional lainnya. Contoh: Kerjasama ASEAN dan Uni Eropa.

b)    Menurut Isinya
1)    Segi politis, ibarat Pakta Pertahanan dan Pakta Perdamaian. Contoh: Nato, ANZUS, dan SEATO.
2)    Segi ekonomi, ibarat pertolongan ekonomi dan pertolongan keuangan. Contoh: CGI, IMF, IBRD, dan sebagainya.
3)    Segi hukum, ibarat status kewarganegaraan (Indonesia – RRC), ekstradisi dan sebagainya.
4)    Segi batas wilayah, ibarat maritim teritorial, batas alam daratan, dan sebagainya.
5)    Segi kesehatan, ibarat masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS, dan sebagainya.

c)     Menurut Proses/Tahapan Pembentukannya
1)    Perjanian bersifat penting yang dibentuk melalui proses perundingan, penandatanganan dan ratifikasi
2)    Perjanjian bersifat sederhana yang dibentuk melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan (biasanya digunakan) kata persetujuan dan agreemaent).

d)    Menurut Fungsinya
1)    Perjanjian yang membentuk aturan (law making treaties), yaitu suatu perjanian yang melaksanakan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah aturan bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral). Perjanjian ini bersifat terbuka bagi pihak ketiga. Contoh: konfernsi Wina tahun 1958 wacana kekerabatan diplomatik. Konvensi Montego wacana Hukum maritim internasional tahun1982, dan sebagainya.

2)    Perjanjian yang bersifat khusus (treaty contract), yaitu perjanjian yang menyebabkan hak dan kewajiban bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral). Contoh: Perjanjian antara RI dan RRC mengenai dwikewarganegaraan tahun 1955, perjanjian batas wilayah, pemberantasan penyeludupan-penyelundupan dan sebagainya.


2.     Tahap-Tahap Pembuatan Perjanjian Internasional.
Menurut konvensi Wina tahun 1969, tahap-tahap dalam perjanjian internasional yaitu sebagai berikut :
a.     Perundingan (Negotiation).
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara wacana objek tertentu. Sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh lantaran itu, diadakan penjajakan terlebih dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan.

Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara yang sanggup diwakili oleh pejabat yang dapat  memperlihatkan surat kuasa penuh (full powers). Selain mereka, hal ini juga sanggup dilakukan oleh kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri atau duta besar.

b.    Penandatanganan (Signature).
Lazimnya penandatanganan dilakukan oleh para menteri luar negeri (Menlu) atau kepala pemerintahan.

Untuk perundingan yang bersifat multilateral, penandatanganan teks perjanjian sudah dianggap sah jikalau 2/3 bunyi penerima yang hadir memperlihatkan suara, kecuali jikalau ditentukan lain. Namun demikian, perjanjian belum sanggup diberlakukan oleh masing-masing negaranya.

c.      Pengesahan (Retification).
Suatu negara mengikat diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila  telah disahkan oleh tubuh yang berwenang di negaranya. Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih harus dikuatkan dengan pengakuan atau penguatan. Ini dinamakan ratifikasi.

Ratifikasi perjanjian internasional sanggup dibedakan sebagai berikut:
·        Ratifikasi oleh tubuh eksekutif. Sistem ini biasa dilakukan oleh raja-raja otoriter dan pemerintahan otoriter.
·        Ratifikasi oleh tubuh legislatif. Sistem ini jarang digunakan.
·        Ratifikasi adonan (DPR dan Pemerintah). Sistem ini paling banyak dipakai lantaran peranan legislatif dan direktur sama-sama memilih dalam proses pengesahan suatu perjanjian.


3.     Berlakunya dan Berakhirnya Perjanjian Internasional
a.     Berlakunya Perjanjian Internasional
Mulai berlaku semenjak tanggal yang ditentukan atau berdasarkan yang disetujui oleh negara perunding.   Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera sesudah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.

Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul sesudah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian memilih lain.

Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengakuan teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku semenjak ketika disetujuinya teks perjanjian itu.

b.    Berakhirnya Perjanjian Intenasional
Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum Internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir lantaran hal-hal berikut ini.
1)    Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
2)    Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.
3)    Salah satu pihak penerima perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
4)    Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
5)    Adanya perjanjian gres antara penerima yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu.
6)    Syarat-syarat wacana pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi.
7)    Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu penerima dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.


4.     Pelaksanaan Perjanjian Internasional
a.     Ketaatan Terhadap Perjanjian
1)    Perjanjian harus dipatuhi (pacta sunt servada). Prinsip ini sudah merupakan kebiasaan lantaran merupakan balasan atas pertanyaan mengapa perjanjian internasional mempunyai kekuatan mengikat.

2)    Kesadaran aturan nasional. Suatu negara akan menyetujui ketentuan-ketentuan perjanjian internasional yang sesuai dengan aturan nasionalnya. Perjanjian internasional merupakan bab dari aturan nasionalnya.

b.    Penerapan Perjanjian
1)    Daya berlaku surut (retroactivity). Biasanya, suatu perjanjian dianggap mulai mengikat sesudah diratifikasi oleh peserta, kecuali bila ditentukan dalam perjanjian bahwa penerapan perjanjian sudah dimulai sebelum ratifikasi.

2)    Wilayah penerapan (teritorial scope). Suatu perjanjian mengikat wilayah negara peserta, kecuali bila ditentukan lain. Misalnya, perjanjian itu hanya berlaku pada bab tertentu dari wilayah suatu negara, ibarat perjanjian perbatasan.

3)    Perjanjian penyusul (successive treaty). Pada dasarnya, suatu perjanjian dilarang bertentangan dengan perjanjian serupa yang mendahuluinya. Namun, bila perjanjian yang mendahului tidak sesuai lagi, maka dibuatlah perjanjian pembaruan.


5.     Penafsiran Ketentuan Perjanjian
Supaya perjanjian mempunyai daya guna yang baik dalam memperlihatkan solusi atas kasus-kasus kekerabatan internasional, perlu diadakan penafsiran atas aspek-aspek pengkajian dan klarifikasi perjanjian tersebut. Penafsiran dalam prakteknya dilakukan dengan memakai tiga metode. Adapun metode-metode itu ibarat berikut.

Metode dari pedoman yang berpegang pada kehendak penyusun perjanjian dengan memanfaatkan pekerjaan persiapan. Metode dari pedoman yang berpegang pada naskah perjanjian, dengan penafsiran berdasarkan andal yang umum dari kosa-katanya. Metode dari pedoman yang berpegang pada objek dan tujuan perjanjian.


6.     Pembatalan Perjanjian Internasional
Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, lantaran banyak sekali alasan, suatu perjanjian internasional sanggup batal antara lain sebagai berikut.
1)    Negara penerima atau wakil kuasa penih melanggar ketentuan-ketentuan aturan nasionalnya.
2)    Adanya unsur kesalahn (error) pada ketika perjanjian itu dibuat.
3)    Adanya unsur penipuan dari negara penerima tertentu terhadap negara penerima lain waktu pembentukan perjanjian.
4)    Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan atau penyuapan.
5)    Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan bahaya maupun penggunaan kekuatan.
6)    Bertentangan dengan suatu kaidah dasar aturan internasional umum.



Sumber :
penaagakmacet.blogspot.com/search?q=jenis-jenis-sarana-hubungan
penaagakmacet.blogspot.com/search?q=jenis-jenis-sarana-hubungan
http://www.labschool-unj.sch.id/smakebayoran/hubungan-internasional.html

Sumber http://ikhtisarmateri.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Asas-Asas Hubungan Internasional Dan Perjanjian Internasional"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel